KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat
Ketua Dewan Syura IJABI
Ketua Dewan Syura IJABI
“Pada hari kiamat nanti,” sabda Nabi saw, “berkaum-kaum datang dengan membawa kebaikan sebesar rangkaian gunung Tihamah. Tapi kebaikan itu semua diperintahkan untuk dibakar api. Allah menjadikan amalnya bagaikan debu yang beterbangan. Orang bertanya: Ya Rasul Allah, apakah mereka melakukan salat? Nabi saw menjawab: Mereka itu melakukan salat dan puasa dan mengambil sebagian malamnya untuk beribadat, tetapi apabila dari jauh terlihat sedikit saja keuntungan dunia, mereka melompat padanya dengan cepat!”
Pegunungan Tihamah memanjang di pantai sebelah Barat Arab Saudi sejak Laut Merah di sebelah utara sampai Yaman di sebelah selatan. Rangkaian bukit Tihamah sering dijadikan ungkapan untuk menunjukkan sesuatu yang sangat besar dan banyak. Pegunungan Tihamah sering disebut Nabi saw dalam hadis-hadisnya.
“Pada hari kiamat nanti,” sabda Nabi saw, “berkaum-kaum datang dengan membawa kebaikan sebesar rangkaian gunung Tihamah. Tapi kebaikan itu semua diperintahkan untuk dibakar api. Allah menjadikan amalnya bagaikan debu yang beterbangan. Orang bertanya: Ya Rasul Allah, apakah mereka melakukan salat? Nabi saw menjawab: Mereka itu melakukan salat dan puasa dan mengambil sebagian malamnya untuk beribadat, tetapi apabila dari jauh terlihat sedikit saja keuntungan dunia, mereka melompat padanya dengan cepat!”
Bayangkan dalam benak Anda kehadiran Anda pada pengadilan Ilahi. Ditumpukkan di hadapan Anda seluruh kebaikan Anda. Luar biasa banyaknya. Sebanyak pegunungan Tihamah. Anda melonjak gembira. Tiba-tiba didatangkan api besar yang membakar habis semua. Amal Anda tidak lagi sebanyak bukit-bukit Tihamah, tetapi menjadi debu yang dicerai-beraikan.
“Debu yang dicerai-beraikan”, habaa-an mantsura, adalah ungkapan Al-Quran untuk amal yang sia-sia, amal yang tidak diterima. Pada ayat yang lain, Al-Quran menyebutnya fatamorgana, saraab. Amal-amal itu dilihat dari jauh seperti mata air buat pejalan di padang pasir, tetapi sebenarnya hanyalah fatamorgana:
“Pada hari kiamat nanti,” sabda Nabi saw, “berkaum-kaum datang dengan membawa kebaikan sebesar rangkaian gunung Tihamah. Tapi kebaikan itu semua diperintahkan untuk dibakar api. Allah menjadikan amalnya bagaikan debu yang beterbangan. Orang bertanya: Ya Rasul Allah, apakah mereka melakukan salat? Nabi saw menjawab: Mereka itu melakukan salat dan puasa dan mengambil sebagian malamnya untuk beribadat, tetapi apabila dari jauh terlihat sedikit saja keuntungan dunia, mereka melompat padanya dengan cepat!”
Bayangkan dalam benak Anda kehadiran Anda pada pengadilan Ilahi. Ditumpukkan di hadapan Anda seluruh kebaikan Anda. Luar biasa banyaknya. Sebanyak pegunungan Tihamah. Anda melonjak gembira. Tiba-tiba didatangkan api besar yang membakar habis semua. Amal Anda tidak lagi sebanyak bukit-bukit Tihamah, tetapi menjadi debu yang dicerai-beraikan.
“Debu yang dicerai-beraikan”, habaa-an mantsura, adalah ungkapan Al-Quran untuk amal yang sia-sia, amal yang tidak diterima. Pada ayat yang lain, Al-Quran menyebutnya fatamorgana, saraab. Amal-amal itu dilihat dari jauh seperti mata air buat pejalan di padang pasir, tetapi sebenarnya hanyalah fatamorgana:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (Al-Nuur: 39).
Apa yang menyebabkan semuanya sia-sia? Cinta dunia! Jika melihat keuntungan dunia, walaupun samar-samar di hadapan, Anda meloncat ke situ tanpa peduli halal dan haram.
