KH. Jalaluddin Rakhmat
Seorang yang berhaji dan seorang yang berumrah adalah tamu-tamu atau delegasi Allah. Ketika mereka meminta kepada Allah maka Dia akan memberi kepada mereka. Jika mereka berdoa kepada Allah maka Dia akan menjawab doa mereka. Jika mereka meminta pertolongan kepada Allah maka Dia akan memberikan pertolongan kepada mereka. Jika mereka meminta untuk diberikan kesempatan mendoakan orang lain maka Allah akan memberikan kesempatan itu. Jika mereka tidak berdoa pun maka Allah akan memulai dengan memberikan anugerah-Nya dan akan menganti nafkah haji mereka.
Bismillahir-rahmanir-rahim
Berkenaan dengan ibadah haji, kita akan membacakan hadis-hadis tentang keutamaan ibadah haji, terutama tentang keutamaan orang yang berhaji. Itu yang pertama. Kedua, tentang pahala orang yang berangkat melakukan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji. Ketiga, tentang posisi jamaah haji sebagai tamu-tamu Allah. Keempat, tentang pahala orang yang menjaga kepentingan orang yang berhaji itu, pada rumahnya dan keluarganya. Kelima, tentang orang yang memberi bekal dan memberi bantuan kepada orang yang pergi haji. Keenam, tentang memberikan salam kepada orang yang kembali dari haji. Terakhir, ketujuh, tentang orang-orang yang menghajikan orang lain atau yang menyertakan di dalam hajinya pahala bagi orang lain. Kalau masih ada waktu, kita akan membicarakan syarat-syarat diterimanya haji.
Sebelum itu, kita akan memulai dengan orang-orang yang meninggalkan ibadah haji karena satu urusan atau karena hal-hal yang lain. Saya bacakan hadis-hadisnya saja.
Dari Imam al-Baqir as:
"Kalau ada seorang hamba yang lebih mendahulukan keperluan duniawi ketimbang ibadah hajinya, maka dia akan melihat orang yang pulang dari haji dalam keadaan sudah bercukur sebelum keperluannya itu terpenuhi."
Kemudian dalam sebuah hadis qudsi Tuhan berfirman:
Ada seorang hamba yang Aku memberinya rezeki yang banyak kepadanya dan Aku memperlakukannya dengan baik, tetapi dia tidak berkunjung kepada-Ku di tempat suci ini setiap lima tahun sekali, maka Kujadikan dia orang yang diharamkan dari Rahmat-Ku.
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa kalau ada orang yang memiliki kelebihan dan harta yang banyak, tetapi dia tidak pemah berhaji dan tidak melakukan haji, maka tidaklah dia tertahan untuk berkunjung ke Baitullah kecuali karena dosanya.
Pada satu hari, dibacakan ayat Al-Quran di depan Abu Abdillah as, lalu Imam ditanya tentang maksud firman Allah Swt tersebut. Orang yang bertanya ini adalah Abu Bashir, seorang murid Imam Ja'far ash-Shadiq yang buta.
Di kalangan saudara-saudaranya kaum Muslim, sahabat Imam itu tidak disebut si buta. Demi penghormatan kepadanya, Imam Ja'far memanggilnya Abu Bashir, bapak dari anak yang melihat, karena anaknya bisa melihat. Ia adalah sahabat dekat Imam Ja'far. Dialah orang yang ketika memasuki Masjidil Haram mendengar gemuruh suara orang-orang yang berhaji. Karena dia tidak bisa melihat mereka, maka dia bertanya, "Imam, betapa banyak orang yang berhaji." Imam Ja'far berkata, "Betapa sedikit orang yang berhaji dan betapa banyak orang yang sekadar berteriak-teriak saja." Mungkin, terjemahan bebasnya adalah: "Betapa sedikit orang yang berhaji dan betapa banyak raungan binatang."
Tentu saja, Abu Bashir merasa heran. Kemudian wajahnya diusap oleh Imam Ja'far, sehingga mata yang buta ini bisa melihat. Tetapi begitu dia melihat di sekitar Ka'bah, dia melihat binatang-binatang; monyet-monyet, babi-babi, dan binatang-binatang buas, dan hanya ada beberapa orang yang berkilau-kilau cahayanya seperti kilat di sekitar itu. Kata Imam Ja'far, yang bersinar-sinar itulah orang-orang yang berhaji dengan sebenar-benamya, sementara yang lainnya adalah binatang-binatang buas.
Kata Abu Bashir, "Imam, Anda sudah membuat saya ketakutan."
Imam Ja'far berkata, "Sebetulnya Allah tidak bakhil dengan rahmat-Nya kepadamu."
Kemudian Imam mengusap lagi wajahnya dan matanya kembali buta, karena Allah punya rencana yang lebih baik daripada kita. Abu Bashir inilah yang meriwayatkan hadis yang akan saya sampaikan sekarang.
Ayat yang dibacakan di hadapan Imam itu adalah firman Allah Swt:
Berkenaan dengan ibadah haji, kita akan membacakan hadis-hadis tentang keutamaan ibadah haji, terutama tentang keutamaan orang yang berhaji. Itu yang pertama. Kedua, tentang pahala orang yang berangkat melakukan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji. Ketiga, tentang posisi jamaah haji sebagai tamu-tamu Allah. Keempat, tentang pahala orang yang menjaga kepentingan orang yang berhaji itu, pada rumahnya dan keluarganya. Kelima, tentang orang yang memberi bekal dan memberi bantuan kepada orang yang pergi haji. Keenam, tentang memberikan salam kepada orang yang kembali dari haji. Terakhir, ketujuh, tentang orang-orang yang menghajikan orang lain atau yang menyertakan di dalam hajinya pahala bagi orang lain. Kalau masih ada waktu, kita akan membicarakan syarat-syarat diterimanya haji.
Sebelum itu, kita akan memulai dengan orang-orang yang meninggalkan ibadah haji karena satu urusan atau karena hal-hal yang lain. Saya bacakan hadis-hadisnya saja.
Dari Imam al-Baqir as:
"Kalau ada seorang hamba yang lebih mendahulukan keperluan duniawi ketimbang ibadah hajinya, maka dia akan melihat orang yang pulang dari haji dalam keadaan sudah bercukur sebelum keperluannya itu terpenuhi."
Kemudian dalam sebuah hadis qudsi Tuhan berfirman:
Ada seorang hamba yang Aku memberinya rezeki yang banyak kepadanya dan Aku memperlakukannya dengan baik, tetapi dia tidak berkunjung kepada-Ku di tempat suci ini setiap lima tahun sekali, maka Kujadikan dia orang yang diharamkan dari Rahmat-Ku.
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa kalau ada orang yang memiliki kelebihan dan harta yang banyak, tetapi dia tidak pemah berhaji dan tidak melakukan haji, maka tidaklah dia tertahan untuk berkunjung ke Baitullah kecuali karena dosanya.
Pada satu hari, dibacakan ayat Al-Quran di depan Abu Abdillah as, lalu Imam ditanya tentang maksud firman Allah Swt tersebut. Orang yang bertanya ini adalah Abu Bashir, seorang murid Imam Ja'far ash-Shadiq yang buta.
Di kalangan saudara-saudaranya kaum Muslim, sahabat Imam itu tidak disebut si buta. Demi penghormatan kepadanya, Imam Ja'far memanggilnya Abu Bashir, bapak dari anak yang melihat, karena anaknya bisa melihat. Ia adalah sahabat dekat Imam Ja'far. Dialah orang yang ketika memasuki Masjidil Haram mendengar gemuruh suara orang-orang yang berhaji. Karena dia tidak bisa melihat mereka, maka dia bertanya, "Imam, betapa banyak orang yang berhaji." Imam Ja'far berkata, "Betapa sedikit orang yang berhaji dan betapa banyak orang yang sekadar berteriak-teriak saja." Mungkin, terjemahan bebasnya adalah: "Betapa sedikit orang yang berhaji dan betapa banyak raungan binatang."
