Imam Husain as adalah cucu dari Nabi Muhammad Saw. Orang tuanya adalah Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah as. Ia lahir di kota suci Madinah pada tahun 626 Masehi. Beliau berusia enam tahun ketika Nabi Muhammad Saw wafat, dan ia berusia tujuh tahun ketika ia menyaksikan kematian tragis ibunya, Sayyidah Fatimah as. Imam Husain as diakui sebagai seorang tokoh penegak keadilan, kukuh pada keyakinan, memegang teguh martabat, dan pejuang kemerdekaan yang memimpin salah satu revolusi yang paling signifikan di dalam sejarah manusia. Dia mengorbankan hidupnya, kehidupan anggota keluarga dan sahabatnya untuk melawan ketidakadilan dan penindasan. Pada tahun 680 Masehi, ia secara brutal dibantai di dataran Karbala, Irak, bersama dengan tujuh belas anggota keluarganya dan lima puluh lima sahabatnya. Sepanjang sejarah, Imam Husain as telah mengilhami jutaan orang untuk melawan penindasan dan bekerja keras untuk membangun keadilan sosial bagi seluruh umat manusia. Setiap tahun, pada hari ulang tahun syahadahnya, tepat di hari kesepuluh Muharram dalam kalender lunar Islam, ratusan juta orang di seluruh dunia memperingati kisah hidupnya dan berkabung atas tragedi itu.
Banyak orang sepanjang sejarah telah tertindas, dan ada banyak pejuang kemerdekaan dalam sejarah. Apa yang membuat Imam Husain as begitu istimewa?
Banyak orang sepanjang sejarah telah ditindas atau dianiaya secara brutal. Bahkan di era modern saat ini, penindasan masih banyak ditemukan dalam kejadian sehari-hari. Lalu mengapa Imam Husain as harus diperlakukan khusus? Mengapa tragedi hidupnya dianggap lebih menonjol bila dibandingkan dengan semua tragedi lainnya dalam sejarah? Ada beberapa alasan mengapa tragedi Imam Husain as lebih penting.
Pertama, Imam Husain as memiliki kepribadian, karakter dan status yang luar biasa. Beliau adalah cucu kinasih Nabi Muhammad Saw. Dia dipilih oleh Allah Swt untuk memimpin umat manusia. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya Imam Husain as melakukan kesalahan. Dia penyayang dan murah hati kepada siapapun, termasuk kepada musuh-musuhnya. Dia tidak pernah memiliki motif dan agenda politik pribadi. Ketika setiap orang yang tidak bersalah dianggap suci dan membunuh orang yang tidak bersalah adalah kejahatan besar, tindakan membunuh seseorang seperti pribadi Imam Husain as adalah kejahatan yang jauh lebih besar karena beliau menempati posisi yang penting. Petaka karena terbunuhnya Imam Husain as juga jauh lebih besar, dan dampaknya bagi Islam juga tak terbayangkan.
Kedua, alur tragedi Imam Husain as tidak bisa dibandingkan dengan yang lain. Selama hampir tiga hari sebelum dia dibunuh, dia bersama dengan keluarga dan para sahabatnya tidak diberi akses kepada sumber air. Dia menyaksikan sendiri anak-anak kecil menjerit dan menderita kehausan. Dia menyaksikan melemahnya bayi enam bulan di dataran panas Karbala ketika ibunya tidak bisa lagi menyusuinya. Kekejaman pembunuhnya bahkan semakin nyata ketika Imam Husain as dan para pengikutnya berkemah hanya beberapa ratus meter dari Sungai Efrat, tetapi karena jumlahnya sangat sedikit di mata musuh, mereka tidak diberi akses ke sungai bahkan hanya untuk mencari air minum.
Saat pertempuran terjadi pada hari kesepuluh Muharram, tahun 61 dalam kalender Islam, sejumlah sahabat Imam Husain as menemui syahadah. Musuh memulai pertempuran dengan menghujani Imam Husain as dan sahabat-sahabatnya dengan panah ketika beliau memimpin salat jamaah. Anggota pertama dari keluarga Imam Husain as yang dibantai adalah putra sulungnya sendiri, Ali Akbar. Sementara yang terakhir dibunuh adalah anak bayinya yang paling kecil, Ali Asghar. Ketika Imam Husain as menyadari bahwa bayinya itu hampir mati kehausan, dia membawanya dalam pelukannya dan berangkat ke medan perang tanpa senjata. Beliau mendatangi musuh-musuhnya lalu mengatakan kepada mereka bahwa bayi ini tak berdosa. Jika musuh-musuh itu berkeyakinan Imam Husain as telah melakukan dosa dengan tidak membaiat diktator dinasti Umayyah Yazid bin Mu'awiyah, lalu apa dosa bayi ini? Imam Husain as meminta musuhnya untuk memberikan air kepada sang bayi. Namun, alih-alih memberi air, musuh malah menembak bayi dengan anak panah. Imam Husain as menyaksikan bayinya dibunuh di dalam pelukannya. Kemudian pada hari itu juga, Imam Husain as diserang oleh tentara yang tak terhitung jumlahnya, yang menyerang setidaknya dengan tujuh puluh dua kali tembakan anak panah, tombak dan pedang, sampai akhirnya Imam Husain as dipenggal di dataran Karbala disaksikan beberapa wanita dan anak-anak dari perkemahan mereka.
