Dewan Syura PP IJABI
Salah seorang alumni Gontor, Hamid Fahmi, menerbitkan sebuah buku untuk menjelaskan ajaran Syiah. Buku ini diklaim sebagai buku "ilmiah" dan disebutkan ditulis oleh para sarjana yang memiliki kapasitas dalam kajian tentang mazhab Syiah. Namun, buku yang ternyata hanya kumpulan makalah mahasiswa peserta Program Pengkaderan Ulama ISID Gontor itu, tidak seindah judulnya. Dr. Muhammad Babul Ulum, salah seorang anggota Dewan Syura IJABI yang juga alumni Gontor, memberikan telaah ringkas atas buku tersebut. Kami memuatnya dalam dua tulisan dan berikut adalah bagian kedua. (majulah-IJABI)
Dengan demikian, sekali lagi, hipotesis Hamid yang menyebut Syiah sebagai sumber konflik gugur dengan sendirinya. Dan, karena itu, karyanya tidak bisa disebut sebagai ilmiah. Konsisten dengan metode abductive dan untuk mengganti hipotesis Hamid yang tidak ilmiah, saya susun hipotesis baru: Bahwa sumber konflik di negara-negara Arab adalah menyebarnya paham Salafi-Wahabi yang didukung penuh oleh dua negara Wahabi: Arab Saudi dan Qatar. Hipotesis seperti ini saya susun berdasarkan fakta dan data dari sumber yang otoritatif bahwa Gerakan Wahabi adalah ancaman global.[2] Hal ini terbukti semua tindak kekerasan dengan mengatasnamakan Islam pasti dilakukan oleh elemen Wahabi. Organisasi teroris seperti al-Qaidah, Taliban di Afganistan, Majelis Mujahidin dengan semua pecahannya di Indonesia semuanya beraliran Wahabi. Pelaku bom Bali, Mariot, dan semua tindakan teror di Indonesia pasti dilakukan oleh para teroris berpaham Wahabi. Semua yang saya tulis ini adalah fakta berbukti. Tidak seperti Hamid yang mengandalkan sumber fiktif saat menyebut konflik yang terjadi di Suriah adalah antara pemerintah yang Syiah dengan rakyatnya penganut Ahlussunah. (h. ix)
Sekarang kita kembali ke Suriah. Sejak awal kemerdekaan Suriah tahun 1946 Suriah diperintah oleh Partai Ba'ats yang berideologi sosialis. Partai Baath adalah partai Nasionalis Arab yang didukung oleh mayoritas rakyat Suriah yang Plural; Kristen, Sunni, Syiah, Druz, dll. Dengan demikian hipotesis Hamid tak terbukti. Dalam memandang konflik Suriah Hamid ingin mempertentangkan Sunni-Syiah. Padahal Said Ramdhan al-Buthi, ulama Sunni panutan termasuk pendukung utama pemerintah Suriah. Demikian juga mufti Suriah, Badruddin al-Hassun, adalah Ulama Sunni panutan. Bahkan sejak Suriah merdeka dari Perancis tidak pernah ada Ulama Syiah yang menjadi Mufti Suriah. Mufti sebelumnya, Ahmad Kaftaru, bukan Ulama Syiah. Jadi, hipotesis Hamid yang menuduh Syiah sebagai sumber konflik adalah salah besar. Saya punya hipotesis lain. Tapi, sebelum itu, ada baiknya jika kita kenali Suriah terlebih dahulu mengapa negara ini diobok-obok pihak luar.
