Trust takes years to build, seconds to break and forever to repair.
Saya memerlukan telpon baru untuk jejaring baru. Untuk itu, sahabat saya di Palembang telah menyediakan dana cukup besar (dengan segala terima kasih saya). Lalu, saya beli iPhone, gabungan telepon dengan iPad.
Saya kutipkan salah satu di antara 300 hadis itu di sini:
241. Aku mengunjungi Rasulullah saw pada hari-hari terakhir hidupnya. Di situ ada Fathimah ra yang sedang menangis di dekat kepalanya. Ia menangis sampai keras suaranya. Rasulullah saw pun melepaskan pandangan ke arahnya, seraya berkata: Kekasihku, Fathimah, apa yang membuatmu menangis? Ia menjawab: Aku takut pengabaian mereka sepeninggalmu. Ia bersabda: Tidakkah kamu ketahui bahwa Allah az melihat ke bumi sekali kemudian ia memilih di antara penduduk bumi ayahmu. Dia utus aku untuk membawa risalahNya. Kemudian ia melihat ke bumi pada kali berikutnya. Dia kemudian memilih suamimu. Dia wahyukan kepadaku agar aku mengawinkan kamu kepadanya.
Wahai Fathimah. Kita Ahlul Bait telah dianugrahi Allah tujuh perkara, yang tidak pernah diberikan kepada siapa pun sebelum kita dan tidak diberikan kepada siapa pun sesudah kita – Pertama, aku penutup semua Nabi, paling mulia dari semua Nabi di sisi Allah dan makhluk yang paling dicintai Allah. Kedua, aku ayahmu dan penerima wasiatku (washi) adalah washi terbaik dan washi yang paling dicintai Allah. Ia adalah suamimu. Ketiga, yang syahid di antara kita adalah syahid yang paling baik dan syahid yang paling dicintai Allah dan dialah pamanmu, Hamzah bin Abdul Muthalib, dan paman suamimu. Keempat, di antara kita ada yang diberi sepasang sayap hijau dan terbang bersama para malaikat ke surga ke mana pun ia mau. Dia itu keponakan ayahmu dan adik suamimu. Kelima dan keenam, di antara kita ada “sibth” (cucu pilihan) umat ini. Kedua-duanya anakmu, Al-Hasan dan al-Husain. Keduanya penghulu pemuda surga. Ayah keduanya, demi yang mengutus aku dengan kebenaran, lebih baik dari keduanya. Ketujuh, ya Fathimah, demi yang mengutusku dengan kebenaran, sesungguhnya dari keduanya akan lahir Mahdi umat ini. (Dia akan datang) pada saat dunia kacau- balau, cobaan silih berganti, jalan-jalan bersilangan, orang-orang saling menyerang. Yang besar tidak lagi menyayangi yang kecil. Yang kecil tidak lagi menghormati yang besar. Maka pada waktu itu, Allah akan membangkitkan seorang lelaki yang akan membongkar benteng-benteng kesesatan dan hati-hati ketertutupan. Ia akan menegakkan agama pada akhir zaman sebagaimana aku menegakkan agama pada awal zaman. Ia akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi kezaliman.
Ya Fathimah, janganlah berduka dan janganlah menangis, karena Allah lebih kasih dan lebih sayang kepadamu ketimbang aku. Itu karena posisimu dalam hatiku. Allah telah menikahkan kamu dengan suami yang dalam Ahlibaitmu paling mulia kedudukannya, paling tinggi derajatnya, paling sayang kepada rakyat, paling adil dalam pembagian, paling arif dalam memutuskan. Aku telah bermohon kepada Allah agar engkau menjadi orang pertama yang menyusulku dari keluargaku. Ali ra berkata: Wafatlah Nabi saw dan tidak lama setelah itu, 75 hari kemudian Fathimah disusulkan Allah swt untuk bergabung dengan Nabi saw.
Di bawah hadis ini, iPhoneku mencantumkan keterangan: Periwayat hadis- Al-Haitsami, Kitab Majma’ al-Zawaid, halaman dan nomor: 9/168. Penilaian singkat hadis: Di dalam sanadnya ada al-Haitsam bin Habib. Kata Abu Hatim: Ia ditolak hadisnya (munkar al-hadits). Ia dicurigai karena meriwayatkan hadis ini.
