Ketika Imam Ali as terpilih menjadi khalifah pada tahun 656 Masehi, Mu'awiyah, yang pada saat itu adalah gubernur Damaskus, menolak mengakui kepemimpinannya. Pada saat yang sama, Imam Ali as juga menolak untuk melanjutkan tugas Mu'awiyah sebagai gubernur Damaskus karena dikenal sangat korup. Dalam empat tahun berikutnya, berbagai pertempuran terjadi di antara mereka. Mu'awiyah adalah seorang diktator jahat yang menggunakan segala tipu daya untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Ketika Imam Ali as dibunuh pada tahun 661 Masehi, putra sulungnya Imam Hasan as diangkat sebagai khalifah kaum muslimin menggantikan Ayahnya. Namun, karena tahun perang dan penipuan Mu'awiyah yang terus menerus, Imam Hasan as menyadari bahwa ia tak punya pilihan selain menerima perjanjian damai dengan Mu'awiyah. Untuk memahami mengapa Imam Hasan as menerima perjanjian damai dengan Muawiyah; sementara saudaranya, Imam Husain as, bangkit melawan Yazid anak Mu'awiyah itu, penting untuk menguraikan perbedaan antara Mu'awiyah dan putranya Yazid. Jelas bahwa mereka berdua adalah penguasa jahat yang harus dilawan, tetapi perlawanan terhadap mereka memerlukan metode yang berbeda karena kepribadian mereka yang juga berbeda. Yazid adalah penguasa ceroboh yang tidak menghargai agama dan etika sama sekali. Tak ada satu orangpun yang dia hormati. Dia terus-menerus mengikuti semua keinginan buruknya. Dia melakukan jenis dosa apa saja, tanpa memperhatikan wibawanya yang buruk di mata masyarakat. Dia sering muncul di depan umum dalam keadaan mabuk. Dia sama sekali tidak menghargai hukum Islam. Perzinaan dan inses (perkawinan sedarah) menjadi praktek umum di dalam istananya. Ketika Yazid diangkat sebagai “khalifah” setelah kematian ayahnya, ia memaksa Imam Husain as mengakui kepemimpinannya dan memaksa beliau untuk berbaiat. Namun Imam Husain as tidak mau menandatangani perjanjian dengan Yazid. Jika beliau melakukannya, hal itu berarti beliau mendukung praktek-praktek jahat dan memberi Yazid legitimasi atas semua kejahatannya. Mayoritas kaum muslimin saat itu tahu bahwa Yazid adalah penguasa korup. Dengan demikian, jika Imam Husain as mengakui kepemimpinan Yazid, bahkan jika pengakuan itu dilakukan dalam keadaan terpaksa dan dengan kekerasan, tindakan Imam Husain as tersebut akan dilihat oleh kaum muslimin sebagai tindakan mendukung kepemimpinan Yazid. Pilihan ini jelas tidak mungkin dipilih oleh Imam Husain as. Fokus beliau saat itu adalah bagaimana caranya menyelamatkan agama Islam dengan tidak memberikan legitimasi kepada cara-cara yang anti-Islam dan tidak manusiawi seperti yang telah dilakukan oleh Yazid.
Mu'awiya dalam hal ini berbeda dengan anaknya Yazid. Bagaimanapun, Muawiyah masih menjaga citranya di hadapan masyarakat. Muawiyah pintar menyembunyikan kelicikannya dengan tidak ingin tampil sebagai orang korup dan berdosa di mata rakyatnya. Oleh karena itu, ketika Imam Hasan as mengetahui sifat korup Mu'awiyah yang sebenarnya, beliau menyadari bahwa melanjutkan pertempuran melawan Mu'awiyah tidak akan bisa menampakkan keinginan licik dia yang sebenarnya. Orang-orang bahkan bisa jadi akan berbalik melawan Imam Hasan as dan menyalahkan beliau untuk pertumpahan darah di medan perang. Sambil menghasut orang-orang untuk berperang, Muawiyah akan bertindak seolah-olah tidak bersalah lalu melemparkan kesalahan itu kepada Imam Hasan as. Ini menjadi buah simalakama bagi Imam Hasan as. Beliau menyadari bahwa jika beliau memenangkan pertempuran, orang akan melihatnya sebagai agresor dan mereka kemudian bersimpati dengan Mu'awiyah. Sebaliknya, jika beliau kalah dalam pertempuran, beliau akan disalahkan karena tidak menerima perjanjian damai. Sebenarnya, Mu'awiyah tidak pernah serius untuk berdamai dengan Imam Hasan as. Muawiyah hanya menggunakan perjanjian damai itu sebagai taktik licik untuk melemahkan Imam Hasan lalu melanjutkan agenda jahatnya. Begitu Imam Hasan as menerima perjanjian damai, nampaklah wajah asli Mu'awiyah yang sebenarnya. Muawiyah tidak menghormati perjanjian itu bahkan menginjak-injak kesepakatan di dalamnya. Tapi inilah yang persis diinginkan oleh Imam Hasan as. Beliau berhasil mengekspos wajah asli Mu'awiyah sebagai tiran yang licik. Orang-orang kemudian menyadari bahwa Mu'awiyah adalah orang fasik. Bagaimana Muawiyah bisa mengutuk perjanjian damai ketika dia sendiri berkampanye untuk itu? Orang-orang akhirnya menyadari bahwa Muawiyah adalah kekuatan tiran lapar yang tidak memiliki prinsip dan aturan. Muawiyah kemudian secara kasat mata terlihat bukan pemimpin yang benar dan didiskualifikasi sebagai penguasa Islam yang sah.
