
Ramadhan adalah bulan mulia. Di bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih mulia dari seribu bulan ini, juga terjadi beberapa peristiwa penting sepanjang sejarah Islam. Ustadz Miftah Fauzi Rakhmat menyarikan kejadian-kejadian tersebut di dalam catatan serial berikut. Diterjemahkan dari iShia Android, tetapi diperkaya dengan beberapa referensi untuk bacaan lanjutan.
12 Ramadhan
Hari persaudaraan. Pada hari ini, tahun pertama setelah hijrah, Rasulullah Saw mempersaudarakan para sahabatnya. Muhajirin Makkah dipersaudarakan dengan saudara-saudara Anshar mereka di Madinah. Beban sama dibagi, kesulitan dikurangi. Semua sahabat mendapat saudaranya, kecuali satu orang saja: yaitu Ali bin Abi Thalib kw. Ia tidak dipersaudarakan dengan siapa pun. Ia muhajir dari Makkah. Tidak ada orang Anshar baginya. Ali dipersaudarakan dengan Rasulullah Saw. Dalam Sunan Turmudzi, 5: 300 (rujukan Lidwa hadis no. 3654), Nabi Saw bersabda: “Wahai Ali, engkaulah saudaraku di dunia dan di akhirat.”
Nabi Saw tidak secara acak mempersaudarakan siapa dengan siapa. Nabi yang setiap ucapannya adalah petunjuk, setiap perbuatannya adalah teladan tahu benar siapa dipersaudarakan dengan siapa karena karakteristik, pendekatan, dan berbagai hal lainnya yang menjadi pertimbangan. Menurut catatan, ada 90 orang yang dipersaudarakan. Sebagian sahabat yang dipersaudarakan itu menorehkan kisah-kisah keberanian dan kesetiaan mereka dalam sejarah Islam. Ada baiknya juga meneleaah sejarah untuk mengetahui saudara-saudara para sahabat itu lebih jauh. Mungkin bisa jadi disertasi doktoral untuk meneliti “rahasia” di balik hubungan sahabat yang dipersaudarakan Nabi Saw. Berikut di antaranya.
Hak-hak dan kewajiban saudara menurut Al-Quran diperinci dalam Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi orang yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (11) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah aha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Rujukan: Muntakhab al-Tawarikh 46, Sunan Turmudzi 5:300, Al-Waqa’i wa al-Hawadits 1:132
13 Ramadhan
Binasanya al-Hajjaj al-Tsaqafi. Pada tahun 95 H, tokoh zalim penumpah darah, al-Hajjaj al-Tsaqafi binasa. Ia tewas di zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan karena penyakit perut yang akut. Ketika ia menyadari perutnya sakit luar biasa, ia memerintahkan seorang tabib untuk menyembuhkannya. Tabib itu mengikatkan segumpal daging dan meminta Hajjaj menelannya. Setelah beberapa saat, ia menarik kembali daging itu dan bentuknya telah berubah dipenuhi darah kotor. Sadarlah mereka bahwa ajal Hajjaj sudah mendekat.
Setelah mati, mayatnya dikuburkan di tempat rahasia. Tetapi pada zaman pemerintahan berikutnya, tempatnya diketahui. Tidak ada yang tersisa dari mayatnya, tetapi masyarakat tetap membakar kuburan itu. Ia berusia 53 atau 73 tahun menurut dua riwayat yang berbeda. Ia ikut memerintah dan berkuasa di Irak, menjalankan titah khalifah selama duapuluh tahun lamanya.
Siapa Hajjaj al-Tsaqafi?
Ia bisa disebut sebagai Panglima Perang Dinasti Umayyah. Ia banyak melakukan kampanye berdarah. Di tangan al-Hajjaj lah, sahabat terakhir Rasulullah Saw yang panjang usia, Jabir bin Abdillah al-Anshari gugur. Tarikh Ibn Katsir juga menceritakan bagaimana ‘mengerikannya’ peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Hajjaj kepada Abdullah bin Zubair bin Awwam, seorang tabi’in putra sahabat Rasulullah Saw. Ia juga yang pernah menggunakan manjanik, sejenis katepel besar untuk menghancurkan Ka’bah. Menariknya, di internet kerap ditemukan orang-orang yang berusaha membela al-Hajjaj. Mengatakannya bahwa ia tidak seburuk seperti yang dituliskan sejarah. Mungkin para pembela mutaakhir itu, lebih mengenal al-Hajjaj daripada para penulis dan sejarahwan terdahulu.