Dari 300 hadis –yang lebih spesifik tentang Imam Mahdi kira-kira 200an- itu sebagian ada yang menurut para ahli hadis shahih, sebagian lagi dha’if dan ada sedikit yang mawdhu’. Hadis yang dikutip di atas termasuk hadis yang dha’if. Salah satu keistimewaan ilmu hadis, dan sekaligus kelemahannya, ialah Anda bisa menggunakan ilmu hadis itu untuk medhaifkan hadis yang tidak Anda sepakati (dengan memilih yang dhaif-dhaif, dan mencela periwayatnya) dan menshahihkan hadis-hadis yang mendukung pendapat Anda (dengan memilih hadis-hadis yang shahih dan memuji periwayatnya). Ilmu hadis ini kemudian dikenal sebagai ilmu mencela dan memuji, ilmu al-jarh wa al-ta’dīl.
Salah seorang teman yang saya bacakan kepadanya salah satu hadis Mahdi segera menolaknya: “Itu dongeng orang-orang yang putus asa, yang menunggu juru selamat. Ahaadits Mahdii kulluhaa dha’iifah. Seluruh hadis Mahdi dha’if.” Saya menukas, “Sebaiknya Anda berkata –Semua hadis Mahdi yang aku ketahui dan aku pilih adalah hadis yang dhaif.” (Bukankah saudara-saudara kita Muhammadiyah mendhaifkan hadis tentang qunut Shubuh dan para Nahdhiyyin menshahihkannya?).
Saya menengok kembali hadis tadi yang didhaifkan oleh Abu Hatim. Siapakah al-Haitsam bin Habib? Saya buka buku-buku standar tentang para periwayat hadis. Nama lengkapnya al-Haitsam bin Habib al-Shairafi al-Kufi, saudara Abd al-Khaaliq bin Habib. Menurut al-Razi, dalam Al-Jarh wa al-Ta’dīl, 9:80, nomor rawi 327, Imam Ahmad pernah memberi komentar tentang al-Haitsamah: Betapa bagus hadisnya, betapa kuat istiqamahnya, tidak seperti yang dikatakan oleh ash-habur ra’yi. Kata Yahya bin Ma’in: Tsiqat (terpercaya); kata Abu ‘Abd al-Rahman dan Abu Zur’ah: “Shaduuq fi al-Hadiits tsiqat.” (jujur dalam hadis dan terpercaya).. Dalam Tahzib al-Kamal, menyebutkan komentar seperti yang ada pada al-jarh wa al-ta’dīl, dengan tambahan berikut: Abu Zur’ah dan Abu Hatim (yang di atas memunkarkan al-Haitsam) berkata: Terpercaya dalam hadis, jujur. Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab al-Tsiqat. Jika sudah terpercaya, bahkan oleh Abu Hatim, mengapa ia dicurigai? Menurut Al-Dzahabi, dalam Mizan al-I’tidal 7:106, nomor rawi 9302, ia dicurigai dan tidak dipercayai karena meriwayatkan hadis batil tentang Imam Mahdi. Ya... hadis yang di atas itu!
Di kalangan Ahli hadis sering terjadi “circular reasoning”, berpikir muter-muter. Hadis al-Mahdi di atas dhaif, karena di antara periwayatnya ada al-Haitsam bin Habib yang dhaif. Kenapa al-Haitsam dhaif, karena dia meriwayatkan hadis yang dhaif. Seringkali terjadi seorang yang terpercaya tiba-tiba dicurigai pembohong, karena meriwayatkan hadis tentang Ahlul Bait (Data yang lengkap dapat dibaca pada buku saya yang berasal dari disertasi Asal-Usul Sunnah Sahabat; belum terbit). Selama berabad-abad para ulama menyembunyikan hadis-hadis Ahlul Bait, karena takut akan reaksi orang banyak terhadapnya. Ia harus menghadapi resiko dimusuhi. Dari “terpercaya” ke “dicurigai”, dari “tsiqat” ke “muttaham bih”.
