Majulah IJABI
Hubungi kami di
  • Teras
  • Beranda Ustadz Jalal
  • Khazanah
  • IJABI
  • IJABIkita
  • IJABITube

Antipsikiatri

15/10/2012

 
Picture
Ilustrasi
Apakah kita berhak untuk menyebut seseorang gila ketika tidak bisa memahami perilakunya? Atau, apakah kita bisa menyebut seseorang skizoprenik (sejenis kegilaan) ketika tidak mampu memahami pemikirannya? Pertanyaan ini dijawab oleh Ust Jalal dalam sebuah catatan kecil yang ditulisnya sudah cukup lama, 13 Nopember 1990. Walaupun demikian, dalam kehidupan sosial, bahkan dalam kehidupan beragama, catatan ini memberi sudut pandang baru dan masih sangat relevan. [majulah-ijabi.org]

Martie tiba-tiba berubah. Ia senang menyendiri. Ia diam membisu, tanpa suara tanpa gerak. Sejam ia diam, tidak seorang pun keberatan. Lima jam membisu, keluarga terdekat mulai bertanya-tanya. Lebih dari dua belas jam, psikiater diminta pendapat. “Mutisme katatonik”, kata psikiater. “Ia harus segera dibawa ke rumah sakit jiwa”.

Di luar kemauannya, tanpa pembela, Martie diputuskan untuk “dipenjarakan” (atau dirawat, menurut istilah pelembutnya). Hidupnya sekarang harus mengikuti regimentasi yang sepenuhnya dikontrol psikiater. Ia tidak bebas melakukan apa yang ia kehendaki. Bila ia tidak bisa diatur, ia diberi “obat” (dengan dosis yang dapat membantu Anda coma sehari semalam). Bila masih bandel juga, otaknya diberi kejutan listrik. Atau sebagian organnya diambil – dikerat dengan pisau atau sinar laser. Pemenjaraan ini bisa berlangsung sebulan, setahun, atau puluhan tahun; bergantung pada keputusan psikiater.

“Kekuasaan yang diberikan, bahkan dipaksakan, pada psikiatri untuk melepaskan hak-hak dan kebebasan warganegara demi keperluan kedokteran, untuk observasi dan perawatan, tidak ada tandingannya dalam kekuasaan legal maupun dalam masyarakat kita, kecuali, saya kira, pada masyarakat yang  membenarkan penyiksaan para narapidana, tulis R.D. Laing dalam Wisdom, Madness, and Folly.

Laing dididik sebagai psikiater dan bertugas puluhan tahun dalam profesinya. Ia bergaul akrab dengan para pasiennya. Ia merasa tidak enak dengan kekuasaan berlebihan yang diberikan kepadanya sebagai dokter jiwa. Ia mencoba memperlakukan pasiennya sebagai manusia. Cara-cara perawatan psikiatrik yang lazim sekarang ini dipandangnya tidak manusiawi; malah telah menjadi cara paling efektif to drive someone crazy or more crazy (membuat orang gila atau lebih gila).

Ia mengusulkan supaya untuk memahami pasien dari perspektif pasien. Anda harus masuk dalam dunia mereka. Anda menghargai hak-hak mereka selama mereka tidak mengganggu hak orang lain. Apa hak Anda untuk menilai seseorang gila hanya karena Anda tidak memahami perilakunya? Apa hak Anda untuk memenjarakan Martie, hanya karena Martie memilih untuk diam? Bukankah ia tidak menganggu hak Anda untuk bicara? Apa hak Anda untuk memaksa orang lain berbuat seperti yang Anda kehendaki?

Pertanyaan-pertanyaan Laing dianggap terlalu nakal. Dunia psikiatri gempar. Laing dianggap sebagai psikiater yang antipsikiatri. Ketika ia membawa pasiennya tidur di rumahnya, dalam satu ranjang yang sama, para sejawatnya menggelengkan kepala. Mereka menuduhnya gila. Laing memberikan beberapa contoh betapa mudahnya psikiater menuduh orang gila, hanya karena ia tidak memahaminya. Tulisan Kierkegaard, The Concept of Dread, disebut Abraham Myerson sebagai contoh utama tentang cara berpikir seorang schizoid. Sejawat Laing di Harvard Pshyciatry Departement mengeluh karena ia tidak sanggup memahami tulisan Hegel. Ketika Laing bertanya apakah rekannya itu akan mendiagnosa Hegel sebagai skizoprenik (sejenis “kegilaan”), ia menjawab, “Tentu saja!”.

Pada masyarakat yang gila, orang waras akan disebut gila. Ketika status dan peran mereka menjadi rancu, ketika norma hukum tidak lagi mengatur tetapi diatur, ketika perilaku warga masyarakat tidak lagi dapat diduga, ketika hipokrasi mejadi kebiasaan umum, orang yang berusaha hidup lugas , jujur dan apa adanya akan dianggap gila. Pada masyarakat yang perilakunya sudah diregimentasi menurut ritma pengambil keputusan, yang mengemangkan autoritmia (ritma sendiri) akan dipandang gila. Untunglah tidak banyak orang yang menjadi psikiater, sehingga tidak semua yang dipandang gila itu dibawa ke bangsal psikiatrik.

Laing boleh jadi gila; tetapi ia mengingatkan kita untuk berhati-hati menyebut gila kepada orang yang perilakunya tidak bisa dipahami.
Hit Counter
Telah Dikunjungi Sebanyak

Comments are closed.

    Tentang

    Halaman ini untuk mengumpulkan tulisan-tulisan dan pendapat Ustadz Jalal yang lebih "serius", baik yang sudah pernah dimuat di berbagai sumber, maupun yang disiapkan khusus oleh beliau untuk mengisi rubrik ini. Silahkan mengirimkan tanggapan atas tulisan-tulisan di sini dengan mengirimkan-nya kepada Admin di:
    majulah.ijabi@gmail.com

    Picture
    Beranda Ust Jalal

    Arsip

    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    September 2013
    June 2013
    May 2013
    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012

    Subjek

    All
    14 Hadis
    Akhlak
    Bung Karno
    Doa
    Fakir Miskin
    Hadis
    Haji
    Imam Ali As
    Karamah
    Kepemimpinan
    Pluralisme
    Psikologi
    Psikologi Agama
    Ramadhan
    Rasulullah Saw
    Sejarah
    Tafsir
    Tasawuf
    Taubat
    Zuhud

    RSS Feed


Picture
2012-2018 © IJABI (Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia)
Hubungi kami melalui: