Iwan Setiawan
Pustakawan Perpustakaan Yayasan Muthahhari
Pustakawan Perpustakaan Yayasan Muthahhari
Pada masa kemudian, jauh dari era perjuangan kemerdekaan, kita mengenal seorang besar dengan kecintaan yang menakjubkan pada buku. Tiada lain tokoh ini adalah KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc. atau Kang Jalal. Figure dengan segudang sebutan. Ia seorang ahli komunikasi, dosen, cendikiawan, penulis dan seterusnya. Beliau juga seorang ulama pemikir dan pendiri organisasi Ijabi. Selain kecintaan pada buku, ada garis yang mempertemukan Kang Jalal dengan tiga founding fathers republik ini, yaitu dunia politik. Selama satu periode, Kang Jalal terpilih sebagai anggota parlemen.
Sebaik-baik teman adalah buku. Begitu ungkapan yang sering kita dengar atau baca dalam beragam media. Begitu istimewanya buku sehingga ungkapan bernada sedikit “berlebihan” itu hadir. Buku menggantikan peran sahabat, teman dekat, bahkan pasangan dalam meraih predikat sebagai teman yang paling baik.
Membandingkan buku dengan kehadiran orang-orang terdekat tentu masih bisa diperbincangkan. Tulisan ini hanya menyajikan sisi daya tarik yang dimiliki sebuah buku. Bagaimana buku mampu merebut perhatian orang-orang (besar) di alam raya ini. Bagaimana buku membentuk dan membesarkan orang-orang yang menulis dan membacanya.
Banyak kisah tentang kecintaan orang-orang besar pada buku yang luar biasa. Sekedar menyebutnya tiga, kita ketahui bila pendiri negeri tercinta ini adalah “pelahap-pelahap” buku yang jauh di atas rata-rata. Bung Karno tak pernah merasa terkucil di tanah pengasingan selama ada buku disisinya. Bung Hatta menempatkan buku sebagai “istri” pertamanya. Lain lagi kisah Sjahrir. Negarawan masa awal kemerdekaan ini sampai rela “bermusuhan” dengan seorang rekannya, gara-gara sang rekan acap membawa anak-anak ketika berkunjung. Anak-anak yang selalu mengaduk-aduk koleksi bukunya. Tak jarang buku-buku itu ketumpahan air minum mereka.
Pada masa kemudian, jauh dari era perjuangan kemerdekaan, kita mengenal seorang besar dengan kecintaan yang menakjubkan pada buku. Tiada lain tokoh ini adalah KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc. atau Kang Jalal. Figure dengan segudang sebutan. Ia seorang ahli komunikasi, dosen, cendekiawan, penulis dan seterusnya. Beliau juga seorang ulama pemikir dan pendiri organisasi IJABI. Selain kecintaan pada buku, ada garis yang mempertemukan Kang Jalal dengan tiga founding fathers republik ini, yaitu dunia politik. Selama satu periode, Kang Jalal terpilih sebagai anggota parlemen.
Kang Jalal dan Buku
Sudah menjadi pemandangan biasa Kang Jalal berkunjung ke perpustakaan. Bukan hanya perpustakaan “mini” di ruang kerjanya, juga Perpustakaan Muthahhari yang letaknya sepelemparan batu dari rumah beliau. Di dua tempat itu, Kang Jalal bekerja. Ia betah berlama-lama mencari buku di setiap rak. Membaca halaman demi halaman, menelaah isinya. Tak cukup satu, ada puluhan buku referensi menemaninya setiap berkunjung.
Sebagai pustakawan, dalam banyak kesempatan, saya membantunya menyajikan buku yang dicari. Biasanya, Kang Jalal menelpon terlebih dahulu. Ia memesan judul-judul buku yang diperlukan lengkap dengan nama penulisnya. Kang Jalal hafal di luar kepala warna dan ukuran buku yang dicarinya. Tidak sebatas buku-buku baru, buku lawas pun masih ia ingat dengan baik.
Menjadi satu kebanggaan bagi saya bila berhasil menemukan buku-buku pesanan tersebut. Dengan langkah tegap, saya menghantarkannya kepada beliau. Kang Jalal dengan senyuman khasnya menerima buku dari tangan saya, melihatnya dengan membolak-balik setiap buku wajahnya berseri. Ekspresi yang mirip seorang ayah saat bertemu anaknya setelah berpisah lama.
Akan berbeda halnya bila buku yang dicari belum atau tidak ditemukan. Kang Jalal dengan segera mendatangi ruang perpustakaan. Langkahnya sedikit tergesa, dengan busana “seadanya”. Terkadang ia datang dengan berkain sarung dan berkaus oblong. Pernah pula beliau datang dengan celana putih tiga perempat dan berkaus oblong, busana khas orang rumahan.