Tentu saja, Abu Bashir merasa heran. Kemudian wajahnya diusap oleh Imam Ja'far, sehingga mata yang buta ini bisa melihat. Tetapi begitu dia melihat di sekitar Ka'bah, dia melihat binatang-binatang; monyet-monyet, babi-babi, dan binatang-binatang buas, dan hanya ada beberapa orang yang berkilau-kilau cahayanya seperti kilat di sekitar itu. Kata Imam Ja'far, yang bersinar-sinar itulah orang-orang yang berhaji dengan sebenar-benamya, sementara yang lainnya adalah binatang-binatang buas.
Kata Abu Bashir, "Imam, Anda sudah membuat saya ketakutan."
Imam Ja'far berkata, "Sebetulnya Allah tidak bakhil dengan rahmat-Nya kepadamu."
Kemudian Imam mengusap lagi wajahnya dan matanya kembali buta, karena Allah punya rencana yang lebih baik daripada kita. Abu Bashir inilah yang meriwayatkan hadis yang akan saya sampaikan sekarang.
Ayat yang dibacakan di hadapan Imam itu adalah firman Allah Swt:
وَمَنْ كَانَ فِيْ هٰذِهٖٓ اَعْمٰى فَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ اَعْمٰى وَاَضَلُّ سَبِيْلًا
Dan barangsiapa buta (hatinya) di dunia ini, maka di akhirat dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan (yang benar). (QS al-Isra' [17]: 72).
Mendengar ayat ini, Abu Bashir terkejut. Lalu dia bertanya kepada Abu Abdillah as karena dia buta di dunia ini dan dia khawatir di akhirat juga buta. Tetapi kata Imam Ja'far, "Bukan buta itu yang dimaksud. Yang dimaksud dengan orang yang buta di dunia ini dan di akhirat juga buta dan sesat jalannya adalah orang yang menunda-nunda pelaksanaan ibadah hajinya sampai kemudian dia meninggal dunia sebelum sempat menunaikan ibadah haji. Dia akan menjadi buta pada hari kiamat.”
Kemudian kepada Abu Abdillah ditanyakan juga bahwa ada seorang pedagang punya harta, tetapi setiap tahun dia selalu menangguhkan ibadah hajinya, dan tidak ada yang menyebabkan dia mengangguhkan ibadah hajinya selain kesibukannya berdagang dan mengurus utang-utangnya. Abu Abdillah as menjawab:
"Jika seseorang telah mampu berhaji, kemudian dia tidak melaksanakannya, sementara tidak ada kesibukan yang menghalanginya, maka itu berarti dia telah meninggalkan salah satu syariat Islam."
Dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
"Barangsiapa yang mati dan dia tidak berhaji, bukan karena terhalang oleh kesulitan yang sangat berat, atau sakit yang parah, atau penguasa zalim, maka dia mati dalam salah satu dari dua hal, yaitu sebagai yahudi atau sebagai nasrani."
Kemudian seseorang bertanya,
"Ya Rasulullah, apakah orang yang meninggalkan haji itu kafir?'
Nabi menjawab:
"Tidak, dia tidak kafir. Tetapi barangsiapa menolak kebenaran setelah kebenaran itu jelas baginya, maka dia kafir."
Ini berkenaan dengan orang-orang yang menolak untuk menjalankan ibadah haji. Berdasarkan hadis-hadis ini, bagi orang kaya dan memiliki nafkah, paling tidak lima tahun sekali dia harus melaksanakan ibadah haji.
Sekarang, tentang doa-doa yang akan membuat Anda insya Allah, kalau diamalkan-dianugerahi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, seperti disebutkan dalam beberapa hadis berikut:
"Barangsiapa membaca surah al-Hajj setiap tiga hari, maka tahun itu tidak akan berlalu sebelum dia sanggup berziarah ke Baitullah Haram. Jika dia meninggal dalam perjalanannya maka dia masuk surga."
Diriwayatkan dari Imam Ja 'far ash-Shadiq as, bahwa beliau berkata:
“Barangsiapa membaca surah 'Ammayatasa'alun ... (an-Naba'), dia tidak lewat tahun itu sedangkan dia mendawamkan bacaannya setiap hari, maka dia akan berziarah ke Baitullah Haram sebelum tahun itu berlalu, insya Allah.”
Demikian juga membaca shalawat setiap selesai shalat wajib, seperti disebutkan dalam hadis berikut:
Dari Abdullah bin al-Fadhl al-Hasyimi: Saya berkata kepada Abu Abdillah as, "Saya mempunyai utang yang banyak dan saya juga mempunyai tanggungan keluarga sehingga saya tidak mampu menunaikan ibadah haji, maka ajari saya doa." Abu Abdillah as berkata, "Bacalah shalawat setelah shalat wajib: allahuma shalli 'ala muhammad wa ali muhammad waqdhi 'anni dainad-dunya wa dainal-akhirah (ya Allah, bayarkanlah untukku utang dunia dan utang akhirat). Saya bertanya kepadanya, "Utang dunia, saya sudah tahu, tetapi apa utang akhirat?" Abu Abdillah as menjawab, "Utang akhirat adalah haji."
Di sini juga, ada doa yang agak panjang yang bisa Anda amalkan, yang dibaca selama bulan Ramadan setelah shalat maghrib. Doa itu berbunyi:
Ya Allah, kepada-Mu aku sampaikan permohonanku. Barangsiapa yang menyampaikan permohonannya kepada manusia maka aku hanya akan menyampaikan permohonanku kepada-Mu saja. Aku akan mencari permohonan kepada-Mu saja. Tidak ada serikat bagi-Mu. Aku bermohon dengan anugerah-Mu keridhaan-Mu. Juga aku sampaikan shalawat kepada Muhammad dan Ahlulbaitnya. Jadikanlah aku pada tahun ini orang yang pergi ke Masjidil Haram sebagai haji yang mabrur yang diterima, yang suci, yang mengikhlaskan kepada-Mu hajinya. Itu supaya tenteramlah hatiku, supaya Engkau angkat derajatku, supaya Engkau anugerahkan kepadaku kemampuan memelihara pandanganku, menjaga farjiku, menahan diriku dari segala yang diharamkan oleh-Mu sampai tidak ada pada diriku sesuatu yang menyebabkan aku mendahulukan yang lain selain ketaatan kepadaMu, takut kepada-Mu, sampai tidak ada sesuatu yang lebih aku dahulukan di atas ketaatanku kepada-Mu, patuh kepada-Mu, mengamalkan apa yang Kau cintai, meninggalkan apa yang Kau benci dan Kau larang, dan jadikanlah itu semua dalam keadaan mudah, sehat dan selamat. Anugerahkan kepadaku mensyukuri nikmat-Mu kepadaku dan jadikanlah kematianku di jalan-Mu, di bawah bendera Muhammad Nabi-Mu dan Wali-Mu. Dan aku bermohon agar Engkau bunuh musuh-musuh-Mu dan musuh-musuh Rasul-Mu dengan pearantaraanku, dan agar Engkau muliakan aku dengan kehinaan orang-orang yang Engkau kehendaki dari makhluk-Mu, dan janganlah Engkau hinakan aku dengan kemuliaan salah seorang di antara wali-wali-Mu. Ya Allah, berilah aku jalan untuk bergabung bersama Rasul, Hasbiyallah, Masya Allah.
Itulah doa-doa yang dianjurkan kalau kita bemiat untuk melaksanakan ibadah haji. Tentu saja doa-doa itu harus disertai dengan mengumpulkan bekal walaupun sedikit, walaupun seperti tidak ada maknanya. Kalau kita mendapat rezeki dan mendapati keuntungan maka hendaklah kita sisihkan sebagiannya betapapun kecilnya: "Ini untuk haji." Dengan cara itu, Allah akan memenuhi sisanya jika Dia melihat kesungguhan kita untuk melaksanakan ibadah haji.
Pada haji saya yang pertama, saya berhaji tidak bersama istri suatu saat. Di Madinah, saya menemukan seseorang bersama istrinya sedang kebingungan karena dia tidak tahu jalan pulang. Lalu saya antar dia, dan rumahnya di dekat rumah sakit. Dia tidak tahu jalan pulang karena orang-orang yang berhaji itu adalah orang-orang yang luar biasa tanpa kemampuan bahasa asing sedikit pun. Mereka berangkat ke sana dan tidak dites bahasa Arab. Tentu saja, di sana ketika mereka tidak tahu jalan maka mereka tidak bisa bertanya dengan bahasa Arab, dan tidak bisa dengan bahasa-bahasa yang lain juga.
