Dr. Zaprulkhan, M.S.I
Dekan Fakultas Dakwah & Komunikasi Islam
IAIN SAS Bangka Belitung
Dekan Fakultas Dakwah & Komunikasi Islam
IAIN SAS Bangka Belitung
Setiap kisah yang dinarasikannya, selalu kontekstual, relevan dan menemukan aktualitasnya dalam merespons masalah-masalah aktual. Walaupun berbagai kisah-kisah itu sudah berlalu ribuan tahun silam, tapi dengan sentuhan pena seorang Jalaluddin Rakhmat, kisah-kisah klasik itu terasa benar-benar hidup, hadir, dan menyapa kehidupan yang tengah kita jalani hari ini.
Saya mengenal Kang Jalal, panggilan akrab Jalaluddin Rakhmat, agak terlambat. Kang Jalal sudah sangat tersohor pada pertengahan tahun 1980-an sebagai salah seorang cendekiawan muslim yang diperhitungkan dalam jagad keilmuan Nusantara dengan karya cemerlangnya: Islam Alternatif. Tapi buku Kang Jalal yang pertama saya baca justru buku Reformasi Sufistik.
Buku ini berisi tulisan-tulisan singkat Kang Jalal yang pernah dimuat dalam Majalah Ummat. Secara global, dalam sebagian besar tulisannya Kang Jalal selalu mengawalinya dengan sebuah kisah sesuai dengan tema yang dibahasnya. Kemudian beliau menarik pesan moral secara kontekstual dengan berbagai problematika yang sedang aktual, sehingga kisah-kisah itu menemukan relevansinya. |
Kesan yang masih membekas dalam benak saya sampai hari ini, adalah kehebatan Kang Jalal dalam menghubungkan kisah-kisah yang digulirkannya dengan beragam persoalan aktual. Kang Jalal bukan hanya fasih menggunakan puspa ragam frase yang sangat indah, tapi juga mampu menyengat kesadaran kita. Seringkali ditengah-tengah mambaca, saya harus berhenti sejenak, karena tersentak dengan sebuah wawasan brilian yang tak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya.
Setiap kisah yang dinarasikannya, selalu kontekstual, relevan dan menemukan aktualitasnya dalam merespon masalah-masalah aktual. Walaupun berbagai kisah-kisah itu sudah berlalu ribuan tahun silam, tapi dengan sentuhan pena seorang Jalaluddin Rakhmat, kisah-kisah klasik itu terasa benar-benar hidup, hadir, dan menyapa kehidupan yang tengah kita jalani hari ini.
Saya benar-benar terpesona. Saya benar-benar takjub. Saya kagum dengan kepiawaian Kang Jalal yang mampu membungkus pesan-pesan yang bernas dengan bahasa yang ringan namun sangat berbobot maknanya. Anehnya, setelah rampung membaca buku Reformasi Sufistik itu, ketika membaca sebuah kisah lain, saya tiba-tiba mampu melihat pesan moralnya. Anehnya lagi, sejak saat itu juga, saya jadi bisa menulis, terutama dalam membingkai pesan-pesan moral dari beragam kisah-kisah ulama klasik. Sejak hari itu sampai hari ini, saya sudah menghasilkan tujuh buku yang berisi pesan-pesan moral dari berbagai kisah yang saya tulis.
Melihat semua itu, tiba-tiba saya teringat ungkapan pujangga besar Libanon, Kahlil Gibran: “Kekaguman adalah pintu pertama yang akan mengantarkan engkau sampai pada apa yang engkau kagumi”.
Secara metaforis, kekaguman autentik itu laksana cahaya terang yang menerobos masuk ke dalam labirin-labirin gelap dan mampu memperlihatkan serpihan-serpihan mutiara yang tersembunyi di dalamnya, sehingga mutiara itu menjadi tampak bersinar pula.
Setiap kisah yang dinarasikannya, selalu kontekstual, relevan dan menemukan aktualitasnya dalam merespon masalah-masalah aktual. Walaupun berbagai kisah-kisah itu sudah berlalu ribuan tahun silam, tapi dengan sentuhan pena seorang Jalaluddin Rakhmat, kisah-kisah klasik itu terasa benar-benar hidup, hadir, dan menyapa kehidupan yang tengah kita jalani hari ini.
Saya benar-benar terpesona. Saya benar-benar takjub. Saya kagum dengan kepiawaian Kang Jalal yang mampu membungkus pesan-pesan yang bernas dengan bahasa yang ringan namun sangat berbobot maknanya. Anehnya, setelah rampung membaca buku Reformasi Sufistik itu, ketika membaca sebuah kisah lain, saya tiba-tiba mampu melihat pesan moralnya. Anehnya lagi, sejak saat itu juga, saya jadi bisa menulis, terutama dalam membingkai pesan-pesan moral dari beragam kisah-kisah ulama klasik. Sejak hari itu sampai hari ini, saya sudah menghasilkan tujuh buku yang berisi pesan-pesan moral dari berbagai kisah yang saya tulis.
Melihat semua itu, tiba-tiba saya teringat ungkapan pujangga besar Libanon, Kahlil Gibran: “Kekaguman adalah pintu pertama yang akan mengantarkan engkau sampai pada apa yang engkau kagumi”.
Secara metaforis, kekaguman autentik itu laksana cahaya terang yang menerobos masuk ke dalam labirin-labirin gelap dan mampu memperlihatkan serpihan-serpihan mutiara yang tersembunyi di dalamnya, sehingga mutiara itu menjadi tampak bersinar pula.
Kekaguman saya pada kehebatan dan kemahiran Kang Jalal dalam merangkai pesan-pesan moral-aktual dari pelbagai kisah, mengilhami saya sekelumit kemampuan membingkai pesan-pesan moral-spiritual dari beragam kisah dalam bentuk tulisan juga. Jadi harus saya akui dengan jujur, buku Reformasi Sufistik itulah, salah satu buku pertama yang telah menginspirasi saya menjadi penulis secara otodidak. (Setelah itu, saya memburu semua buku-buku Kang Jalal, bahkan sampai hari ini). Semesta terima kasih saya haturkan kepada Kang Jalal yang telah menginspirasi saya menulis meskipun beliau tidak mengetahuinya.