Dina Y. Sulaeman
Dosen Hubungan Internasional, Penulis Aktif dan Pengamat Geopolitik Timur Tengah
Dosen Hubungan Internasional, Penulis Aktif dan Pengamat Geopolitik Timur Tengah
Propaganda anti-Syiah di era Perang Suriah ini dilakukan pula oleh agen-agen lokal dari negara-negara pendukung milisi “jihad”. Melalui pencetakan jutaan eksemplar buku “kesesatan Syiah” yang dibagikan gratis, ceramah-ceramah para ustadz radikal, maupun aksi-aksi penggalangan dana. Segala jenis cerita mengerikan disebut, tak peduli betapa tidak masuk akalnya. Perang Suriah adalah proyek global Imperium (Barat). Dan salah satu korban dari proyek global ini adalah Kang Jalal. Segala cacian keji disematkan padanya. Acara-acara orasi beliau diboikot.
Kabar duka kematian cendekiawan Muslim terkemuka Indonesia ini menyentak hati banyak orang. Ucapan duka bermunculan dari banyak orang, dari berbagai kalangan, menceritakan kenangan masing-masing. Sebagian besar yang saya baca, menceritakan perjalanan intelektual keagamaan mereka yang diwarnai oleh pemikiran intelektual Kang Jalal (demikian beliau biasa disapa). Buku-buku, pidato, dan ceramah Kang Jalal memang sarat muatan intelektual, mengutip referensi yang sangat luas; dari kitab kuning hingga kitab filsafat klasik Prancis.
Tulisan-tulisan kenangan itu datang dari berbagai kalangan, Sunni, Syiah, NU, Muhammadiyah, Kristen; orang Indonesia, orang asing. Ini menunjukkan kepada kita bahwa suara intelektualitas dan spiritualitas yang disampaikan Kang Jalal telah melintasi segala sekat. Dan logikanya, kalau kita bisa dengan gagah mengutip atau mengikuti Sartre, Habermas, atau Chomsky, tanpa dicaci; seharusnya sah-sah saja mengutip atau mengikuti pemikiran Kang Jalal, seorang intelektual Muslim Indonesia.
Tulisan-tulisan kenangan itu datang dari berbagai kalangan, Sunni, Syiah, NU, Muhammadiyah, Kristen; orang Indonesia, orang asing. Ini menunjukkan kepada kita bahwa suara intelektualitas dan spiritualitas yang disampaikan Kang Jalal telah melintasi segala sekat. Dan logikanya, kalau kita bisa dengan gagah mengutip atau mengikuti Sartre, Habermas, atau Chomsky, tanpa dicaci; seharusnya sah-sah saja mengutip atau mengikuti pemikiran Kang Jalal, seorang intelektual Muslim Indonesia.
Anehnya, mengapa sampai ada yang membenci dan mencaci-maki beliau?
Di media online, di berita yang mengabarkan wafatnya Kang Jalal, saya dapati caci-maki dan ucapan ‘alhamdulillah’ dari banyak netizen. Luar biasa. Sungguh berbeda dengan kondisi ustadz X yang semasa hidupnya sering sekali menebar hinaan dan cacian; amat jauh dari sifat “intelektual”. Saat dia meninggal, tak saya dapati ada netizen yang mengucapkan cacian. Karena umumnya manusia beradab tahu bagaimana harus bersikap.
Tapi mengapa untuk seorang Kang Jalal, adab itu dibuang jauh-jauh? Penyebabnya adalah kebencian yang amat sangat, yang mengalahkan logika dan adab.
Lalu mengapa muncul kebencian itu?
Saya sudah sering ceritakan, berkali-kali, bertahun-tahun. Perang Suriah telah membuat Dunia Islam tercabik-cabik. Kebencian kepada umat Syiah secara global dikobarkan dengan sangat terstruktur dan tersistematis, didukung oleh dana raksasa dari negara-negara besar. Pelakunya, mulai dari jaringan media global, lembaga think tank, yang sebagiannya bahkan tidak terkait dengan agama; hingga yayasan kelas teri yang kerjaannya mencari donasi.
Saya pernah bercerita mengenai propaganda White Helmets yang dikelola oleh perusahaan PR (Public Relations) yang berkantor di New York, bekerja sama dengan berbagai LSM global, misalnya Avaaz. White Helmets menerima dana cash jutaan USD dari pemerintah Inggris dan AS.
Apa tujuannya? Untuk membuat propaganda bahwa pemerintah Suriah sangat kejam terhadap rakyatnya, sehingga layak digulingkan. Dan, mereka selalu sebutkan: “pemerintah Suriah itu Syiah.”