Rujukan: Muruj al-Dzahab 3:173, Muntakhab al-Tawarikh 421, Faydh al-‘Allam 32, Al-Waqa’i wa al-Hawadits 1:139, 156-157.
14 Ramadhan
Syahadahnya Mukhtar al-Tsaqafi. Tahun 67 H, pecinta keluarga Rasulullah Saw, Mukhtar bin Abi Udaidah al-Tsaqafi gugur. Ia dikebumikan di samping marqad Muslim bin Aqil di Masjid Kufah.
Siapakah Mukhtar al-Tsaqafi? Menurut wikipedia, Mukhtar al-Tsaqafi adalah tokoh kontroversial yang menyulut revolusi menentang Dinasti Umayyah. Ia (dan pasukannya) menuntut balas atas syahadahnya Imam Husain as dan keluarganya di Karbala. Masih di Wikipedia, ada dua pendapat tentang Mukhtar. Menurut Sunan ibn Majah 2688, Mukhtar adalah seorang oportunis, yang memanfaatkan tragedi Karbala untuk meraih kekuasaan. Menurut versi lainnya, Mukhtar mendapat amanah dari Imam Ali as untuk membalaskan apa yang terjadi pada keluarga Rasulullah Saw di Karbala.
Rujukan: Tarikh Thabari: 21, Bihar al-Anwar 45:386.
Baca Juga:
Sejarah Di Hari-Hari Ramadhan: Tanggal 1 - 3
Sejarah Di Hari-Hari Ramadhan: Tanggal 4 - 10
Sejarah Di Hari-Hari Ramadhan: Tanggal 12 - 14
15 Ramadhan
16 Ramadhan
Hari persaudaraan. Pada hari ini, tahun pertama setelah hijrah, Rasulullah Saw mempersaudarakan para sahabatnya. Muhajirin Makkah dipersaudarakan dengan saudara-saudara Anshar mereka di Madinah. Beban sama dibagi, kesulitan dikurangi. Semua sahabat mendapat saudaranya, kecuali satu orang saja: yaitu Ali bin Abi Thalib kw. Ia tidak dipersaudarakan dengan siapa pun. Ia muhajir dari Makkah. Tidak ada orang Anshar baginya. Ali dipersaudarakan dengan Rasulullah Saw. Dalam Sunan Turmudzi, 5: 300 (rujukan Lidwa hadis no. 3654), Nabi Saw bersabda: “Wahai Ali, engkaulah saudaraku di dunia dan di akhirat.”
Nabi Saw tidak secara acak mempersaudarakan siapa dengan siapa. Nabi yang setiap ucapannya adalah petunjuk, setiap perbuatannya adalah teladan tahu benar siapa dipersaudarakan dengan siapa karena karakteristik, pendekatan, dan berbagai hal lainnya yang menjadi pertimbangan. Menurut catatan, ada 90 orang yang dipersaudarakan. Sebagian sahabat yang dipersaudarakan itu menorehkan kisah-kisah keberanian dan kesetiaan mereka dalam sejarah Islam. Ada baiknya juga meneleaah sejarah untuk mengetahui saudara-saudara para sahabat itu lebih jauh. Mungkin bisa jadi disertasi doktoral untuk meneliti “rahasia” di balik hubungan sahabat yang dipersaudarakan Nabi Saw. Berikut di antaranya.
- Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’adz bin Jabal
- Ammar bin Yasir dengan Huzaifah al-Yamani
- Abu Bakar dengan Kharjah bin Zaid
- Utsman bin Affan dengan ‘Aus bin Sabit
- Umar bin Khattab dengan Utbah bin Malik
- Abu Dzar al-Ghiffari dengan al-Mundzir bin Amr
- Mus’ab bin Umair dengan Abu Ayyub al-Anshari
- Abu Ubaidah Amir al-Jarrah dengan Sa’ad bin Ma’az
- Zubair bin al-Awwam dengan Salam bin Waqash
- Abdurrahman bin ‘Auf dengan Sa’ad bin Rabi’
- Thalhah bin Ubaidillah dengan Ka’ab bin Malik
- Salman al-Farisi dengan Abu Darda
Hak-hak dan kewajiban saudara menurut Al-Quran diperinci dalam Surat al-Hujurat ayat 11 dan 12:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi orang yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (11) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah aha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Rujukan: Muntakhab al-Tawarikh 46, Sunan Turmudzi 5:300, Al-Waqa’i wa al-Hawadits 1:132
13 Ramadhan
Binasanya al-Hajjaj al-Tsaqafi. Pada tahun 95 H, tokoh zalim penumpah darah, al-Hajjaj al-Tsaqafi binasa. Ia tewas di zaman pemerintahan Abdul Malik bin Marwan karena penyakit perut yang akut. Ketika ia menyadari perutnya sakit luar biasa, ia memerintahkan seorang tabib untuk menyembuhkannya. Tabib itu mengikatkan segumpal daging dan meminta Hajjaj menelannya. Setelah beberapa saat, ia menarik kembali daging itu dan bentuknya telah berubah dipenuhi darah kotor. Sadarlah mereka bahwa ajal Hajjaj sudah mendekat.
Setelah mati, mayatnya dikuburkan di tempat rahasia. Tetapi pada zaman pemerintahan berikutnya, tempatnya diketahui. Tidak ada yang tersisa dari mayatnya, tetapi masyarakat tetap membakar kuburan itu. Ia berusia 53 atau 73 tahun menurut dua riwayat yang berbeda. Ia ikut memerintah dan berkuasa di Irak, menjalankan titah khalifah selama duapuluh tahun lamanya.
Siapa Hajjaj al-Tsaqafi?
Ia bisa disebut sebagai Panglima Perang Dinasti Umayyah. Ia banyak melakukan kampanye berdarah. Di tangan al-Hajjaj lah, sahabat terakhir Rasulullah Saw yang panjang usia, Jabir bin Abdillah al-Anshari gugur. Tarikh Ibn Katsir juga menceritakan bagaimana ‘mengerikannya’ peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Hajjaj kepada Abdullah bin Zubair bin Awwam, seorang tabi’in putra sahabat Rasulullah Saw. Ia juga yang pernah menggunakan manjanik, sejenis katepel besar untuk menghancurkan Ka’bah. Menariknya, di internet kerap ditemukan orang-orang yang berusaha membela al-Hajjaj. Mengatakannya bahwa ia tidak seburuk seperti yang dituliskan sejarah. Mungkin para pembela mutaakhir itu, lebih mengenal al-Hajjaj daripada para penulis dan sejarahwan terdahulu.
Rujukan: Muruj al-Dzahab 3:173, Muntakhab al-Tawarikh 421, Faydh al-‘Allam 32, Al-Waqa’i wa al-Hawadits 1:139, 156-157.
14 Ramadhan
Syahadahnya Mukhtar al-Tsaqafi. Tahun 67 H, pecinta keluarga Rasulullah Saw, Mukhtar bin Abi Udaidah al-Tsaqafi gugur. Ia dikebumikan di samping marqad Muslim bin Aqil di Masjid Kufah.
Siapakah Mukhtar al-Tsaqafi? Menurut wikipedia, Mukhtar al-Tsaqafi adalah tokoh kontroversial yang menyulut revolusi menentang Dinasti Umayyah. Ia (dan pasukannya) menuntut balas atas syahadahnya Imam Husain as dan keluarganya di Karbala. Masih di Wikipedia, ada dua pendapat tentang Mukhtar. Menurut Sunan ibn Majah 2688, Mukhtar adalah seorang oportunis, yang memanfaatkan tragedi Karbala untuk meraih kekuasaan. Menurut versi lainnya, Mukhtar mendapat amanah dari Imam Ali as untuk membalaskan apa yang terjadi pada keluarga Rasulullah Saw di Karbala.
Rujukan: Tarikh Thabari: 21, Bihar al-Anwar 45:386.
Baca Juga:
Sejarah Di Hari-Hari Ramadhan: Tanggal 1 - 3
Sejarah Di Hari-Hari Ramadhan: Tanggal 4 - 10
Sejarah Di Hari-Hari Ramadhan: Tanggal 12 - 14
15 Ramadhan
16 Ramadhan