Al-Haitsam adalah guru Abu Hanifah, pendiri dan Imam Mazhab Hanafi. Rupanya al-Haitsam itu ulama besar pecinta Imam Ali. Ketika jemaah sedang memperbincangkan Imam Ali, masuklah Abu Hanifah.
Abu Hanifah: “Aku telah berkata kepada sahabat-sahabatku: Jangan mengakui hadis Ghadir Khum. Karena nanti orang akan memusuhi kamu!!”
Muka al-Haitsam bin Habib al-Shairafi berubah, “Kenapa kamu tidak mau mengakuinya. Bukankah hadis itu ada padamu, hai Nu’man?”
Abu Hanifah: “Betul ada padaku dan aku sudah meriwayatkannya.”
Al-Haitsam: “Mengapa kamu tidak mengakuinya? Padahal telah diriwayatkan kepada kita oleh Habib bin Abi Tsabit, dari Abu Thufail dari Zaid bin Arqam bahwa Ali as pernah meminta pengakuan di Rahbah dari sahabat-sahabatnya yang pernah mendengarnya?”
Abu Hanifah: “Apakah engkau tidak melihat bahwa pembicaraan itu telah beredar di kalangan orang banyak.”
Al-Haitsam: “Terus, apakah kami mendustakan Ali dan menolak perkataannya?”
Abu Hanifah; “Kami tidak membohongkan Ali dan tidak juga menolak ucapannya. Cuma engkau pasti tahu bahwa orang banyak suka ekstrem terhadap mereka. Qad ghalaa fihim qawm.”
Al-Haitsam: “Rasulullah saw telah mengatakannya dan mengkhotbahkannya. Lalu, kita ketakutan dan menyembunyikannya karena sikap ekstrem orang yang ekstrem atau omongan orang yang ngomong!” (Amali al-Mufid 26, hadis 9; Bihar al-Anwar 47:401).
Sebagaimana Abu Hanifah bisa tidak dipercayai karena meriwayatkan Ghadir Khum, al-Haitsam telah dicurigai juga karena hadis al-Mahdi af di atas, “wa huwa muttaham bihadza al-hadiits”. Para pembaca yang baik, Anda boleh jadi sudah dikenal sebagai ustaz yang terpercaya. Tetapi bila Anda menyampaikan hadis di atas, Anda boleh jadi akan diprotes orang, dikecam, dinistakan, dan dianggap pembohong. Alkisah di sebuah masjid besar di Bandung – di tempat saya dahulu sering memberikan ceramah- pada waktu salat Jumat, disebarkan selebaran tentang kebohongan dan kesesatan Jalaluddin Rakhmat. Dosa saya ialah menyebarkan keutamaan keluarga Nabi saw. Ke rumah saya datang panggilan dari kantor polisi. “Kejahatan” saya ialah membersihkan Nabi saw dan keluarganya dari hadis-hadis (yang menurut saudara-saudara saya shahih) yang menistakan kehormatan dan kemuliaan Nabi saw. Dalam sebuah pertemuan di Majlis Ulama, di bulan Ramadhan seorang kiyai kecil dengan nyali yang besar menyebut saya pembohong, fasik, munafik dan kata-kata lain yang tak akan saya tuliskan untuk tidak mencemari kertas ini. “Kesalahan saya” ialah saya membuka sejarah apa adanya, wie es eigentlich gewesen.
Hari ini, untuk ulang tahun Shahibuz Zaman, pada Nishfu Sya’ban, saya persembahkan hadis di atas. Mudah-mudahan, ini menjadi bagian teramat kecil dari karya agung al-Mahdi – “membongkar benteng-benteng kesesatan dan hati-hati ketertutupan” Ya Aba Shalih, kiranya engkau berkenan menerima hadiah sederhana dari orang yang mengaku sebagai pengikutmu, tapi tidak banyak berbuat untuk mempersiapkan kedatanganmu. Ya Mahdi, adriknii!
*) KH Jalaluddin Rakhmat adalah Ketua Dewan Syura IJABI