Dia mencari orang-orang yang kira-kira berwajah mirip dia. Mudah-mudahan kalau
wajahnya mirip maka bahasanya juga mirip. Itu pun tidak selalu benar begitu, karena kadang- kadang orang yang kita tegur ternyata orang Thailand dan dia tidak mengerti apa-apa. Ketemu lagi orang dan ditegur, ternyata orang Vietnam. Ketika itu, dia bertanya pada saya, dan kemudian saya antarkan ke pemondokannya.
Dalam perjalanan itu, saya mengobrol dengan beliau, dari mana dan pekerjaannya
apa. Ternyata dia orang Cimahi. Dia juga bertanya dengan bahasa Sunda. Itu menariknya,
bayangkan biasanya semua orang pakai bahasa Sunda dikiranya bahasa itu adalah bahasa
internasional. Dalam obrolan, ternyata pekerjaannya hanya tukang sapu di sebuah Sekolah
Dasar (SD). Lah kok bisa naik haji, dengan istri lagi, sementara saya hanya sendirian padahal
pada waktu itu, saya adalah seorang dosen.
Dia bercerita bahwa seluruh keluarganya juga sudah berhaji, tinggal dia saja yang
belum haji karena keadaan ekonominya paling malang di antara seluruhnya. Tapi dia berniat
untuk naik haji. Dari penghasilannya yang kecil itu, dia sisihkan. Dia juga punya tanah kecil.
Tiba-tiba tanahnya itu dilewati jalan sehingga harganya menjadi melambung tinggi dan
akhirnya dia bisa berhaji. Mungkin malah tabungannya hanya digunakan untuk bekal, tidak
dipergunakan untuk membayar ongkos haji, karena dia sudah memperoleh penghasilan yang cukup besar. Terus saya katakan: Anda telah menunjukkan niat Anda untuk ibadah haji, dan Tuhan menyelesaikan sisanya.
Kita akan melanjutkan pembahasan tentang pahala orang yang berhaji.
Rasulullah berjumpa dengan seorang Arab dari dusun yang berkata, "Ya Rasulullah,
saya keluar bermaksud untuk berhaji, tetapi karena sesuatu hal, saya tidak jadi berhaji.
Perintahkanlah kepadaku untuk mengeluarkan harta yang kira-kira pahalanya sama dengan
pahala orang yang berhaji."
Kemudian Rasulullah memperhatikan dia dan berkata, "Coba kamu perhatikan Abu
Qubais itu."
Abu Qubais adalah nama sebuah gunung. Kita di sini menyebutnya Jabal Qubais.
Dahulu, jamaah haji biasanya naik ke situ dan mereka berteriak memanggil saudara-saudara
mereka. Orang yang mau naik haji biasanya dititipi pesan: "Tolong panggil saya di sana!"
Tapi dipanggil dengan doa juga.
Nabi Ibrahim, setelah meninggalkan Hajjar di situ, beliau naik ke Jabal Qubais itu. Di
situlah tempat Nabi Ibrahim berdoa, "Ya Allah, jadikanlan hati manusia terpaut ke tempat ini. Tuhanku, aku tinggalkan keluargaku di sebuah lembah yang tidak ada tanaman. Ya Allah,
cenderungkanlah hati manusia untuk mencintai tempat ini dan jadikan manusia selalu
merindukan untuk mencari tempat ini." Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seruan
Ibrahim itu dikeraskan oleh Allah suaranya sampai terdengar oleh seluruh mahluk di alam
semesta ini.
Mohon maaf, selingan sedikit. Minggu ini akan terbit buku saya yang merupakan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang Anda ajukan dalam pengajian di sini. Sebagian
adalah seri yang pertama. Akan ada seri berikutnya. Di antaranya ada yang bertanya walaupun sebetulnya bukan bertanya tetapi membantah pendapat saya. Dia mengatakan:
"Ada seorang cendekiawan Islam sekarang ini. Dulu dia pengikut yang sangat rasional, tetapi
sekarang tiba-tiba bercerita tentang hal-hal yang tidak rasional. Dia sering menyampaikan
cerita-cerita ajaib, sehingga dia telah mengalami kemunduran."
Mungkin, kalau dia mendengar cerita Nabi Ibrahim ini yang berbicara kemudian
suaranya terdengar ke seluruh alam semesta, maka dia akan menyebutnya takhayul. Orang
seperti itu adalah orang yang sok cerdas tapi sebetulnya tidak cerdas, sok rasional tapi
sebenarnya tidak rasional.
Nabi saw bersabda, "Seandainya engkau menafkahkan emas sebesar Jabal Qubais di
jalan Allah sekalipun, engkau tidak akan mencapai pahala orang yang melakukan haji."
Kata Nabi saw selanjutnya, "Apabila seseorang yang akan berhaji sudah
mempersiapkan bekalnya, sudah memberangkatkan dirinya, sudah berangkat, dia tidak
mengangkat sesuatu atau menurunkan sesuatu kecuali Allah tuliskan baginya sepuluh
kebaikan. Allah hapuskan sepuluh kejelekan dan Allah angkat sepuluh derajat untuk setiap
gerak yang dia lakukan dalam perjalanan itu. Apabila dia mengendarai kendaraannya maka
tidak menaik ·atau turun kecuali Allah tuliskan semisal itu juga. Apabila dia bertawaf di
Baitullah maka dia keluar dari dosa-dosannya. Apabila dia melakukan sa'i antara Shafa dan
Marwah maka dia keluar dari dosa-dosanya. Apabila dia melakukan wukuf di Arafah maka dia keluar dari dosa-dosanya. Apabila dia melakukan wukuf di Masy'aril Haram maka dia
keluar dari dosa-dosanya. Apabila dia melempar jumrah maka dia keluar dari dosa-dosanya."
Rasulullah menyebut tempat-tempat itu satu demi satu sambil tidak henti-hentinya
menyebut kharaja min dzunubih, keluar dari dosa-dosanya.
Kemudian beliau berkata: Apakah ada pahala yang mencapai pahala orang yang haji
seperti itu. Kemudian Abu Abdillah berkata, "Jika seorang yang berhaji telah melakukan
ibadah haji, tidak dituliskan dosa-dosanya selama empat bulan dan dituliskan segala
kebaikannya selama empat bulan, asalkan dia tidak melakukan dosa besar. ''
Itulah tentang pahala orang-orang yang berhaji, sambil menggunakan kesempatan ini
untuk mendorong kita untuk beribadah haji.
Imam Abu Ja'far as berkata:
"Barangsiapa yang mati dalam perjalanan ke Makkah untuk melaksanakan haji dan
umrah, ketika berangkat atau ketika pulang, maka dia akan diselamatkan dari bencana besar
pada hari kiamat."
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Imam Ali ar-Ridha as berkata:
"Bagi orang sedang berpuasa, qalam yang mencatat kejelekan dihentikan dari
mencatat segala dosanya sampai dia berbuka, selama dia tidak melakukan sesuatu hal yang
membatalkan atau mengurangi puasanya. Dan bagi orang yang berhaji juga, qalam
dihentikan untuk menuliskan kejelekannya sampai dia kembali, selama dia tidak melakukan
sesuatu yang membatalkan hajinya."
Orang-orang yang berhaji adalah tamu-tamu Allah.
Seorang yang berhaji dan seorang yang berumrah adalah tamu-tamu atau delegasi
Allah. Ketika mereka meminta kepada Allah maka Dia akan memberi kepada mereka. Jika
mereka berdoa kepada Allah maka Dia akan menjawab doa mereka. Jika mereka meminta pertolongan kepada Allah maka Dia akan memberikan pertolongan kepada mereka. Jika
mereka meminta untuk diberikan kesempatan mendoakan orang lain maka Allah akan
memberikan kesempatan itu. Jika mereka tidak berdoapun maka Allah akan memulai dengan memberikan anugerah-Nya dan akan menganti nafkah haji mereka.
Imam Ja'far ash-Shadiq as berkata:
"Sesungguhnya tamu Allah Azza wa Jalla adalah seseorang yang berhaji atau berumrah. Dia adalah tamu Allah sampai dia kembali ke rumahnya. Seseorang yang sedang melakukan shalat, dia berada dalam perlindungan Allah sampai dia selesai shalatnya. Orang
yang berkunjung ke saudaranya yang mukmin, dia sedang berkunjung kepada Allah untuk
memperoleh jamuan pahala-Nya dan perbendaharaan rahmat-Nya."