Oleh karena itu, Imam Hasan as maupun Husain as membuat upaya yang luar biasa untuk menyelamatkan Islam, menolak penindasan, dan mengekspos tirani jahat di zaman mereka. Namun karena keadaan mereka yang berbeda, Imam Hasan as menerima perjanjian damai sementara Imam Husain as bangkit dan memimpin revolusi.
Apa arti Asyura?
Asyura dalam bahasa Arab berasal dari akar kata "Asyra," yang berarti sepuluh. Ashura mengacu pada hari kesepuluh bulan Muharram, yang merupakan hari di mana Imam Husain as menemui syahadah. Ini adalah hari berkabung bagi ratusan juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.
Apakah dianjurkan untuk berpuasa pada hari Asyura?
Puasa adalah ibadah yang sangat dianjurkan sepanjang tahun. Namun, tidak dianjurkan untuk berpuasa pada hari Asyura karena Dinasti Umayyah menyatakan hari itu hari perayaan. Dinasti Umayyahlah yang membuat banyak riwayat palsu yang mengatakan bahwa hari itu adalah hari yang diberkati karena Allah menyelamatkan para nabiNya dan memberi mereka kemenangan. Mereka mengajar orang-orang untuk bersyukur kepada Allah Swt dengan berpuasa di hari Asyura agar mereka leluasa untuk membunuh Imam Husain as pada hari itu. Atau setidaknya orang akan melupakan kejahatan mereka atas pembunuhan sadisnya terhadap cucu Nabi Saw di hari tersebut karena dianggap sebagai hari bergembira. Untuk berempati terhadap Imam Husain as di hari Asyura, memang dianjurkan untuk menjauhkan diri dari makan dan minum selama beberapa waktu pada hari Asyura, karena beliau dan para sahabatnya dibunuh dalam keadaan haus dan lapar. Tetapi tidak disarankan untuk melakukan puasa secara khusus seperti puasa lainnya di hari itu. Ada hari-hari lain sepanjang tahun Islam yang sangat dianjurkan untuk berpuasa, dan berpuasa di hari Asyura bukan salah satunya.
Segelintir orang menyatakan bahwa Syiah yang bertanggung jawab atas kesyahidan Imam Husain as. Apakah itu benar?
Warga Kufah, Irak, mengirim ratusan surat kepada Imam Husain as dan meminta beliau mengunjungi mereka. Mereka juga meminta Imam Husain as menjadi pemimpin mereka. Mereka berjanji bahwa mereka akan menerima Imam Husain as sebagai pemimpin baru dan menolak kepemimpinan Yazid. Namun, gubernur Yazid di Kufah, Ibnu Ziyad yang dikenal bengis dan kejam, mengancam akan memenjarakan dan membunuh siapa saja yang akan mendukung Imam Husain as. Itulah sebabnya, sebagian besar dari mereka yang berjanji untuk mendukung Imam Husain as pada akhirnya mundur. Mereka mengingkari janjinya kepada Imam Husain as dan mengkhianatinya.
