Baso Mappadeceng
Perjalanan berliku itu akhirnya berujung indah. Proses doktoral yang cukup unik, panjang, penuh liku dan cabaran, berbuah manis. Ustadz Jalaluddin Rakhmat akhirnya meraih gelar Doktor bidang Pemikiran Islam pada Program Doktoral by Research Pascasarjana UIN Alauddin, Makassar pada Kamis 15 Januari 2015 hari ini. (majulah-IJABI)
Perjalanan berliku itu akhirnya berujung indah. Proses doktoral yang cukup unik, panjang, penuh liku dan cabaran, berbuah manis. Ustadz Jalaluddin Rakhmat akhirnya meraih gelar Doktor bidang Pemikiran Islam pada Program Doktoral by Research Pascasarjana UIN Alauddin, Makassar pada Kamis 15 Januari 2015 hari ini. (majulah-IJABI)
(Kiri-kanan) Prof Dr H Moch Qasim Mathar MA (co-promotor), Prof Dr H Ahmad M Sewang MA (promotor), Prof Dr H Moh Natsir Mahmud MA (Direktur Pascasarjana UIN Alauddin), Dr KH Jalaluddin Rakhmat MSc (promovendus), Prof Dr H A Qadir Gassing MA (Rektor UIN Alauddin), Prof Dr H Abd Rahim Yunus MA (penguji), Prof Dr Arifuddin Ahmad M.Ag (penguji), Dr Hamzah Harun Al Rasyid Lc MA (penguji)
Di hadapan para penguji yang dipimpin Rektor UIN Alauddin Prof Dr A Qadir Gassing MA sebagai Ketua Sidang, Ustadz Jalal mempertahankan disertasi berjudul “Asal Usul Sunnah Sahabat; Studi Historiografi atas Tarikh Tasyri’”.
Dalam presentasi awal selama 10 menit, Ustadz Jalal menjelaskan tentang Sunnah Sahabat yang telah menjadi sumber syarak yang ketiga. Ada tiga jenis Sunnah Sahabat: Sunnah Sahabat yang sejalan dengan dan merupakan pelaksanaan dari Sunnah Nabi saw, seperti Tadwin al-Quran, Sunnah Sahabat yang menggantikan sunnah Nabi seperti salat tarawih, dan Sunnah Sahabat yang berlawanan dengan Sunnah Nabi seperti kasus Haji Tamattu’ yang disebutkan oleh Ibn Umar dan Radha’ah al-Kabir seperti yang diuraikan oleh al-Namlah (baca naskah presentasi ujian promosi Ustadz Jalal pada bagian lain di website ini).
Ustadz Jalal meraih gelar Doktor dalam Bidang Pemikiran Islam setelah melewati riset panjang lebih dari 4 tahun lamanya. Beliau meneliti tentang keberadaan Sunnah Sahabat yang menyebabkan umat Islam terpolarisasi dalam 2 kelompok besar, yaitu kelompok “wasiat” yang mengakui adanya wasiat Nabi Muhammad saw. (dalam hal kepemimpinan), dan kelompok yang menolak (adanya) wasiat Nabi. Antara kelompok yang mengikuti Sunnah Nabawiyah dan kelompok yang mengikuti Sunnah Sahabat.
Dalam disertasi setebal 300 halaman, Ustadz Jalal berupaya menjawab pertanyaan: Betulkah ada Sunah Sahabat yang berdampingan, menambah, dan bahkan bertentangan dengan Sunnah Nabi saw?; Apa latar belakang teologis yang melahirkan Sunnah Sahabat?; Apa latar belakang ideologis di balik perbedaan ideologis antara kelompok Sunnah Nabi dengan kelompok Sunnah Sahabat?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, seperti dipaparkan dalam resume disertasi yang dibagikan kepada para peserta, Ustadz Jalal melakukan penelitian dengan menggunakan metode historis pada aliran historical critical method dengan pendekatan traditional critical approach. Untuk itu, secara teknis digunakan metode abduktif. Penggunaan metode tersebut disebabkan karena metode al-jarh wa al-ta’dīl tidak bisa digunakan untuk memverifikasi reliabilitas hadis karena penilaian subyektif para ahli hadis yang seringkali dipengaruhi oleh fanatisme mazhab dan kepentingan pribadi atau golongan.
Mazhab “Wasiat”
Dalam serangkaian proses ujian yang panjang dan melelahkan, mulai dari ujian proposal, seminar hasil, ujian tutup hingga ujian promosi secara terbuka, Ustadz Jalal mengungkapkan munculnya dua aliran di antara para sahabat Nabi saw dalam mempersepsi ajaran Islam yang disampaikan Nabi saw. Pandangan yang berbeda tentang sunnah Nabi saw telah melahirkan dua kelompok sahabat. Mereka berbeda dalam tiga hal: işmah, ijtihād, dan marja’iyyah. Kelompok pertama memandang Nabi saw. sebagai manusia yang secara mutlak ma’şūm. Ia tidak pernah salah dalam pikiran, perkataan, dan tindakan. Ummah wajib tunduk sepenuhnya kepada perintahnya. Keputusannya bersifat ilahiah. Karena ijtihad itu bisa jatuh kepada kesalahan manusiawi, Rasūlullāh saw. tidak pernah memutuskan berdasarkan ijtihad. Selama ia hidup, ialah marja’ bagi seluruh umat. Dipercayai bahwa setelah beliau wafat akan ada orang yang ditunjuknya sebagai marja’ .
