KH. Dr. Jalaluddin Rakhmat
Ketua Dewan Syura IJABI
".... Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu....." [QS. Al-Baqarah: Ayat 185]
Ketua Dewan Syura IJABI
".... Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu....." [QS. Al-Baqarah: Ayat 185]
Ijinkan saja Saya bercerita dulu, karena pada bulan Ramadhan ini kita biasanya lebih senang mendengar cerita ketimbang berbicara yang agak ilmiah.
Pada bulan Ramadhan, pada hari yang ke-16 Rasulullah SAW berangkat beserta para sahabatnya menuju Mekkah. Sampai kira-kira sekian ratus mil dari Kota Madinah menjelang waktu ashar, para sahabat datang mengadu kepadanya, Ya Rasulullah berat sekali puasa dalam perjalanan ini, terutama mereka yang tidak mengendarai kendaraan, lalu Rasulullah SAW minta agar disediakan air dan kemudian kata beliau angkat air itu dihadapan orang banyak. Beliau berbuka disaksikan orang banyak dan beliau memerintahkan, aku berbuka dan berbukalah kalian. Lalu orang-orang melapor, ya Rasulullah ada sebagian orang terus saja puasa, kemudian Rasulullah SAW berkata, mereka adalah pendurhaka-pendurhaka. Dan beliau menyebut perkataan ini dua sampai tiga kali.
Hadist ini diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Turmudzi, Ibnu Hibban, Tafsir at-Thobari dan banyak kitab tafsir yang meriwayatkan hadist ini. Menurut Albani, hadist ini shahih.
Pelajaran yang dapat diambil dari hadist ini adalah bahwa Rasulullah SAW berbuka pada waktu berada dalam perjalanan dan menyuruh para sahabatnya berbuka. Saya tidak tahu bagaimana harus menafsirkan Ibu Saeni itu yang membuka rumah makannya untuk memberikan kesempatan kepada para musafir dan orang-orang yang tidak berpuasa tetap bisa makan pada waktu siang.
Dalam al-Qur'an setelah ayat-ayat tentang puasa, yang Allah SWT sebut setelah kewajiban puasa adalah hak orang untuk tidak berpuasa,
Pada bulan Ramadhan, pada hari yang ke-16 Rasulullah SAW berangkat beserta para sahabatnya menuju Mekkah. Sampai kira-kira sekian ratus mil dari Kota Madinah menjelang waktu ashar, para sahabat datang mengadu kepadanya, Ya Rasulullah berat sekali puasa dalam perjalanan ini, terutama mereka yang tidak mengendarai kendaraan, lalu Rasulullah SAW minta agar disediakan air dan kemudian kata beliau angkat air itu dihadapan orang banyak. Beliau berbuka disaksikan orang banyak dan beliau memerintahkan, aku berbuka dan berbukalah kalian. Lalu orang-orang melapor, ya Rasulullah ada sebagian orang terus saja puasa, kemudian Rasulullah SAW berkata, mereka adalah pendurhaka-pendurhaka. Dan beliau menyebut perkataan ini dua sampai tiga kali.
Hadist ini diriwayatkan dalam Shahih Muslim, Turmudzi, Ibnu Hibban, Tafsir at-Thobari dan banyak kitab tafsir yang meriwayatkan hadist ini. Menurut Albani, hadist ini shahih.
Pelajaran yang dapat diambil dari hadist ini adalah bahwa Rasulullah SAW berbuka pada waktu berada dalam perjalanan dan menyuruh para sahabatnya berbuka. Saya tidak tahu bagaimana harus menafsirkan Ibu Saeni itu yang membuka rumah makannya untuk memberikan kesempatan kepada para musafir dan orang-orang yang tidak berpuasa tetap bisa makan pada waktu siang.
Dalam al-Qur'an setelah ayat-ayat tentang puasa, yang Allah SWT sebut setelah kewajiban puasa adalah hak orang untuk tidak berpuasa,
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُ ۥ فِدۡيَةٌ۬ طَعَامُ مِسۡكِينٍ۬ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرً۬ا فَهُوَ خَيۡرٌ۬ لَّهُ ۥۚ وَأَن تَصُومُواْ خَيۡرٌ۬ لَّڪُمۡۖ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ
"..... Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin....."[QS. Al-Baqarah: Ayat 184]
Dan ayat ini diulang dua kali,
Dan ayat ini diulang dua kali,
وَمَن ڪَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ۬ فَعِدَّةٌ۬ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِڪُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِڪُمُ ٱلۡعُسۡرَ
".... Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu....." [QS. Al-Baqarah: Ayat 185]
Artinya disitu Allah SWT memberikan penghormatan. Bukan kepada yang berpuasa, tapi kepada orang-orang yang tidak berpuasa supaya mereka diberi hak untuk bisa berbuka pada waktu siang hari, disitu ada orang tua, orang sakit.
Saya amat mengapresiasi komentar Menteri Agama pada puasa dua tahun yang lalu bahwa kita harus menghormati orang yang tidak berpuasa. Menteri memiliki keberanian untuk tidak mengikuti political correctness dalam menyampaikan pendapatnya, meskipun waktu itu Komisi VIII DPR menyerangnya habis-habisan.
Terakhir, ijinkan Saya menceritakan sebuah hadis. Suatu saat Nabi melihat ada seorang perempuan yang sedang duduk bersama perempuan yang lain, lalu Nabi panggil perempuan itu, Nabi sediakan makanan bagi dia. Makanlah kamu kata Nabi, tapi perempuan itu berkata, Saya puasa. Nabi berkata, kaifa takuuniina saaimatan wa sababti jaariatan, bagaimana kamu dihitung puasa lalu kamu maki-maki tetanggamu.
Bagaimana kita mau menghormati orang berpuasa dengan merampas hak orang yang tidak berpuasa, merampas hak orang miskin untuk mencari nafkah pada bulan puasa. Jadi kesimpulannya berbeda dengan yang lainnya, Saya tetap akan membuka warung saya di bulan puasa.
Artinya disitu Allah SWT memberikan penghormatan. Bukan kepada yang berpuasa, tapi kepada orang-orang yang tidak berpuasa supaya mereka diberi hak untuk bisa berbuka pada waktu siang hari, disitu ada orang tua, orang sakit.
Saya amat mengapresiasi komentar Menteri Agama pada puasa dua tahun yang lalu bahwa kita harus menghormati orang yang tidak berpuasa. Menteri memiliki keberanian untuk tidak mengikuti political correctness dalam menyampaikan pendapatnya, meskipun waktu itu Komisi VIII DPR menyerangnya habis-habisan.
Terakhir, ijinkan Saya menceritakan sebuah hadis. Suatu saat Nabi melihat ada seorang perempuan yang sedang duduk bersama perempuan yang lain, lalu Nabi panggil perempuan itu, Nabi sediakan makanan bagi dia. Makanlah kamu kata Nabi, tapi perempuan itu berkata, Saya puasa. Nabi berkata, kaifa takuuniina saaimatan wa sababti jaariatan, bagaimana kamu dihitung puasa lalu kamu maki-maki tetanggamu.
Bagaimana kita mau menghormati orang berpuasa dengan merampas hak orang yang tidak berpuasa, merampas hak orang miskin untuk mencari nafkah pada bulan puasa. Jadi kesimpulannya berbeda dengan yang lainnya, Saya tetap akan membuka warung saya di bulan puasa.