Republik Arab Suriah walau tidak sekaya negara-negara Teluk Arab yang bergabung dalam GCC rakyatnya hidup secara berkecukupan. Sekolah gratis bahkan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Layanan kesehatan murah bahkan gratis bagi siapa saja yang tinggal di Suriah. Hanya di Suriah rakyat Palestina yang terusir dari tanah kelahirannya ditampung dan dijamin semua kebutuhan dasarnya. Tidak hanya dari Palestina, Suriah juga menampung para pengungsi dari tujuh negara Arab dan Non-Arab yang ter/diusir akibat konflik di negaranya.[3] Kepada mereka disediakan tempat khusus di wilayah Yarmouk. Dibangunkan apartemen dengan fasilitas kebutuhan dasar yang bahkan lebih baik dari hunian kaum imigran dan tenaga kerja asing yang tinggal di pinggiran Riyadh dan Jeddah Saudi Arabia. Namun wilayah itu sekarang luluh lantak akibat masuknya pemberontak Wahabi yang didukung oleh elit HAMAS. Padahal ketika Khalid Mishal, Ketua Politbiro HAMAS, terusir dari seluruh wilayah Timur Tengah, hanya Suriah yang menerimanya secara terbuka. Pendek kata, Suriah satu-satunya negara Arab yang membantu perjuangan rakyat Palestina secara nyata. Sementara negara-negara Arab lainya membantu sekedar pencitraan belaka. Saat semua negara Arab memperbaiki hubungan dengan Israel, Suriah enggan melakukannya. Israel memandang keberadaan Suriah mengancam keberadaannya di Timur Tengah. Karena itu Suriah harus dihancurkan, sesuai petunjuk protokol The Oded Yinon's Plan yang telah disusun oleh Zionis Internasional.[4] Nah, dengan latarbelakang seperti ini saya ingin mengajak Anda memahami apa yang terjadi di Timur Tengah sana secara obyektif. Bahwa Syiah bukanlah penyebab konflik Suriah, sebagaimana dituduhkan Hamid. Tapi Israel dengan semua sekutu Arabnyalah yang membuat Suriah terjerembab dalam konflik berdarah yang berkepanjangan. Saya jamin, hipotesis ini bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Berdasarkan banyak bukti yang otentik dan dapat diverifikasi ternyata semua kelompok pemberontak yang menentang Pemerintah Suriah berpaham Wahabi. Baik yang bergabung di ISIS pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi, Jabhah al-Nusrah pimpinan Abu Muhammad al-Julani, maupun Jabhah Islamiyah bentukan Zahran 'Alush bahkan yang dianggap sekuler sekalipun, Free Syirian Army, bentukan Jenderal pembelot, Riyadh As'ad, semuanya berpatron pada Qatar dan Saudi.[5] Bila dirunut semuanya bermuara pada kepentingan menjaga Israel.[6] Fakta ini menguatkan hipotesis saya terkait konflik yang terjadi di Suriah.[7] Dan, dengan sendirinya, hipotesis yang dibangun Hamid pun menjadi hancur berkeping-keping. Karena itu, sekali lagi, buku Hamid tidak pantas disebut sebagai karya ilmiah. Lebih pas sebagai materi pidato para dai selebritis yang suka mengaduk-aduk emosi audiensnya dengan kisah-kisah imajiner yang hanya ada di alam mimpi, dan pasti tidak dapat diverifikasi. Atau materi orasi yang cocok disampaikan dalam kegiatan seperti parodi Tauhid yang dipromosikan secara terstruktur, masif, dan sistematis oleh pihak yang sebagiannya menjadi kontributor bukunya. Dan, tentu saja, argumentasi yang dibangun di alam mimpi tidak layak disebut ilmiah.
Selain ketiga negara tersebut di atas. Hamid juga menyebut Syiah di Saudi Arabia Selatan sebagai sumber konflik. Di wilayah ini seringkali terdengar demo kaum Syiah, tulis Hamid. Tentu saja ini asumsi yang sangat tidak berdasar. Di Arab Saudi Selatan tidak ada Syiah, bung. Syi'ah di Saudi terkonsentrasi di wilayah Timur, bukan Selatan. Bahasa Arabnya al-Manthiqah al-Syarqiyah. Saya kira sebagai dosen Gontor yang terkenal Bahasa Arabnya, tidak perlulah saya jelaskan lebih jauh kata itu. Kota Ahsa, Qathif dan Dhahran adalah kota leluhur Syiah Jazirah Arabia jauh sebelum Kerajaan Saudi Arabia sekarang berdiri lalu menganeksasinya. Sama seperti Kota Jizan dan Najran yang juga dirampas Saudi dari Yaman.
Syiah di wilayah Timur Saudi memang menggelar demo damai. Tidak ada senjata yang mereka bawa. Mereka berdemo karena menuntut perbaikan hidup sebagaimana warga negara Saudi yang lainnya. Bahwa kota-kota yang didiami warga Syiah Saudi adalah wilayah kaya minyak. Minyak Saudi berasal dari al-Manthiqah al-Syarqiyah. Tapi mereka hidup menderita. Adalah wajar bila mereka kemudian berdemo menuntut haknya. Karena itu juga dilindungi oleh konvensi HAM PBB. Aparat Saudi menghadapi aksi damai tersebut secara brutal. Banyak korban berjatuhan dari para pendemo. Sama seperti yang terjadi pada Masjid Syiah di Kuwait, Masjid Imam Ali di Qathif di bom saat sedang berlangsug Shalat Jum'at.[8] Dan lagi-lagi, Pelakunya adalah elemen Wahabi.
