Dewan Syura PP IJABI
Semua makhluk sempurna. Keliru orang yang berkata “kesempurnaan hanya milik Allah.” Bukankah kita semua milik Allah? Dengan prinsip dasar ini, kehormatan manusia dan makhluk lainnya menjadi begitu sakral dan disucikan. Tidak boleh darahnya ditumpahkan, hartanya dirampas, nama baiknya dicemarkan. Siapa saja berkata buruk tentang sesama, ia sudah berkata buruk tentang Tuhan yang menciptakannya.
Semua makhluk sempurna. Keliru orang yang berkata “kesempurnaan milik Allah.” Bukankah kita semua milik Allah? Dengan prinsip dasar ini, kehormatan manusia dan makhluk lainnya menjadi begitu sakral dan disucikan. Tidak boleh darahnya ditumpahkan, hartanya dirampas, nama baiknya dicemarkan. Siapa saja berkata buruk tentang sesama, ia sudah berkata buruk tentang Tuhan yang menciptakannya.
Dahulu, bila saya ditanya, kenapa tidak makan babi? Saya akan menjawab, “karena babi kotor, di dalamnya ada cacing pita…dan sebagainya.” Sekarang, tidak lagi. Babi adalah makhluk yang sudah Tuhan ciptakan dengan sempurna. Tak boleh saya bersikap jijik pada makhluk Tuhan mana pun. Bila argumentasi saya demikian, orang akan menyanggah, “Ternyata banyak yang makan babi dan tetap sehat. Banyak yang makan babi dan panjang umur.” Karena itu, jawaban saya kini berbeda. Jawaban saya sederhana: karena kepatuhan pada perintah Tuhan. Titik.
Kita mungkin terbiasa menyematkan kata kotor pada makhluk-makhluk itu, dan anak-anak (didik) kita belajar dari orangtuanya. Siapa kira, ternyata kecoa termasuk di antara makhluk yang paling bersih. Dan sikap menganggap sekelompok makhluk kotor pun dapat berimbas pada mudahnya sikap kita menilai sesama manusia.
Maraknya sikap radikalisme belakangan ini pun dilatari penilaian yang merendahkan ciptaan Tuhan yang sudah sempurna itu. Manakala - sesuai teori genosida - satu kelompok dilabeli, dipersekusi, dizalimi… penghormatan terhadap kemuliaan manusia itu hilang sama sekali. Semua pun barangkali kembali pada permasalahan definisi manusia ideal, yang terkadang untuk meraihnya, ada kesan harus mengalahkan, harus menaklukkan. Berikut di antara konsep manusia ideal atau sempurna yang dikritik Muthahhari.
Insan Kamil
a. Fisikal dan duniawi
Manusia ideal dalam definisi ini adalah ia yang sukses dalam kehidupan duniawi mereka, dan berhasil mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan atau manfaaat dari alam natural ini. Muthahhari paling tidak setuju dengan ukuran ideal dalam bentuk ini.
b. Metafisikal dan ukhrawi
Jika pada pendapat pertama kesempurnaan manusia didasarkan atas hal-hal yang bersifat real dan material, maka pendapat kedua ini mengungkapkan hal yang sebaliknya. Kesempurnaan manusia dalam hal ini dihubungkan dengan dunia metafisik. Sejauh mana kita di dunia ini, mempersiapkan bekal untuk alam nanti, atau sejauh mana kita berhubungan dengan alam itu. Pendapat ini juga dikritik oleh Muthahhari.
c. Gnostisis
Definisi Manusia Ideal yang satu ini diberikan oleh para 'arif dan sufi. Para sufi memandang kesempurnaan manusia dari sejauh mana mereka mengindera atau memahami hakikat dan realitas sebuah wujud (being), Insan Kamil versi ini, adalah orang yang telah berhasil mengindera hakikat seluruh mawjud yang ada secara universal.
d. Filosofis
Pendapat para filosof hampir mirip dengan pendapat para sufi, bedanya yang diambil menjadi kerangka acuan bukanlah hakikat sebuah benda, melainkan seberapa jauh kita mampu mengambil hikmah (sophia, wisdom) dan pelajaran dari seluruh mawjud di alam semesta ini. Bukankah menurut Al-Quran, "Barang siapa yang mengambil hikmah, maka sesungguhnya dia telah mengambil kebaikan yang banyak"
e. Perspektif Hindu
Pandangan lain mengenai kesempunaan manusia, dikemukakan oleh Mahatma Ghandi dalam salah satu bukunya berjudul, Inilah Madzhabku, dalam buku itu Ghandi menjelaskan bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kekuatan perasaannya (affection, feeling), sejauh mana dia bisa mencurahkan perasaannya yang dilandasi oleh rasa kasih dan sayang. Insan Kamil versi ini, adalah seorang manusia yang berhasil mengungkapkan sebanyak-banyaknya perasaan cinta dan kasihnya pada mawjud lain. Agama Hindu adalah agama yang didasarkan atas cinta dan kasih sayang terhadap seluruh mawjud di alam semesta ini.
f. Estetis dan Keindahan
Pendapat ini menerangkan bahwa kesempurnaan manusia terletak pada keindahan. Keindahan yang dimaksud bukanlah keindahan jasmaniyah, melainkan lebih bersifat ruhiyyah.
g. Kapabilitas dan Kekuatan
Definisi terakhir ini, yang lebih banyak kita temukan di dunia kita sekarang ini, terlebih di dunia Barat. Orang-orang yang berpendapat demikian menganggap bahwa kesempurnaan manusia terletak pada kekuatan jasmaniyah dan fisikal mereka. Lima pendapat sebelumnya, menganggap bahwa kesempurnaan manusia tidak terletak pada sesuatu yang materialis, tetapi pendapat terakhir ini lebih cenderung pada hal-hal yang bersifat materialis, demikian pula pendapat yang pertama.
Baca juga:
Empati: Mata Air Pendidikan Nabawi (1/5)
Empati: Mata Air Pendidikan Nabawi (2/5)
Empati: Mata Air Pendidikan Nabawi (3/5)
Empati: Mata Air Pendidikan Nabawi (4/5)
Empati: Mata Air Pendidikan Nabawi (5/5)