Kang Jalal terjun mencari buku sendiri. Setiap rak ia sisir, menjajagi kemungkinan buku yang diinginkan “hijrah” ke rak lain yang tidak seharusnya. Pernah suatu hari, ia mencari buku berjudul The Pursuit of Happiness. Buku bergenre psikologi itu nyasar ke rak lain. Pada hari yang lain ia mencari buku berjenis kitab kuning. Sebagai pustakawan yang belajar dan bekerja dengan huruf latin, saya agak gamang mencari rujukan dimaksud yang tentu saja bertuliskan huruf Arab “gundul”.
Koleksi buku Kang Jalal yang tersimpan di Perpustakaan Muthahhari alangkah banyak jumlahnya dan beragam topiknya. Dua contoh di atas menggambarkan keragaman itu. Buku-buku yang meliput tema-tema psikologi, komunikasi, filsafat, dan yang lainnya. Kitab-kitab rujukan melputi tema sejarah, hadis, tafsir dan sebagainya. Menyelami lautan koleksi buku Kang Jalal butuh berhalaman-halaman lembar tulisan.
Membandingkan buku dengan kehadiran orang-orang terdekat tentu masih bisa diperbincangkan. Tulisan ini hanya menyajikan sisi daya tarik yang dimiliki sebuah buku. Bagaimana buku mampu merebut perhatian orang-orang (besar) di alam raya ini. Bagaimana buku membentuk dan membesarkan orang-orang yang menulis dan membacanya.
Banyak kisah tentang kecintaan orang-orang besar pada buku yang luar biasa. Sekedar menyebutnya tiga, kita ketahui bila pendiri negeri tercinta ini adalah “pelahap-pelahap” buku yang jauh di atas rata-rata. Bung Karno tak pernah merasa terkucil di tanah pengasingan selama ada buku disisinya. Bung Hatta menempatkan buku sebagai “istri” pertamanya. Lain lagi kisah Sjahrir. Negarawan masa awal kemerdekaan ini sampai rela “bermusuhan” dengan seorang rekannya, gara-gara sang rekan acap membawa anak-anak ketika berkunjung. Anak-anak yang selalu mengaduk-aduk koleksi bukunya. Tak jarang buku-buku itu ketumpahan air minum mereka.
Pada masa kemudian, jauh dari era perjuangan kemerdekaan, kita mengenal seorang besar dengan kecintaan yang menakjubkan pada buku. Tiada lain tokoh ini adalah KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc. atau Kang Jalal. Figure dengan segudang sebutan. Ia seorang ahli komunikasi, dosen, cendekiawan, penulis dan seterusnya. Beliau juga seorang ulama pemikir dan pendiri organisasi IJABI. Selain kecintaan pada buku, ada garis yang mempertemukan Kang Jalal dengan tiga founding fathers republik ini, yaitu dunia politik. Selama satu periode, Kang Jalal terpilih sebagai anggota parlemen.
Kang Jalal dan Buku
Sudah menjadi pemandangan biasa Kang Jalal berkunjung ke perpustakaan. Bukan hanya perpustakaan “mini” di ruang kerjanya, juga Perpustakaan Muthahhari yang letaknya sepelemparan batu dari rumah beliau. Di dua tempat itu, Kang Jalal bekerja. Ia betah berlama-lama mencari buku di setiap rak. Membaca halaman demi halaman, menelaah isinya. Tak cukup satu, ada puluhan buku referensi menemaninya setiap berkunjung.
Sebagai pustakawan, dalam banyak kesempatan, saya membantunya menyajikan buku yang dicari. Biasanya, Kang Jalal menelpon terlebih dahulu. Ia memesan judul-judul buku yang diperlukan lengkap dengan nama penulisnya. Kang Jalal hafal di luar kepala warna dan ukuran buku yang dicarinya. Tidak sebatas buku-buku baru, buku lawas pun masih ia ingat dengan baik.
Menjadi satu kebanggaan bagi saya bila berhasil menemukan buku-buku pesanan tersebut. Dengan langkah tegap, saya menghantarkannya kepada beliau. Kang Jalal dengan senyuman khasnya menerima buku dari tangan saya, melihatnya dengan membolak-balik setiap buku wajahnya berseri. Ekspresi yang mirip seorang ayah saat bertemu anaknya setelah berpisah lama.
Akan berbeda halnya bila buku yang dicari belum atau tidak ditemukan. Kang Jalal dengan segera mendatangi ruang perpustakaan. Langkahnya sedikit tergesa, dengan busana “seadanya”. Terkadang ia datang dengan berkain sarung dan berkaus oblong. Pernah pula beliau datang dengan celana putih tiga perempat dan berkaus oblong, busana khas orang rumahan.
Kang Jalal terjun mencari buku sendiri. Setiap rak ia sisir, menjajagi kemungkinan buku yang diinginkan “hijrah” ke rak lain yang tidak seharusnya. Pernah suatu hari, ia mencari buku berjudul The Pursuit of Happiness. Buku bergenre psikologi itu nyasar ke rak lain. Pada hari yang lain ia mencari buku berjenis kitab kuning. Sebagai pustakawan yang belajar dan bekerja dengan huruf latin, saya agak gamang mencari rujukan dimaksud yang tentu saja bertuliskan huruf Arab “gundul”.