Pada suatu hari Nabi yang mulia berkhotbah, “Siapa yang mengucapkan Subhanallah satu kali, Allah menanamkan buat dia satu pohon di surga.” Seorang sahabat dari Quraisy berdiri, “Kalau begitu, saya sudah banyak punya pohon di surga.” Nabi segera menukas, “Benar, tetapi hati-hati jangan sampai kamu kirimkan api dan kamu membumi-hanguskannya!”
Secara sederhana, cinta dunia ialah ketika Anda menilai kemuliaan manusia dari tumpukan kekayaan, ketinggian jabatan, kemasyhuran reputasi, dan kehebatan gengsi. Cinta dunia membakar habis kebaikan-kebaikan Anda. Dan Nabi saw menggambarkan cinta dunia dengan menggunakan pegunungan Tihamah lagi.
Kali ini, Nabi saw sedang duduk bersama Jibrail di bukit Shafa. Rasul Allah berkata, ”Wahai Jibril, keluarga Muhammad pada sore ini tidak punya sejemput tepung atau pun segenggam gandum”.
Belum habis Rasulullah berbicara, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh seperti gunung yang runtuh. “Apakah sebentar lagi kiamat,?” tanya Nabi saw. Jibril menjawab, “Tidak, tapi Israfil baru saja diperintahkan untuk menemuimu. Setelah ia mendengar perkataanmu.”
Berkata Israfil, “Allah sudah mendengar apa yang kausebut (perihal kesederhanaan hidupmu). Dia mengutus aku untuk menawarkan kunci-kunci perbendaharaan bumi. Ia perintahkan aku untuk aku ubah pegunungan Tihamah menjadi zamrud, yaqut, emas dan perak untukmu. Pilihlah apakah engkau ingin menjadi Nabi sekaligus raja (yang kaya raya) atau hamba sahaya sekaligus Nabi, ‘abdan nabiyya. Jibril memberi isyarat agar Nabi saw memilih merendahkan diri. Berkatalah sang Nabi, “Aku memilih ‘abdan nabiya. Tiga kali”
Baca juga:
Wara’: Amal yang Paling Utama
Amirul Mu’minin Imam Ali bin Abi Thalib as.
Apa yang menyebabkan semuanya sia-sia? Cinta dunia! Jika melihat keuntungan dunia, walaupun samar-samar di hadapan, Anda meloncat ke situ tanpa peduli halal dan haram.
Pada suatu hari Nabi yang mulia berkhotbah, “Siapa yang mengucapkan Subhanallah satu kali, Allah menanamkan buat dia satu pohon di surga.” Seorang sahabat dari Quraisy berdiri, “Kalau begitu, saya sudah banyak punya pohon di surga.” Nabi segera menukas, “Benar, tetapi hati-hati jangan sampai kamu kirimkan api dan kamu membumi-hanguskannya!”
Secara sederhana, cinta dunia ialah ketika Anda menilai kemuliaan manusia dari tumpukan kekayaan, ketinggian jabatan, kemasyhuran reputasi, dan kehebatan gengsi. Cinta dunia membakar habis kebaikan-kebaikan Anda. Dan Nabi saw menggambarkan cinta dunia dengan menggunakan pegunungan Tihamah lagi.
Kali ini, Nabi saw sedang duduk bersama Jibrail di bukit Shafa. Rasul Allah berkata, ”Wahai Jibril, keluarga Muhammad pada sore ini tidak punya sejemput tepung atau pun segenggam gandum”.
Belum habis Rasulullah berbicara, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh seperti gunung yang runtuh. “Apakah sebentar lagi kiamat,?” tanya Nabi saw. Jibril menjawab, “Tidak, tapi Israfil baru saja diperintahkan untuk menemuimu. Setelah ia mendengar perkataanmu.”
Berkata Israfil, “Allah sudah mendengar apa yang kausebut (perihal kesederhanaan hidupmu). Dia mengutus aku untuk menawarkan kunci-kunci perbendaharaan bumi. Ia perintahkan aku untuk aku ubah pegunungan Tihamah menjadi zamrud, yaqut, emas dan perak untukmu. Pilihlah apakah engkau ingin menjadi Nabi sekaligus raja (yang kaya raya) atau hamba sahaya sekaligus Nabi, ‘abdan nabiyya. Jibril memberi isyarat agar Nabi saw memilih merendahkan diri. Berkatalah sang Nabi, “Aku memilih ‘abdan nabiya. Tiga kali”
Baca juga:
Wara’: Amal yang Paling Utama
Amirul Mu’minin Imam Ali bin Abi Thalib as.