Opsi penggulingan yang dirancang oleh Barat adalah: dibombardir oleh NATO (bila diizinkan PBB, tapi selalu diveto oleh China dan Rusia), atau digulingkan melalui operasi “jihad” yang digerakkan oleh sejumlah negara Teluk dan Turki.
Milisi “jihad” itu perlu pasokan dana dan pasukan. Apa isu yang bisa membuat kaum Muslim marah dan mau merogoh kocek atau rela mati di Suriah? Tak lain, isu Sunni-Syiah.
Propaganda pun dilakukan dengan amat-sangat masif. Foto-foto dan video-video berdarah-darah, tak peduli darimana, bahkan termasuk foto korban kecelakaan di Turki, orang Palestina korban tembakan Israel, atau korban gempa di Azerbaijan, disebarkan dan diberi caption “orang Sunni yang dibantai Syiah”.
Propaganda anti-Syiah di era Perang Suriah ini dilakukan pula oleh agen-agen lokal dari negara-negara pendukung milisi “jihad”. Melalui pencetakan jutaan eksemplar buku “kesesatan Syiah” yang dibagikan gratis, ceramah-ceramah para ustadz radikal, maupun aksi-aksi penggalangan dana. Segala jenis cerita mengerikan disebut, tak peduli betapa tidak masuk akalnya.
Sialnya, begitu banyak orang Indonesia yang percaya hoax seperti “orang Syiah makan tai imamnya.” Foto Presiden Iran, Sayid Khatami yang memeluk putri kandungnya, diberi caption hoax “imam Syiah ini mengambil istri orang”.
Isu yang paling sering mereka sebut, “orang Syiah mencaci para Sahabat Rasulullah”. Sialnya lagi, memang ada segelintir orang (mengaku) Syiah yang secara provokatif melakukan perbuatan tersebut dan dengan sengaja disebar di medsos. Siapa mereka? Ya tinggal lihat saja, mereka basisnya dimana dan aliran dananya dari mana. Saya pernah ceritakan sebelumnya. [1]
Perang Suriah adalah proyek global Imperium (Barat). Dan salah satu korban dari proyek global ini adalah Kang Jalal. Segala cacian keji disematkan padanya. Acara-acara orasi beliau diboikot.
Tapi, apakah korban proyek Suriah terbatas untuk kaum Syiah saja?
Jawabnya TIDAK. Indonesia hari ini tercabik-cabik secara sosial; sedemikian tidak beradab dalam mengungkapkan kebencian; terancam oleh radikalisme dan terorisme. Pemerintah juga dihadapkan pada dilema: memulangkan WNI anggota ISIS yang kini terlunta-lunta di Suriah, atau membiarkannya saja. Anggota ISIS dan organisasi radikal lainnya terus bergerilya mencari pengikut dan menanti kesempatan untuk melakukan kekacauan di bumi pertiwi.
Paham takfirisme (inilah ideologi dasar ISIS dan milisi teror/ormas radikal) menyebar sedemikian cepat; bisa dilihat dari survei-survei mengenai radikalisme. Sebagian orang di negeri ini gemar melakukan “modelling” (peniruan) perilaku ala ISIS: merasa sah untuk mencaci-maki, bahkan membunuh, orang tidak “seiman”. Ukuran keimanan pun melebar kemana-mana, termasuk siapa presiden atau partai yang dipilih.
Inilah yang perlu kita renungkan bersama. Apakah kita akan terus membiarkan kondisi ini semakin memburuk? Mau dibawa kemana negeri ini?
Kang Jalal sudah pergi. Tapi jejak intelektual dan spiritualnya sangat mungkin diakses dan dipelajari kembali; untuk mengembalikan intelektualisme dalam beragama.
Lahumul Faatihah ma’ash sholawat.
Catatan kaki:
[1] https://dinasulaeman.wordpress.com/.../01/london-vs-tehran/
Di media online, di berita yang mengabarkan wafatnya Kang Jalal, saya dapati caci-maki dan ucapan ‘alhamdulillah’ dari banyak netizen. Luar biasa. Sungguh berbeda dengan kondisi ustadz X yang semasa hidupnya sering sekali menebar hinaan dan cacian; amat jauh dari sifat “intelektual”. Saat dia meninggal, tak saya dapati ada netizen yang mengucapkan cacian. Karena umumnya manusia beradab tahu bagaimana harus bersikap.
Tapi mengapa untuk seorang Kang Jalal, adab itu dibuang jauh-jauh? Penyebabnya adalah kebencian yang amat sangat, yang mengalahkan logika dan adab.
Lalu mengapa muncul kebencian itu?