Ketiga, tragedi tidak berakhir dengan pemenggalan kepala Imam Husain as. Semua perempuan yang bersamanya, termasuk anak-anak, dibawa sebagai tawanan perang. Di perang itu, anak-anak telah kehilangan ayah mereka, paman dan saudara; demikian pula perempuan kehilangan suami mereka. Namun, ketika mereka menangis, mereka tanpa ampun dipukuli oleh musuh. Itu adalah perlakuan yang mereka terima. Kemudian mereka diarak dari kota ke kota, sampai ke kota Damaskus, pusat pemerintahan Yazid yang despotis. Sepanjang jalan mereka dipermalukan. Mereka dibiarkan dalam kondisi yang buruk dan kelaparan, karenanya beberapa anak meninggal di jalan. Putri Imam Husain as yang berusia tiga tahun, Ruqayya, meninggal tak lama setelah mereka tiba di Damaskus. Bahkan, para wanita dan anak-anak terus-menerus diperlihatkan adegan mengerikan, kepala Imam Husain as ditancapkan di atas tombak dan diarak dari Karbala ke Damaskus. Untuk menambah penghinaan terhadap para tawanan perempuan itu, ketika mereka tiba di Damaskus, Yazid telah mengumumkan hari itu sebagai hari pesta pora. Jalan-jalan di Damaskus penuh sesak dengan kegembiraan atas terbunuhnya Imam Husain as. Banyak warga Damaskus telah dicuci otak dan tidak tahu siapa sebenarnya Imam Husain as dan keluarganya. Yazid telah menyebarkan berita kepada penduduk Damaskus bahwa mereka sedang merayakan kekalahan kelompok bid’ah yang kafir.
Keempat, Imam Husain as menolak untuk membaiat Yazid bukan karena ia bercita-cita untuk mencapai status politik di wilayah Islam pada waktu itu. Satu-satunya tujuan beliau adalah untuk melawan kejahatan dan ketidakadilan, serta untuk menyelamatkan kaum muslimin dari pemerintah Yazid yang despotis. Imam Husain as ingin membebaskan kaum muslimin, memberikan mereka kemerdekaan, martabat dan kehormatan. Beliau ingin menyelamatkan agama Islam dari tangan-tangan jahat yang membajak Islam untuk kepentingan pribadi. Ketika dalam sejarah Islam banyak mujahid berjuang untuk tujuan mulia, kelompok Yazid justru berperang untuk memperoleh status politik atau mendapatkan imbalan duniawi. Ini adalah sifat manusia untuk mengejar kepentingannya sendiri, dan inilah kepentingan pribadi yang telah mendorong banyak orang yang muncul di dalam sejarah. Tapi Imam Husain as berbeda, Imam Husain as berjuang semata-mata untuk Allah dan kemanusiaan. Beliau tak mengharapkan imbalan apapun. Dalam sebuah puisi Arab yang indah, Imam Husain as dengan fasih merangkum niat sucinya mencari keridhaan Allah:
Telah kutinggalkan dunia dan seisinya karenaMu,
Telah menjadi yatim anak-anakku agar aku bisa bertemu denganMu,
Sekiranya tubuhku dicincang karena kecintaanku padaMu
Hatiku tak akan pernah bersandar kepada selainMu.
Oleh karena itu, ketika kita mempertimbangkan faktor-faktor di atas selain faktor-faktor lain yang jauh lebih banyak, kita menyadari bahwa tragedi Imam Husain as memegang peranan penting di dalam sejarah. Tragedi Imam Husain as adalah salah satu tragedi terbesar dalam sejarah umat manusia, tragedi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Mengapa Muslim Syiah berkabung atas Imam Husain as?
Sejak hari syahadah Imam Husain as, para pengikutnya memulai satu tradisi berkabung mengenang tragedi tersebut yang berlanjut sampai hari ini. Setiap tahun, ratusan juta Muslim Syiah, di samping banyak Muslim Sunni lainnya, bahkan banyak non-Muslim, berdukacita dan memperingati tragedi itu. Kami mengenang tragedi Imam Husain as untuk tetap menjaga dan menghidupkan pesannya. Kami menangisinya dalam rangka melestarikan nilai-nilai perjuangannya. Dengan berkabung ini, kita menyampaikan pesan bahwa pada dasarnya kita menolak ketidakadilan dalam segala bentuknya. Dengan berkabung ini pula, kita menunjukkan perjuangan untuk keadilan, kebebasan, martabat dan kehormatan manusia. Imam Husain as menyelamatkan agama Islam dari kejahatan Yazid dan dinastinya. Kami selamanya berhutang budi kepada perjuangan Imam Husain as. Kami berduka untuk beliau demi mengucapkan terima kasih atas upaya-upaya besarnya dan untuk menghargai pengorbanannya. Dengan berkabung atas Imam Husain as, kami mampu memurnikan jiwa dari dosa-dosa, ketidakadilan, dan keburukan. Asyura adalah masa berkabung yang memberikan kita kesempatan untuk lebih terhubung dengan Imam Husain as dan nilai-nilai perjuangannya, Asyura juga menjadi sarana untuk memperbaiki diri kita sendiri dan untuk mencapai kebaikan yang lebih tinggi. Dengan berkabung atas tragedi itu, kita mendorong diri kita untuk bekerja lebih keras demi menegakkan keadilan. Setiap air mata yang kita cucurkan adalah energi dan penguat yang akan memotivasi kita untuk bekerja siang dan malam demi tegaknya keadilan sosial, kukuhnya kepatuhan pada hukum-hukum Allah, dan untuk memenuhi kewajiban kita di dalam agama, moral dan etika.
Sepanjang sejarah, berbagai kelompok masyarakat di dunia ini menyatakan duka cita atas tragedi Imam Husain as dengan cara budaya mereka sendiri, dan kami menghormati semua budaya itu. Selain memperingati tragedi Imam Husain as dan bagaimana mengambil hikmah dari ajaran-ajarannya, di berbagai belahan bumi, masyarakat juga mengadakan kajian spiritual dan forum pendidikan di bulan Muharram untuk mendiskusikan wacana spiritual, kekeluargaan dan isu sosial lainnya.