Koleksi buku Kang Jalal yang tersimpan di Perpustakaan Muthahhari alangkah banyak jumlahnya dan beragam topiknya. Dua contoh di atas menggambarkan keragaman itu. Buku-buku yang meliput tema-tema psikologi, komunikasi, filsafat, dan yang lainnya. Kitab-kitab rujukan melputi tema sejarah, hadis, tafsir dan sebagainya. Menyelami lautan koleksi buku Kang Jalal butuh berhalaman-halaman lembar tulisan.
Membeli “Toko Buku”
Perpustakaan yang menyatu dengan SMA Plus Muthahhari ini, bagian terbesar koleksinya adalah buku-buku milik Kang Jalal. Selain menyemarakan rak-rak yang terdapat di ruang utama, terdapat satu ruang khusus yang menyimpan buku-buku terbaru Kang Jalal. Ruang ini dinamai Perpustakaan Ustad Jalaluddin Rakhmat (UJR). Meski dinamai secara khusus, ruang ini terbuka bagi siapa pun yang ingin mengunjunginya.
Memasuki ruang ini, terlihat onggokan buku yang tersimpan dalam dus-dus berukuran besar. Sebagian isi dari dus-dus tersebut telah dipindahkan ke rak. Dan sebagian yang lainnya masih menunggu rak yang belum tersedia. Kang Jalal setiap berkunjung ke perpustakaan, menyempatkan untuk memeriksa buku-buku yang masih “tersegel” itu. Ia mengeluarkan buku dan mencocokannya dengan katalog yang ada.
Ihwal buku-buku ini, Kang Jalal mendapatkannya dari sebuah toko buku besar yang hampir tutup. Toko kitab ternama berkedudukan di ibu kota. Kang Jalal “memindahkan” toko kitab tersebut ke perpustakaannya. Membeli koleksi, yang dilego besar-besaran oleh pemiliknya. Sebagai pencinta pustaka, tentu perasaan beliau ibarat pelaut menemukan timbunan harta karun.
Sebagian kecil kitab-kitab itu telah Kang Jalal baca. Sebagian besar yang lain baru sempat beliau lihat sepintas. Beliau baca judulnya dan mengelompokannya dalam satu susunan. Kegiatan membedah koleksi baru ini hampir setiap hari beliau jalani. Bila sedang berada di Bandung, beliau tak pernah melewatkannya.
Saya bersyukur dapat menyertai Kang Jalal. Saya merasakan kegairahan beliau terhadap bahan pustaka yang melimpah ini. Saya melihat air muka bahagia beliau setiap memasuki ruangan ini. Saya mengalami beragam perasaan ketika mendengar langkah kaki Kang Jalal saat menapaki anak tangga menuju ruang perpustakaan. Kini, saya hanya bisa merindukan semuanya.
Perpustakaan yang menyatu dengan SMA Plus Muthahhari ini, bagian terbesar koleksinya adalah buku-buku milik Kang Jalal. Selain menyemarakan rak-rak yang terdapat di ruang utama, terdapat satu ruang khusus yang menyimpan buku-buku terbaru Kang Jalal. Ruang ini dinamai Perpustakaan Ustad Jalaluddin Rakhmat (UJR). Meski dinamai secara khusus, ruang ini terbuka bagi siapa pun yang ingin mengunjunginya.
Memasuki ruang ini, terlihat onggokan buku yang tersimpan dalam dus-dus berukuran besar. Sebagian isi dari dus-dus tersebut telah dipindahkan ke rak. Dan sebagian yang lainnya masih menunggu rak yang belum tersedia. Kang Jalal setiap berkunjung ke perpustakaan, menyempatkan untuk memeriksa buku-buku yang masih “tersegel” itu. Ia mengeluarkan buku dan mencocokannya dengan katalog yang ada.
Ihwal buku-buku ini, Kang Jalal mendapatkannya dari sebuah toko buku besar yang hampir tutup. Toko kitab ternama berkedudukan di ibu kota. Kang Jalal “memindahkan” toko kitab tersebut ke perpustakaannya. Membeli koleksi, yang dilego besar-besaran oleh pemiliknya. Sebagai pencinta pustaka, tentu perasaan beliau ibarat pelaut menemukan timbunan harta karun.
Sebagian kecil kitab-kitab itu telah Kang Jalal baca. Sebagian besar yang lain baru sempat beliau lihat sepintas. Beliau baca judulnya dan mengelompokannya dalam satu susunan. Kegiatan membedah koleksi baru ini hampir setiap hari beliau jalani. Bila sedang berada di Bandung, beliau tak pernah melewatkannya.
Saya bersyukur dapat menyertai Kang Jalal. Saya merasakan kegairahan beliau terhadap bahan pustaka yang melimpah ini. Saya melihat air muka bahagia beliau setiap memasuki ruangan ini. Saya mengalami beragam perasaan ketika mendengar langkah kaki Kang Jalal saat menapaki anak tangga menuju ruang perpustakaan. Kini, saya hanya bisa merindukan semuanya.