Saya sudah sering ceritakan, berkali-kali, bertahun-tahun. Perang Suriah telah membuat Dunia Islam tercabik-cabik. Kebencian kepada umat Syiah secara global dikobarkan dengan sangat terstruktur dan tersistematis, didukung oleh dana raksasa dari negara-negara besar. Pelakunya, mulai dari jaringan media global, lembaga think tank, yang sebagiannya bahkan tidak terkait dengan agama; hingga yayasan kelas teri yang kerjaannya mencari donasi.
Saya pernah bercerita mengenai propaganda White Helmets yang dikelola oleh perusahaan PR (Public Relations) yang berkantor di New York, bekerja sama dengan berbagai LSM global, misalnya Avaaz. White Helmets menerima dana cash jutaan USD dari pemerintah Inggris dan AS.
Apa tujuannya? Untuk membuat propaganda bahwa pemerintah Suriah sangat kejam terhadap rakyatnya, sehingga layak digulingkan. Dan, mereka selalu sebutkan: “pemerintah Suriah itu Syiah.”
Opsi penggulingan yang dirancang oleh Barat adalah: dibombardir oleh NATO (bila diizinkan PBB, tapi selalu diveto oleh China dan Rusia), atau digulingkan melalui operasi “jihad” yang digerakkan oleh sejumlah negara Teluk dan Turki.
Milisi “jihad” itu perlu pasokan dana dan pasukan. Apa isu yang bisa membuat kaum Muslim marah dan mau merogoh kocek atau rela mati di Suriah? Tak lain, isu Sunni-Syiah.
Propaganda pun dilakukan dengan amat-sangat masif. Foto-foto dan video-video berdarah-darah, tak peduli darimana, bahkan termasuk foto korban kecelakaan di Turki, orang Palestina korban tembakan Israel, atau korban gempa di Azerbaijan, disebarkan dan diberi caption “orang Sunni yang dibantai Syiah”.
Propaganda anti-Syiah di era Perang Suriah ini dilakukan pula oleh agen-agen lokal dari negara-negara pendukung milisi “jihad”. Melalui pencetakan jutaan eksemplar buku “kesesatan Syiah” yang dibagikan gratis, ceramah-ceramah para ustadz radikal, maupun aksi-aksi penggalangan dana. Segala jenis cerita mengerikan disebut, tak peduli betapa tidak masuk akalnya.
Sialnya, begitu banyak orang Indonesia yang percaya hoax seperti “orang Syiah makan tai imamnya.” Foto Presiden Iran, Sayid Khatami yang memeluk putri kandungnya, diberi caption hoax “imam Syiah ini mengambil istri orang”.
Isu yang paling sering mereka sebut, “orang Syiah mencaci para Sahabat Rasulullah”. Sialnya lagi, memang ada segelintir orang (mengaku) Syiah yang secara provokatif melakukan perbuatan tersebut dan dengan sengaja disebar di medsos. Siapa mereka? Ya tinggal lihat saja, mereka basisnya dimana dan aliran dananya dari mana. Saya pernah ceritakan sebelumnya. [1]
Perang Suriah adalah proyek global Imperium (Barat). Dan salah satu korban dari proyek global ini adalah Kang Jalal. Segala cacian keji disematkan padanya. Acara-acara orasi beliau diboikot.
Tapi, apakah korban proyek Suriah terbatas untuk kaum Syiah saja?
Jawabnya TIDAK. Indonesia hari ini tercabik-cabik secara sosial; sedemikian tidak beradab dalam mengungkapkan kebencian; terancam oleh radikalisme dan terorisme. Pemerintah juga dihadapkan pada dilema: memulangkan WNI anggota ISIS yang kini terlunta-lunta di Suriah, atau membiarkannya saja. Anggota ISIS dan organisasi radikal lainnya terus bergerilya mencari pengikut dan menanti kesempatan untuk melakukan kekacauan di bumi pertiwi.
Paham takfirisme (inilah ideologi dasar ISIS dan milisi teror/ormas radikal) menyebar sedemikian cepat; bisa dilihat dari survei-survei mengenai radikalisme. Sebagian orang di negeri ini gemar melakukan “modelling” (peniruan) perilaku ala ISIS: merasa sah untuk mencaci-maki, bahkan membunuh, orang tidak “seiman”. Ukuran keimanan pun melebar kemana-mana, termasuk siapa presiden atau partai yang dipilih.
Inilah yang perlu kita renungkan bersama. Apakah kita akan terus membiarkan kondisi ini semakin memburuk? Mau dibawa kemana negeri ini?
Kang Jalal sudah pergi. Tapi jejak intelektual dan spiritualnya sangat mungkin diakses dan dipelajari kembali; untuk mengembalikan intelektualisme dalam beragama.
Lahumul Faatihah ma’ash sholawat.
Catatan kaki:
[1] https://dinasulaeman.wordpress.com/.../01/london-vs-tehran/