Kemudian, hadis berikutnya adalah tentang orang yang mengurus keperluan keluarga
haji yang ditinggalkannya. Diriwayatkan dari Imam Ali bin al-Husain as, bahwa beliau
berkata:
"Barangsiapa yang mengurus keperluan keluarga haji yang pergi keluarga yang
ditinggalkan dia jaga keluarganya dalam hartanya, dan keluarganya, maka dia mendapat
pahala seakan-akan dia pun ikut berhaji sampai seakan-akan dia pun mencium Hajar Aswad."
Dalam hadis lain disebutkan:
"Barangsiapa yang menggantikan seseorang yang berhaji atau yang berumrah dalam
urusan keluarganya untuk mengurus kebaikan sepeninggalnya, maka baginya pahala yang
sempuma sama seperti pahala yang berhaji itu tanpa mengurangi pahala orang yang berhaji
atau yang berumrah itu sedikit pun."
Saya amanatkan urusan saya di sini, yaitu urusan pengajian ini. Saya amanatkan
kepada Anda keluarga saya juga. Kalau mau dijaga, boleh dari jauh saja. Kalau Anda
mengurus jamaah pengajian ini dengan sebaik-baiknya pada saat saya berhaji dan Anda
mengurus apa yang saya tinggalkan itu, maka Anda akan mendapat pahala sama seperti saya yang berhaji tanpa mengurangi pahala saya sedikit pun. Jadi, kalau nanti sesudah ini Anda mengaji maka Anda mendapat pahalanya dua kali lipat. Sekarang, Anda hanya mendapatkan satu kali pahala karena hanya ikut pengajian saja. Tetapi nanti, Anda akan mendapatkan pahala karena ikut memelihara urusan yang baik yang saya tinggalkan, termasuk memelihara Yayasan Muthahhari.
Selanjutnya adalah hadis tentang orang yang memberikan bekal kepada orang yang
berhaji. Saya baca hadis tentang hal ini satu saja, karena saya khawatir Anda akan merasa
saya sangat berkepentingan dengan itu.
Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa memberi bekal kepada orang yang berjuang di jalan Allah, atau
memberi bekal kepada orang yang berhaji atau mengurus keluarganya yang ditinggalkannya, atau memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa, baginya pahala seperti pahala mereka tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun."
Diriwayatkan dari Ismail al-Khats'ami:
Saya berkata kepada Abu Abdillah as, "Kami ini kalau datang ke Makkah, kawan-kawan
kami pergi tawaf dan meninggalkanku untuk menjaga barang-barang mereka." Imam
as berkata, "Kamu akan mendapatkan pahala yang lebih besar daripada pahala mereka."
Diriwayatkan dari Marazim bin Muhammad:
Saya berangkat haji bersama Muhammad bin Mushaddif. Ketika masuk ke Madinah,
saya sakit, sementara dia langsung pergi ke masjid dan meninggalkanku sendirian. Lalu saya
adukan hal itu kepada Mushaddif, dia memberitahukannya kepada Abu Abdillah. Kemudian
Abu Abdillah as mengutus seseorang untuk menyampaikan kepadanya, "Dudukku
berkhidmat di sampingnya (yang sedang sakit) itu lebih utama daripada shalatmu di masjid."
Sebetulnya ini mengajarkan kepada orang yang berhaji untuk membantu sesama yang
berhaji dan berkhidmat kepada mereka. Nanti, kita akan temukan, dalam pengalaman haji,
bagaimana orang-orang yang haji itu bukan saja tidak mau berkhidmat kepada orang lain,
mereka seringkali mementingkan kepentingan diri sendiri. Watak-watak binatang seperti itu
mulai muncul dalam perjalanan. Karena itu, diajarkan agar memperbanyak berbakti kepada
orang-orang yang berhaji. Sekarang, orang-orang ramai-ramai ingin dilayani dalam ibadah
haji.
Imam Ali bin Al-Husain as berkata:
"Bersegeralah kamu mengucapkan salam kepada orang yang berhaji dan berumrah,
lalu salamilah mereka, sebelum mereka dicampuri dengan dosa."
Berikutnya hadis tentang orang yang beribadah haji untuk yang lain:
Imam Ja'far ash-Shadiq as ditanya tentang orang yang menghajikan orang lain,
apakah dia mendapatkan suatu pahala dan ganjaran? Imam as menjawab:
"Bagi orang yang berhaji untuk orang lain ada pahala dan ganjaran sama seperti
pahala melakukan sepuluh kali haji, serta diberikan pahala baginya, kedua orang tuanya,
putra-putrinya, serta paman dan bibinya. Sesungguhnya Allah Maha luas perbendaharaan-Nya dan Mahamulia."
Kalau kita berhaji untuk diri kita sendiri maka pahalanya satu kali haji. Tapi kalau
kita menghajikan orang lain maka kita mendapat pahala sepuluh kali haji. Mengapa? Karena
ketika kita menghajikan orang lain, kita melakukan dua kebajikan sekaligus, yaitu kita berhaji
dan kita juga berkhidmat kepada orang lain. Karena itu, siapa saja masih yang punya
orangtua dan menghajikan mereka, atau anggota keluarganya, pahalanya sama dengan pahala untuk orang yang melakukan sepuluh kali ibadah haji.
Kemudian hadis berikut:
Diriwayatkan dari Muawiyah bin Ammar: Saya bertanya kepada Abu Abduillah as,
"Bolehkah saya menyertakan kedua orang tuaku dalam hajiku?" Imam as menjawab, "Boleh." Saya bertanya lagi, "Bolehkah saya menyertakan saudara-saudaraku di dalam hajiku." Imam menjawab, "Boleh. Sesungguhnya Allah azza wa jalla memberikan bagimu haji dan bagi mereka juga haji, dan bagimu ada tambahan pahala karena menyambungkan persaudaraanmu dengan mereka."
Lalu saya berkata, "Saya pernah bertawaf untuk seseorang laki-laki dan perempuan yang ada di Kufah ( dia sendiri tidak ikut tawaf, tapi aku hadiahkan tawaf itu untuknya]. Bolehkah?" Imam menjawab, "Boleh. Ucapkanlah ketika engkau memulai tawaf: Ya Allah, terimalah tawaf ini untuk si fulan bin fulan."
Diriwayatkan dari Ishaq bin Ammar: Saya berkata kepada Abu Ibrahim as tentang
seseorang yang haji kemudian dia persembahkan haji dan umrahnya atau sebagian tawafnya kepada sebagian keluarganya, dan keluarganya itu tidak ada di situ, berada di negeri yang lain. Saya bertanya, "Apakah itu mengurangi pahalanya?" Imam as menjawab, "Tidak, dia dan orang yang dikiriminya mendapatkan pahala, dan baginya ada pahala tambahan, karena dia telah menyambungkan silaturahmi." Saya bertanya lagi, "Bagaimana kalau pahala itu dikirimkan kepada mayit yang sudah meninggal dunia? Apakah itu juga sampai?" Imam menjawab, "Ya. Bahkan kalaupun mayit itu sedang dimurkai Allah, maka Dia akan mengampuni dosanya. Atau apabila kuburannya sedang disempitkan maka Allah perluas kuburannya." Saya bertanya lagi, "Apaka dia yang berada di tempatnya itu akan mengetahui bahwa amalan itu sampai kepadanya?" Imam menjawab, "Ya." Saya bertanya lagi, "Bagaimana kalau dia adalah orang yang membenci keluarga Rasulullah saw, apa pahala itu sampai kepadanya?" Imam menjawab, "Ya. Dia akan diringankan siksanya di alam kuburnya."
Di sini juga disebutkan bahwa untuk satu ibadah tawaf, misalnya, bisa disampaikan untuk semua, maka pahalanya akan sampai kepada mereka. Jadi, tidak perlu disampaikan untuk satu orang saja, tapi juga untuk orang-orang yang lain juga. Misalnya, sesudah tawaf kemudian shalat dua rakaat, kemudian dia berdoa:
"Ya Allah, sampaikanlah tawaf dan dua rakaat yang sudah kulakukan ini untuk
bapakku, ibuku, istriku, anakku, paman-pamanku, dan semua penduduk negeriku, baik yang
merdeka maupun yang budak, baik yang putih maupun yang hitam."