Maka muncullah kesalahpahaman bahwa Imam Husain as dibunuh oleh pengikutnya. Jelas tidak demikian faktanya. Pada hari Asyura, ketika Imam Husain as bertanya kepada musuh-musuhnya mengapa mereka ingin membunuhnya, dan kejahatan apa yang beliau telah dilakukan terhadap mereka, beberapa dari mereka menanggapi dengan jawaban, "Karena kami membenci ayahmu." Tak dapat dibayangkan bahwa mereka yang membenci Imam Ali as bisa disebut Syiah dan tak bisa dipahami jika kelompok pembenci Imam Ali as adalah pengikut Imam Husain as. Di antara komandan tentara Yazid, banyak di antara mereka adalah orang-orang yang dikenal kebenciannya terhadap keluarga Nabi Muhammad Saw dan secara khusus kebencian mereka terhadap Imam Ali as.
Bahkan jika kita telaah secara singkat berbagai faksi dan kelompok di Kufah pada saat itu, kita akan mengetahui bahwa tidak semua dari mereka adalah pengikut Imam Husain as. Masyarakat Kufah sebagian besar dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, ada orang-orang yang setia kepada Dinasti Umayyah. Mereka dihidupi oleh pemerintah Yazid sebagai imbalan atas dukungan mereka yang tanpa syarat. Kelompok ini memiliki pengaruh yang kuat di Kufah, karena mereka memiliki akses ke banyak sumber daya dan kekayaan yang melimpah. Kelompok ini terkenal karena permusuhan mereka kepada Imam Husain as. Mereka tidak akan ragu-ragu untuk melawan Imam Husain as untuk menunjukkan kesetiaan dan dukungan mereka kepada Yazid.
Kelompok kedua adalah mereka yang tidak terlalu peduli terhadap kedua kelompok yang berhadap-hadapan itu. Mereka mencintai Imam Husain as dan tahu bahwa beliau akan menjadi pemimpin yang jauh lebih baik daripada Yazid karena mereka telah menyaksikan kekejaman Yazid. Tapi mereka tidak bersedia mengorbankan kepentingannya untuk mendukung Imam Husain as. Mereka hanya berharap bahwa Imam Husain as akan meraih kemenangan atas Yazid bagaimanapun caranya lalu memerintah mereka dengan adil. Mereka merasa takut mempersulit diri dan keluarga mereka sendiri jika mengambil resiko melawan Yazid. Kelompok kedua inilah yang merupakan kelompok terbesar di Kufah. Sekina banyak surat yang diterima Imam Husain as datang dari kelompok ini. Awalnya, mereka berpikir bahwa jika Imam Husain as hanya datang ke Kufah, beliau akan dengan mudah mengambil kekuasaan dan melengserkan Gubernur Yazid. Ketika menjadi jelas bagi mereka bahwa gubernur Yazid akan mengejar dan menghukum mereka jika mendukung Imam Husain as, dan bahwa mendukung Imam Husain as bukanlah tugas yang mudah, mereka akhirnya memilih mundur. Tentu saja kita tidak bisa mengklasifikasikan kelompok kedua ini sebagai pengikut Imam Husain as. Mereka hanya bersimpati kepada Imam Husain as dan lebih menyukai beliau sebagai pemimpin ketimbang Yazid, tapi mereka bukan Syiah.
Kelompok ketiga di Kufah, yang terkecil dan terlemah dalam hal kekuasaan politik dan ekonomi, adalah Syiah dan pengikut Imam Husain as. Banyak dari mereka berusaha untuk mendukung Imam Husain as, dan beberapa dari mereka berhasil mencapai Karbala untuk membela Imam Husain as. Namun, ketika beberapa dari mereka memang melakukan pengkhianatan dengan berlambat-lambat mendukung Imam Husain as, kelompok Syiah ini memang sudah terlambat untuk bergabung dengan gerakan Imam Husain as di Karbala. Contohnya adalah suku Bani Asad. Setelah mendengar bahwa Imam Husain as dikepung di Karbala oleh tentara Yazid, mereka berbaris ke Karbala untuk mendukung beliau. Tetapi ketika mereka tiba Karbala, mereka menyadari bahwa ternyata pertempuran telah berakhir dan Imam Husain as beserta sahabat-sahabatnya telah dipenggal.
Oleh karena itu, tidak benar jika dikatakan bahwa Syiah yang telah membunuh Imam Husain as. Walaupun mereka memang bisa melakukan banyak hal untuk menolong Imam Husain as (tetapi tidak dilakukan atau terlambat dilakukan), tapi mereka tidak bisa dituduh bertanggung jawab atas syahadah Imam Husain as dan pengikutnya. Dalam hal ini, yang paling bertanggung jawab atas tragedi keji yang menimpa Imam Husain as adalah Dinasti Umayyah bersama seluruh pendukungnya.