Di Saudi sama seperti di wilayah lain Syiah adalah korban. Tapi Hamid menyebutnya sebagai biang kerusuhan. Mengapa Hamid tidak menyebut mereka yang demo di Suriah dengan membawa senjata sebagai biang kerusuhan? Sementara ia menyalahkan orang-orang Syiah yang menggelar aksi damai di Bahrain dan Saudi? Hamid terjebak dalam kesalahan logika; blaming the victim. Logika seperti ini hanya dilakukan oleh kaum imperialis seperti Israil untuk menjustifikasi tindakan represif yang mereka lakukan. Tampaknya Hamid terpesona dengan logika sesatnya Israel.
Uraian di atas baru menjawab 6 baris dari pengantar yang Hamid buat. Baru pembukaan saja hipotesis Hamid sudah gugur, bagaimana dengan isi bukunya? Akan semakin banyak kesalahan fatal yang ia lakukan. Hal ini membuktikan bahwa Hamid tidak paham metodologi penulisan karya ilmiah. Karena itu saya sarankan kepadanya untuk belajar lebih giat lagi, ya? Belajarlah dengan banyak pihak. Jangan membonsai diri hanya dengan kawan yang sepaham saja, lawan yang di seberang juga perlu digauli untuk memperluas wawasan. Untuk berpengetahuan luas Anda harus banyak membaca darimana saja. Jangan hanya membaca karya ulama Wahabi sama, bro. Bukankah Nabi pernah menyuruh kita untuk belajar kepada, ma'af tanpa bermaksud menyinggung pihak tertentu karena saya hanya mengikuti logika orang-orang 'saleh' yang suka takbir di jalanan, China yang Kafir?! Artinya, Nabi mengajarkan kita metodologi ilmiah yang benar. Bahwa belajar itu harus dari ahlinya. Dengan kata lain rujuklah sumber yang otoritatif dalam tulisanmu, bung.
Catatan Kaki
[1] http://www.bbc.com/arabic/interactivity/2015/06/150626_comments_kuwait_explosion.
[2] http://www.almanar.com.lb/wap/edetails.php?eid=713150.
[3] http://www.alalam.ir/news/1738648.
[4] Dina Y. Sulaeman, Prahara Suriah Membongkar Persekongkolan Multinasional (Depok: Pustaka IIMAN, 2013), 136.
[5] Muni>b al-Sa>ih, "al-Takfiriyu>n fi Su>riya> wa-al-Mi>ka>fi>liyah al-Su'u>di>yah",artikel,http://www.almanar.com.lb/adetails.php?fromval=2&cid=171&frid=41&seccatid=171&eid=820444. Diakses 9/5/2014. International Crisis Group, "Jiha>d Mu`aqqat: al-Mu'a>rad}ah al-Us}u>li>yah al-Su>ri>yah." Taqri>r al-Sharq al-Awsat} raqm 131, 12/01/2012. http://www.alahednews.com.lb/essaydetails.php?eid=68665&cid=88. Diakses 16/06/2014.
[6]Abdullah Sulaiman Ali, "Al-Jiha>diyu>n wa-al-Istikhba>ra>t; Ikhtira>q wa-'Ala>qa>t Sirri>yah", artikel,http://www.almanar.com.lb/adetails.php?eid=836438&frid=31&seccatid=171&cid=31&fromval=1. Diakses 9/5/2014.
[7]Untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi di Suriah, lihat Dina Y. Sulaiman, Prahara Suriah Membongkar Persekongkolan Multinasional (Depok: Pusta IIMAN, 2013).
[8] http://www.bbc.com/arabic/middleeast/2015/05/150525_mass_funeral_saudi_victims.
Tulisan yang berhubungan:
Telaah Buku "Teologi dan Ajaran Shi'ah Menurut Referensi Induknya" (1)
Telaah Buku "Teologi dan Ajaran Shi'ah Menurut Referensi Induknya" (2)