Mereka semua didoakan. Semestinya para jamaah haji sekali-kali melakukan hal itu
juga, yakni mendoakan dan menghadiahkan ibadah-ibadah haji itu kepada keluarga mereka.
Saya juga mungkin berdoa begitu juga untuk pengunjung pengajian ini, baik yang merdeka
maupun yang budak, baik yang putih maupun yang hitam.
Di sini, ada beberapa hadis lagi yang tidak akan saya bacakan berkenaan dengan
seharusnya berhaji dengan harta yang halal, dan sebaiknya haji dipenuhi dengan keikhlasan,
yaitu melazimkan keikhlasan dalam beribadah haji kemudian memperhatikan makna-makna
yang terpenting dari ibadah haji yang disebut asrarul-hajj. Saya tidak akan membacakan
hadis-hadis itu.
Saya sebetulnya berangkat haji diongkosi oleh orang lain dan menurut saya, mungkin
baru kali ini saya berhaji benar-benar dengan harta yang halal. Itu asli betul halal karena
diberi orang lain. Sementara itu, kalau saya yang mengumpulkan rezeki untuk berangkat
haji dengan ongkos, mungkin diambil dari sumber yang tidak halal. Sekarang saya bersyukur
betul, paling tidak, ini merupakan satu jaminan bahwa ongkos naik haji saya ini halal semua.
Bahkan kemarin saya bukan saja diongkosi dengan ongkos yang mahal dengan ONH plus
sebesar $ 8000. Hampir-hampir saya terpikir: mendingan diterima duitnya. Tetapi kata Allah
Swt, dalam hadis tadi, kalau kita mengambil uang itu maka saya tidak akan jadi pergi haji, melainkan dipakai untuk memenuhi keperluan yang lain.
Katanya, bahkan kalau kita lihat orang pulang dari berhaji kepalanya sudah gundul
maka keperluan kita belum terpenuhi, begitu disebutkan di dalam hadis. Kemarin, saya
dibekali lagi ongkos untuk keperluan di dalam perjalanan. Saya dikasih beberapa amplop;
satu untuk ongkos di perjalanan sampai nanti di Makkah, dan satu lagi untuk bekal keluarga yang ditinggalkan di rumah. Ini semua halal, semua dikasih orang. Saya kabarkan nikmat ini
hanya untuk memberikan contoh orang yang haji dengan nafkah yang betul-betul halal.
Orang seringkali bingung, apa ada di dunia ini sekarang orang yang hartanya bisa
betul-betul halal untuk dipakai berhaji? Ada, ini contohnya, saya. Saya meninggalkan bekal
untuk keluarga juga dari barang yang sangat halal karena diberi juga. Kemudian saya juga
mendapat bekal untuk saya di Makkah. Itu dolar. Senang betul, karena dolarnya banyak. Saya mendapat 1000 dolar.
Saya bilang dalam hati, dasar orang rakus bahwa ini baru dari satu orang, belum
lagi dari yang lainnya. Padahal sebetulnya saya sudah berniat, seperti biasa saya, kalau saya
berangkat haji akan membawa koper kecil saja, tidak akan membawa banyak barang,
pulang juga begitu. Saya tidak mau dibebani dengan keperluan dunia. Saya biasanya bersikap sederhana, dan saya sudah berpikir tidak akan membawa uang. Kalaupun ada uang maka akan saya tinggakan untuk keluarga atau untuk menolong saudara-saudara kita yang kesulitan mendapatkan sembako sekarang ini. Jadi, saya tidak akan membawa bekal. Alasan saya tidak akan membawa bekal adalah saya tidak akan belanja oleh-oleh apa pun untuk keluarga. Untuk itu, saya punya alasan, bahwa saya tidak membawa uang yang cukup.
Saya, kalau bepergian ke luar negeri, jarang membawa bekal. Silakan tanya istri saya.
Ia sering merasa kecewa, karena setiapkali ia membuka koper, oleh-oleh yang didapatinya
hanyalah buku-buku yang tidak bisa dia manfaatkan karena dia tidak mengerti. Itu juga untuk mengurangi beban. Tadinya saya tidak akan membawa uang karena dalam ONH plus itu, makanan dijamin dan makan pun di restoran hotel. Demikian juga transportrasi. Untuk
semuanya itu, saya tidak perlu mengeluarkan biaya lagi.
Jadi untuk apa membawa uang? Untuk rokok? Saya tidak merokok. Namun, karena saya sudah dibekali dan sudah disebutkan bahwa uang ini untuk bekal di Makkah, maka terpaksa harus saya bawa. Istri saya mengatakan, kalau begitu tinggal minta saja untuk membeli oleh-oleh. Ini juga tidak boleh, karena ini adalah amanat dan orang yang menitipkannya bilang bahwa uang ini untuk bekal di Makkah.
Kemudian kepada Abu Abdillah ditanyakan juga bahwa ada seorang pedagang punya harta, tetapi setiap tahun dia selalu menangguhkan ibadah hajinya, dan tidak ada yang menyebabkan dia mengangguhkan ibadah hajinya selain kesibukannya berdagang dan mengurus utang-utangnya. Abu Abdillah as menjawab:
"Jika seseorang telah mampu berhaji, kemudian dia tidak melaksanakannya, sementara tidak ada kesibukan yang menghalanginya, maka itu berarti dia telah meninggalkan salah satu syariat Islam."
Dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
"Barangsiapa yang mati dan dia tidak berhaji, bukan karena terhalang oleh kesulitan yang sangat berat, atau sakit yang parah, atau penguasa zalim, maka dia mati dalam salah satu dari dua hal, yaitu sebagai yahudi atau sebagai nasrani."
Kemudian seseorang bertanya,
"Ya Rasulullah, apakah orang yang meninggalkan haji itu kafir?'
Nabi menjawab:
"Tidak, dia tidak kafir. Tetapi barangsiapa menolak kebenaran setelah kebenaran itu jelas baginya, maka dia kafir."
Ini berkenaan dengan orang-orang yang menolak untuk menjalankan ibadah haji. Berdasarkan hadis-hadis ini, bagi orang kaya dan memiliki nafkah, paling tidak lima tahun sekali dia harus melaksanakan ibadah haji.
Sekarang, tentang doa-doa yang akan membuat Anda insya Allah, kalau diamalkan-dianugerahi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, seperti disebutkan dalam beberapa hadis berikut:
"Barangsiapa membaca surah al-Hajj setiap tiga hari, maka tahun itu tidak akan berlalu sebelum dia sanggup berziarah ke Baitullah Haram. Jika dia meninggal dalam perjalanannya maka dia masuk surga."
Diriwayatkan dari Imam Ja 'far ash-Shadiq as, bahwa beliau berkata:
“Barangsiapa membaca surah 'Ammayatasa'alun ... (an-Naba'), dia tidak lewat tahun itu sedangkan dia mendawamkan bacaannya setiap hari, maka dia akan berziarah ke Baitullah Haram sebelum tahun itu berlalu, insya Allah.”
Demikian juga membaca shalawat setiap selesai shalat wajib, seperti disebutkan dalam hadis berikut:
Dari Abdullah bin al-Fadhl al-Hasyimi: Saya berkata kepada Abu Abdillah as, "Saya mempunyai utang yang banyak dan saya juga mempunyai tanggungan keluarga sehingga saya tidak mampu menunaikan ibadah haji, maka ajari saya doa." Abu Abdillah as berkata, "Bacalah shalawat setelah shalat wajib: allahuma shalli 'ala muhammad wa ali muhammad waqdhi 'anni dainad-dunya wa dainal-akhirah (ya Allah, bayarkanlah untukku utang dunia dan utang akhirat). Saya bertanya kepadanya, "Utang dunia, saya sudah tahu, tetapi apa utang akhirat?" Abu Abdillah as menjawab, "Utang akhirat adalah haji."
Di sini juga, ada doa yang agak panjang yang bisa Anda amalkan, yang dibaca selama bulan Ramadan setelah shalat maghrib. Doa itu berbunyi:
Ya Allah, kepada-Mu aku sampaikan permohonanku. Barangsiapa yang menyampaikan permohonannya kepada manusia maka aku hanya akan menyampaikan permohonanku kepada-Mu saja. Aku akan mencari permohonan kepada-Mu saja. Tidak ada serikat bagi-Mu. Aku bermohon dengan anugerah-Mu keridhaan-Mu. Juga aku sampaikan shalawat kepada Muhammad dan Ahlulbaitnya. Jadikanlah aku pada tahun ini orang yang pergi ke Masjidil Haram sebagai haji yang mabrur yang diterima, yang suci, yang mengikhlaskan kepada-Mu hajinya. Itu supaya tenteramlah hatiku, supaya Engkau angkat derajatku, supaya Engkau anugerahkan kepadaku kemampuan memelihara pandanganku, menjaga farjiku, menahan diriku dari segala yang diharamkan oleh-Mu sampai tidak ada pada diriku sesuatu yang menyebabkan aku mendahulukan yang lain selain ketaatan kepadaMu, takut kepada-Mu, sampai tidak ada sesuatu yang lebih aku dahulukan di atas ketaatanku kepada-Mu, patuh kepada-Mu, mengamalkan apa yang Kau cintai, meninggalkan apa yang Kau benci dan Kau larang, dan jadikanlah itu semua dalam keadaan mudah, sehat dan selamat. Anugerahkan kepadaku mensyukuri nikmat-Mu kepadaku dan jadikanlah kematianku di jalan-Mu, di bawah bendera Muhammad Nabi-Mu dan Wali-Mu. Dan aku bermohon agar Engkau bunuh musuh-musuh-Mu dan musuh-musuh Rasul-Mu dengan pearantaraanku, dan agar Engkau muliakan aku dengan kehinaan orang-orang yang Engkau kehendaki dari makhluk-Mu, dan janganlah Engkau hinakan aku dengan kemuliaan salah seorang di antara wali-wali-Mu. Ya Allah, berilah aku jalan untuk bergabung bersama Rasul, Hasbiyallah, Masya Allah.
Itulah doa-doa yang dianjurkan kalau kita bemiat untuk melaksanakan ibadah haji. Tentu saja doa-doa itu harus disertai dengan mengumpulkan bekal walaupun sedikit, walaupun seperti tidak ada maknanya. Kalau kita mendapat rezeki dan mendapati keuntungan maka hendaklah kita sisihkan sebagiannya betapapun kecilnya: "Ini untuk haji." Dengan cara itu, Allah akan memenuhi sisanya jika Dia melihat kesungguhan kita untuk melaksanakan ibadah haji.
Pada haji saya yang pertama, saya berhaji tidak bersama istri suatu saat. Di Madinah, saya menemukan seseorang bersama istrinya sedang kebingungan karena dia tidak tahu jalan pulang. Lalu saya antar dia, dan rumahnya di dekat rumah sakit. Dia tidak tahu jalan pulang karena orang-orang yang berhaji itu adalah orang-orang yang luar biasa tanpa kemampuan bahasa asing sedikit pun. Mereka berangkat ke sana dan tidak dites bahasa Arab. Tentu saja, di sana ketika mereka tidak tahu jalan maka mereka tidak bisa bertanya dengan bahasa Arab, dan tidak bisa dengan bahasa-bahasa yang lain juga.
Dia mencari orang-orang yang kira-kira berwajah mirip dia. Mudah-mudahan kalau
wajahnya mirip maka bahasanya juga mirip. Itu pun tidak selalu benar begitu, karena kadang- kadang orang yang kita tegur ternyata orang Thailand dan dia tidak mengerti apa-apa. Ketemu lagi orang dan ditegur, ternyata orang Vietnam. Ketika itu, dia bertanya pada saya, dan kemudian saya antarkan ke pemondokannya.
Dalam perjalanan itu, saya mengobrol dengan beliau, dari mana dan pekerjaannya
apa. Ternyata dia orang Cimahi. Dia juga bertanya dengan bahasa Sunda. Itu menariknya,
bayangkan biasanya semua orang pakai bahasa Sunda dikiranya bahasa itu adalah bahasa
internasional. Dalam obrolan, ternyata pekerjaannya hanya tukang sapu di sebuah Sekolah
Dasar (SD). Lah kok bisa naik haji, dengan istri lagi, sementara saya hanya sendirian padahal
pada waktu itu, saya adalah seorang dosen.
Dia bercerita bahwa seluruh keluarganya juga sudah berhaji, tinggal dia saja yang
belum haji karena keadaan ekonominya paling malang di antara seluruhnya. Tapi dia berniat
untuk naik haji. Dari penghasilannya yang kecil itu, dia sisihkan. Dia juga punya tanah kecil.
Tiba-tiba tanahnya itu dilewati jalan sehingga harganya menjadi melambung tinggi dan
akhirnya dia bisa berhaji. Mungkin malah tabungannya hanya digunakan untuk bekal, tidak
dipergunakan untuk membayar ongkos haji, karena dia sudah memperoleh penghasilan yang cukup besar. Terus saya katakan: Anda telah menunjukkan niat Anda untuk ibadah haji, dan Tuhan menyelesaikan sisanya.
Kita akan melanjutkan pembahasan tentang pahala orang yang berhaji.
Rasulullah berjumpa dengan seorang Arab dari dusun yang berkata, "Ya Rasulullah,
saya keluar bermaksud untuk berhaji, tetapi karena sesuatu hal, saya tidak jadi berhaji.
Perintahkanlah kepadaku untuk mengeluarkan harta yang kira-kira pahalanya sama dengan
pahala orang yang berhaji."
Kemudian Rasulullah memperhatikan dia dan berkata, "Coba kamu perhatikan Abu
Qubais itu."
Abu Qubais adalah nama sebuah gunung. Kita di sini menyebutnya Jabal Qubais.
Dahulu, jamaah haji biasanya naik ke situ dan mereka berteriak memanggil saudara-saudara
mereka. Orang yang mau naik haji biasanya dititipi pesan: "Tolong panggil saya di sana!"
Tapi dipanggil dengan doa juga.
Nabi Ibrahim, setelah meninggalkan Hajjar di situ, beliau naik ke Jabal Qubais itu. Di
situlah tempat Nabi Ibrahim berdoa, "Ya Allah, jadikanlan hati manusia terpaut ke tempat ini. Tuhanku, aku tinggalkan keluargaku di sebuah lembah yang tidak ada tanaman. Ya Allah,
cenderungkanlah hati manusia untuk mencintai tempat ini dan jadikan manusia selalu
merindukan untuk mencari tempat ini." Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa seruan
Ibrahim itu dikeraskan oleh Allah suaranya sampai terdengar oleh seluruh mahluk di alam
semesta ini.
Mohon maaf, selingan sedikit. Minggu ini akan terbit buku saya yang merupakan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang Anda ajukan dalam pengajian di sini. Sebagian
adalah seri yang pertama. Akan ada seri berikutnya. Di antaranya ada yang bertanya walaupun sebetulnya bukan bertanya tetapi membantah pendapat saya. Dia mengatakan:
"Ada seorang cendekiawan Islam sekarang ini. Dulu dia pengikut yang sangat rasional, tetapi
sekarang tiba-tiba bercerita tentang hal-hal yang tidak rasional. Dia sering menyampaikan
cerita-cerita ajaib, sehingga dia telah mengalami kemunduran."
Mungkin, kalau dia mendengar cerita Nabi Ibrahim ini yang berbicara kemudian
suaranya terdengar ke seluruh alam semesta, maka dia akan menyebutnya takhayul. Orang
seperti itu adalah orang yang sok cerdas tapi sebetulnya tidak cerdas, sok rasional tapi
sebenarnya tidak rasional.
Nabi saw bersabda, "Seandainya engkau menafkahkan emas sebesar Jabal Qubais di
jalan Allah sekalipun, engkau tidak akan mencapai pahala orang yang melakukan haji."
Kata Nabi saw selanjutnya, "Apabila seseorang yang akan berhaji sudah
mempersiapkan bekalnya, sudah memberangkatkan dirinya, sudah berangkat, dia tidak
mengangkat sesuatu atau menurunkan sesuatu kecuali Allah tuliskan baginya sepuluh
kebaikan. Allah hapuskan sepuluh kejelekan dan Allah angkat sepuluh derajat untuk setiap
gerak yang dia lakukan dalam perjalanan itu. Apabila dia mengendarai kendaraannya maka
tidak menaik ·atau turun kecuali Allah tuliskan semisal itu juga. Apabila dia bertawaf di
Baitullah maka dia keluar dari dosa-dosannya. Apabila dia melakukan sa'i antara Shafa dan
Marwah maka dia keluar dari dosa-dosanya. Apabila dia melakukan wukuf di Arafah maka dia keluar dari dosa-dosanya. Apabila dia melakukan wukuf di Masy'aril Haram maka dia
keluar dari dosa-dosanya. Apabila dia melempar jumrah maka dia keluar dari dosa-dosanya."
Rasulullah menyebut tempat-tempat itu satu demi satu sambil tidak henti-hentinya
menyebut kharaja min dzunubih, keluar dari dosa-dosanya.
Kemudian beliau berkata: Apakah ada pahala yang mencapai pahala orang yang haji
seperti itu. Kemudian Abu Abdillah berkata, "Jika seorang yang berhaji telah melakukan
ibadah haji, tidak dituliskan dosa-dosanya selama empat bulan dan dituliskan segala
kebaikannya selama empat bulan, asalkan dia tidak melakukan dosa besar. ''
Itulah tentang pahala orang-orang yang berhaji, sambil menggunakan kesempatan ini
untuk mendorong kita untuk beribadah haji.
Imam Abu Ja'far as berkata:
"Barangsiapa yang mati dalam perjalanan ke Makkah untuk melaksanakan haji dan
umrah, ketika berangkat atau ketika pulang, maka dia akan diselamatkan dari bencana besar
pada hari kiamat."
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Imam Ali ar-Ridha as berkata:
"Bagi orang sedang berpuasa, qalam yang mencatat kejelekan dihentikan dari
mencatat segala dosanya sampai dia berbuka, selama dia tidak melakukan sesuatu hal yang
membatalkan atau mengurangi puasanya. Dan bagi orang yang berhaji juga, qalam
dihentikan untuk menuliskan kejelekannya sampai dia kembali, selama dia tidak melakukan
sesuatu yang membatalkan hajinya."
Orang-orang yang berhaji adalah tamu-tamu Allah.
Seorang yang berhaji dan seorang yang berumrah adalah tamu-tamu atau delegasi
Allah. Ketika mereka meminta kepada Allah maka Dia akan memberi kepada mereka. Jika
mereka berdoa kepada Allah maka Dia akan menjawab doa mereka. Jika mereka meminta pertolongan kepada Allah maka Dia akan memberikan pertolongan kepada mereka. Jika
mereka meminta untuk diberikan kesempatan mendoakan orang lain maka Allah akan
memberikan kesempatan itu. Jika mereka tidak berdoapun maka Allah akan memulai dengan memberikan anugerah-Nya dan akan menganti nafkah haji mereka.
Imam Ja'far ash-Shadiq as berkata:
"Sesungguhnya tamu Allah Azza wa Jalla adalah seseorang yang berhaji atau berumrah. Dia adalah tamu Allah sampai dia kembali ke rumahnya. Seseorang yang sedang melakukan shalat, dia berada dalam perlindungan Allah sampai dia selesai shalatnya. Orang
yang berkunjung ke saudaranya yang mukmin, dia sedang berkunjung kepada Allah untuk
memperoleh jamuan pahala-Nya dan perbendaharaan rahmat-Nya."
Kemudian, hadis berikutnya adalah tentang orang yang mengurus keperluan keluarga
haji yang ditinggalkannya. Diriwayatkan dari Imam Ali bin al-Husain as, bahwa beliau
berkata:
"Barangsiapa yang mengurus keperluan keluarga haji yang pergi keluarga yang
ditinggalkan dia jaga keluarganya dalam hartanya, dan keluarganya, maka dia mendapat
pahala seakan-akan dia pun ikut berhaji sampai seakan-akan dia pun mencium Hajar Aswad."
Dalam hadis lain disebutkan:
"Barangsiapa yang menggantikan seseorang yang berhaji atau yang berumrah dalam
urusan keluarganya untuk mengurus kebaikan sepeninggalnya, maka baginya pahala yang
sempuma sama seperti pahala yang berhaji itu tanpa mengurangi pahala orang yang berhaji
atau yang berumrah itu sedikit pun."
Saya amanatkan urusan saya di sini, yaitu urusan pengajian ini. Saya amanatkan
kepada Anda keluarga saya juga. Kalau mau dijaga, boleh dari jauh saja. Kalau Anda
mengurus jamaah pengajian ini dengan sebaik-baiknya pada saat saya berhaji dan Anda
mengurus apa yang saya tinggalkan itu, maka Anda akan mendapat pahala sama seperti saya yang berhaji tanpa mengurangi pahala saya sedikit pun. Jadi, kalau nanti sesudah ini Anda mengaji maka Anda mendapat pahalanya dua kali lipat. Sekarang, Anda hanya mendapatkan satu kali pahala karena hanya ikut pengajian saja. Tetapi nanti, Anda akan mendapatkan pahala karena ikut memelihara urusan yang baik yang saya tinggalkan, termasuk memelihara Yayasan Muthahhari.
Selanjutnya adalah hadis tentang orang yang memberikan bekal kepada orang yang
berhaji. Saya baca hadis tentang hal ini satu saja, karena saya khawatir Anda akan merasa
saya sangat berkepentingan dengan itu.
Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa memberi bekal kepada orang yang berjuang di jalan Allah, atau
memberi bekal kepada orang yang berhaji atau mengurus keluarganya yang ditinggalkannya, atau memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa, baginya pahala seperti pahala mereka tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun."
Diriwayatkan dari Ismail al-Khats'ami:
Saya berkata kepada Abu Abdillah as, "Kami ini kalau datang ke Makkah, kawan-kawan
kami pergi tawaf dan meninggalkanku untuk menjaga barang-barang mereka." Imam
as berkata, "Kamu akan mendapatkan pahala yang lebih besar daripada pahala mereka."
Diriwayatkan dari Marazim bin Muhammad:
Saya berangkat haji bersama Muhammad bin Mushaddif. Ketika masuk ke Madinah,
saya sakit, sementara dia langsung pergi ke masjid dan meninggalkanku sendirian. Lalu saya
adukan hal itu kepada Mushaddif, dia memberitahukannya kepada Abu Abdillah. Kemudian
Abu Abdillah as mengutus seseorang untuk menyampaikan kepadanya, "Dudukku
berkhidmat di sampingnya (yang sedang sakit) itu lebih utama daripada shalatmu di masjid."
Sebetulnya ini mengajarkan kepada orang yang berhaji untuk membantu sesama yang
berhaji dan berkhidmat kepada mereka. Nanti, kita akan temukan, dalam pengalaman haji,
bagaimana orang-orang yang haji itu bukan saja tidak mau berkhidmat kepada orang lain,
mereka seringkali mementingkan kepentingan diri sendiri. Watak-watak binatang seperti itu
mulai muncul dalam perjalanan. Karena itu, diajarkan agar memperbanyak berbakti kepada
orang-orang yang berhaji. Sekarang, orang-orang ramai-ramai ingin dilayani dalam ibadah
haji.
Imam Ali bin Al-Husain as berkata:
"Bersegeralah kamu mengucapkan salam kepada orang yang berhaji dan berumrah,
lalu salamilah mereka, sebelum mereka dicampuri dengan dosa."
Berikutnya hadis tentang orang yang beribadah haji untuk yang lain:
Imam Ja'far ash-Shadiq as ditanya tentang orang yang menghajikan orang lain,
apakah dia mendapatkan suatu pahala dan ganjaran? Imam as menjawab:
"Bagi orang yang berhaji untuk orang lain ada pahala dan ganjaran sama seperti
pahala melakukan sepuluh kali haji, serta diberikan pahala baginya, kedua orang tuanya,
putra-putrinya, serta paman dan bibinya. Sesungguhnya Allah Maha luas perbendaharaan-Nya dan Mahamulia."
Kalau kita berhaji untuk diri kita sendiri maka pahalanya satu kali haji. Tapi kalau
kita menghajikan orang lain maka kita mendapat pahala sepuluh kali haji. Mengapa? Karena
ketika kita menghajikan orang lain, kita melakukan dua kebajikan sekaligus, yaitu kita berhaji
dan kita juga berkhidmat kepada orang lain. Karena itu, siapa saja masih yang punya
orangtua dan menghajikan mereka, atau anggota keluarganya, pahalanya sama dengan pahala untuk orang yang melakukan sepuluh kali ibadah haji.
Kemudian hadis berikut:
Diriwayatkan dari Muawiyah bin Ammar: Saya bertanya kepada Abu Abduillah as,
"Bolehkah saya menyertakan kedua orang tuaku dalam hajiku?" Imam as menjawab, "Boleh." Saya bertanya lagi, "Bolehkah saya menyertakan saudara-saudaraku di dalam hajiku." Imam menjawab, "Boleh. Sesungguhnya Allah azza wa jalla memberikan bagimu haji dan bagi mereka juga haji, dan bagimu ada tambahan pahala karena menyambungkan persaudaraanmu dengan mereka."
Lalu saya berkata, "Saya pernah bertawaf untuk seseorang laki-laki dan perempuan yang ada di Kufah ( dia sendiri tidak ikut tawaf, tapi aku hadiahkan tawaf itu untuknya]. Bolehkah?" Imam menjawab, "Boleh. Ucapkanlah ketika engkau memulai tawaf: Ya Allah, terimalah tawaf ini untuk si fulan bin fulan."
Diriwayatkan dari Ishaq bin Ammar: Saya berkata kepada Abu Ibrahim as tentang
seseorang yang haji kemudian dia persembahkan haji dan umrahnya atau sebagian tawafnya kepada sebagian keluarganya, dan keluarganya itu tidak ada di situ, berada di negeri yang lain. Saya bertanya, "Apakah itu mengurangi pahalanya?" Imam as menjawab, "Tidak, dia dan orang yang dikiriminya mendapatkan pahala, dan baginya ada pahala tambahan, karena dia telah menyambungkan silaturahmi." Saya bertanya lagi, "Bagaimana kalau pahala itu dikirimkan kepada mayit yang sudah meninggal dunia? Apakah itu juga sampai?" Imam menjawab, "Ya. Bahkan kalaupun mayit itu sedang dimurkai Allah, maka Dia akan mengampuni dosanya. Atau apabila kuburannya sedang disempitkan maka Allah perluas kuburannya." Saya bertanya lagi, "Apaka dia yang berada di tempatnya itu akan mengetahui bahwa amalan itu sampai kepadanya?" Imam menjawab, "Ya." Saya bertanya lagi, "Bagaimana kalau dia adalah orang yang membenci keluarga Rasulullah saw, apa pahala itu sampai kepadanya?" Imam menjawab, "Ya. Dia akan diringankan siksanya di alam kuburnya."
Di sini juga disebutkan bahwa untuk satu ibadah tawaf, misalnya, bisa disampaikan untuk semua, maka pahalanya akan sampai kepada mereka. Jadi, tidak perlu disampaikan untuk satu orang saja, tapi juga untuk orang-orang yang lain juga. Misalnya, sesudah tawaf kemudian shalat dua rakaat, kemudian dia berdoa:
"Ya Allah, sampaikanlah tawaf dan dua rakaat yang sudah kulakukan ini untuk
bapakku, ibuku, istriku, anakku, paman-pamanku, dan semua penduduk negeriku, baik yang
merdeka maupun yang budak, baik yang putih maupun yang hitam."
Mereka semua didoakan. Semestinya para jamaah haji sekali-kali melakukan hal itu
juga, yakni mendoakan dan menghadiahkan ibadah-ibadah haji itu kepada keluarga mereka.
Saya juga mungkin berdoa begitu juga untuk pengunjung pengajian ini, baik yang merdeka
maupun yang budak, baik yang putih maupun yang hitam.
Di sini, ada beberapa hadis lagi yang tidak akan saya bacakan berkenaan dengan
seharusnya berhaji dengan harta yang halal, dan sebaiknya haji dipenuhi dengan keikhlasan,
yaitu melazimkan keikhlasan dalam beribadah haji kemudian memperhatikan makna-makna
yang terpenting dari ibadah haji yang disebut asrarul-hajj. Saya tidak akan membacakan
hadis-hadis itu.
Saya sebetulnya berangkat haji diongkosi oleh orang lain dan menurut saya, mungkin
baru kali ini saya berhaji benar-benar dengan harta yang halal. Itu asli betul halal karena
diberi orang lain. Sementara itu, kalau saya yang mengumpulkan rezeki untuk berangkat
haji dengan ongkos, mungkin diambil dari sumber yang tidak halal. Sekarang saya bersyukur
betul, paling tidak, ini merupakan satu jaminan bahwa ongkos naik haji saya ini halal semua.
Bahkan kemarin saya bukan saja diongkosi dengan ongkos yang mahal dengan ONH plus
sebesar $ 8000. Hampir-hampir saya terpikir: mendingan diterima duitnya. Tetapi kata Allah
Swt, dalam hadis tadi, kalau kita mengambil uang itu maka saya tidak akan jadi pergi haji, melainkan dipakai untuk memenuhi keperluan yang lain.
Katanya, bahkan kalau kita lihat orang pulang dari berhaji kepalanya sudah gundul
maka keperluan kita belum terpenuhi, begitu disebutkan di dalam hadis. Kemarin, saya
dibekali lagi ongkos untuk keperluan di dalam perjalanan. Saya dikasih beberapa amplop;
satu untuk ongkos di perjalanan sampai nanti di Makkah, dan satu lagi untuk bekal keluarga yang ditinggalkan di rumah. Ini semua halal, semua dikasih orang. Saya kabarkan nikmat ini
hanya untuk memberikan contoh orang yang haji dengan nafkah yang betul-betul halal.
Orang seringkali bingung, apa ada di dunia ini sekarang orang yang hartanya bisa
betul-betul halal untuk dipakai berhaji? Ada, ini contohnya, saya. Saya meninggalkan bekal
untuk keluarga juga dari barang yang sangat halal karena diberi juga. Kemudian saya juga
mendapat bekal untuk saya di Makkah. Itu dolar. Senang betul, karena dolarnya banyak. Saya mendapat 1000 dolar.
Saya bilang dalam hati, dasar orang rakus bahwa ini baru dari satu orang, belum
lagi dari yang lainnya. Padahal sebetulnya saya sudah berniat, seperti biasa saya, kalau saya
berangkat haji akan membawa koper kecil saja, tidak akan membawa banyak barang,
pulang juga begitu. Saya tidak mau dibebani dengan keperluan dunia. Saya biasanya bersikap sederhana, dan saya sudah berpikir tidak akan membawa uang. Kalaupun ada uang maka akan saya tinggakan untuk keluarga atau untuk menolong saudara-saudara kita yang kesulitan mendapatkan sembako sekarang ini. Jadi, saya tidak akan membawa bekal. Alasan saya tidak akan membawa bekal adalah saya tidak akan belanja oleh-oleh apa pun untuk keluarga. Untuk itu, saya punya alasan, bahwa saya tidak membawa uang yang cukup.
Saya, kalau bepergian ke luar negeri, jarang membawa bekal. Silakan tanya istri saya.
Ia sering merasa kecewa, karena setiapkali ia membuka koper, oleh-oleh yang didapatinya
hanyalah buku-buku yang tidak bisa dia manfaatkan karena dia tidak mengerti. Itu juga untuk mengurangi beban. Tadinya saya tidak akan membawa uang karena dalam ONH plus itu, makanan dijamin dan makan pun di restoran hotel. Demikian juga transportrasi. Untuk
semuanya itu, saya tidak perlu mengeluarkan biaya lagi.
Jadi untuk apa membawa uang? Untuk rokok? Saya tidak merokok. Namun, karena saya sudah dibekali dan sudah disebutkan bahwa uang ini untuk bekal di Makkah, maka terpaksa harus saya bawa. Istri saya mengatakan, kalau begitu tinggal minta saja untuk membeli oleh-oleh. Ini juga tidak boleh, karena ini adalah amanat dan orang yang menitipkannya bilang bahwa uang ini untuk bekal di Makkah.