Sebaliknya, kelompok yang kedua hanya percaya kepada işmah parsial. Nabi saw. hanya wajib ditaati dalam urusan ibadah dan aqidah. Dalam masalah sosial politik, seringkali Nabi saw. menetapkan keputusannya berdasarkan pendapatnya, bukan berdasarkan wahyu. Dalam hal seperti ini, kita bisa menyampaikan pendapat sendiri. Sebagaimana Rasūlullāh saw. berijtihad, begitu pula para sahabatnya. Berkaitan dengan marjaiyyah, kelompok ini menjadikan seluruh sahabat sebagai marja’.
Semua perbedaan tersebut berasal dari kepercayaan tentang wasiat. Kelompok pertama percaya bahwa Nabi saw. berwasiat kepada ‘Alī bin Abī Ṭālib. Kelompok yang lain percaya bahwa Nabi saw. tidak berwasiat kepada siapa pun. Penelitian historis dalam disertasi ini menunjukkan bahwa kepercayaan kelompok pertama didukung oleh Al-Quran, hadis, dan dokumen-dokumen filologis dan historis.
Di hadapan Sidang Ujian Promosi Terbuka yang dihadiri Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, MA dan dihadiri lengkap seluruh penguji: Prof. Dr. H. Abd Rahim Yunus, MA, Dr. Hamzah Harun Al Rasyid, LC. MA, Prof. Dr. Arifuddin Ahmad, M.Ag dan para promotor sekaligus penguji: Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA, Prof. Dr. H. Moch. Qasim Mathar, MA, dan Prof. Dr. H. Phil. Kamaruddin Amin, MA, Ustadz Jalal membuktikan bahwa adanya wasiat Nabi saw. dibuktikan bukan hanya dengan penelitian terhadap perspektif Al-Quran berkaitan dengan pewarisan kepemimpinan kepada keluarga, tetapi juga dengan kajian hadis, filologis, dan peristiwa-peristiwa bersejarah tentang upaya hegemoni kekuasaan untuk menghilangkan wacana wasiat. Melalui disertasi ini pula secara akademis kehadiran mazhab pengikut wasiat Nabi dipertanggungjawabkan.
Dalam presentasi awal selama 10 menit, Ustadz Jalal menjelaskan tentang Sunnah Sahabat yang telah menjadi sumber syarak yang ketiga. Ada tiga jenis Sunnah Sahabat: Sunnah Sahabat yang sejalan dengan dan merupakan pelaksanaan dari Sunnah Nabi saw, seperti Tadwin al-Quran, Sunnah Sahabat yang menggantikan sunnah Nabi seperti salat tarawih, dan Sunnah Sahabat yang berlawanan dengan Sunnah Nabi seperti kasus Haji Tamattu’ yang disebutkan oleh Ibn Umar dan Radha’ah al-Kabir seperti yang diuraikan oleh al-Namlah (baca naskah presentasi ujian promosi Ustadz Jalal pada bagian lain di website ini).
Ustadz Jalal meraih gelar Doktor dalam Bidang Pemikiran Islam setelah melewati riset panjang lebih dari 4 tahun lamanya. Beliau meneliti tentang keberadaan Sunnah Sahabat yang menyebabkan umat Islam terpolarisasi dalam 2 kelompok besar, yaitu kelompok “wasiat” yang mengakui adanya wasiat Nabi Muhammad saw. (dalam hal kepemimpinan), dan kelompok yang menolak (adanya) wasiat Nabi. Antara kelompok yang mengikuti Sunnah Nabawiyah dan kelompok yang mengikuti Sunnah Sahabat.
Dalam disertasi setebal 300 halaman, Ustadz Jalal berupaya menjawab pertanyaan: Betulkah ada Sunah Sahabat yang berdampingan, menambah, dan bahkan bertentangan dengan Sunnah Nabi saw?; Apa latar belakang teologis yang melahirkan Sunnah Sahabat?; Apa latar belakang ideologis di balik perbedaan ideologis antara kelompok Sunnah Nabi dengan kelompok Sunnah Sahabat?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, seperti dipaparkan dalam resume disertasi yang dibagikan kepada para peserta, Ustadz Jalal melakukan penelitian dengan menggunakan metode historis pada aliran historical critical method dengan pendekatan traditional critical approach. Untuk itu, secara teknis digunakan metode abduktif. Penggunaan metode tersebut disebabkan karena metode al-jarh wa al-ta’dīl tidak bisa digunakan untuk memverifikasi reliabilitas hadis karena penilaian subyektif para ahli hadis yang seringkali dipengaruhi oleh fanatisme mazhab dan kepentingan pribadi atau golongan.
Mazhab “Wasiat”
Dalam serangkaian proses ujian yang panjang dan melelahkan, mulai dari ujian proposal, seminar hasil, ujian tutup hingga ujian promosi secara terbuka, Ustadz Jalal mengungkapkan munculnya dua aliran di antara para sahabat Nabi saw dalam mempersepsi ajaran Islam yang disampaikan Nabi saw. Pandangan yang berbeda tentang sunnah Nabi saw telah melahirkan dua kelompok sahabat. Mereka berbeda dalam tiga hal: işmah, ijtihād, dan marja’iyyah. Kelompok pertama memandang Nabi saw. sebagai manusia yang secara mutlak ma’şūm. Ia tidak pernah salah dalam pikiran, perkataan, dan tindakan. Ummah wajib tunduk sepenuhnya kepada perintahnya. Keputusannya bersifat ilahiah. Karena ijtihad itu bisa jatuh kepada kesalahan manusiawi, Rasūlullāh saw. tidak pernah memutuskan berdasarkan ijtihad. Selama ia hidup, ialah marja’ bagi seluruh umat. Dipercayai bahwa setelah beliau wafat akan ada orang yang ditunjuknya sebagai marja’ .
Sebaliknya, kelompok yang kedua hanya percaya kepada işmah parsial. Nabi saw. hanya wajib ditaati dalam urusan ibadah dan aqidah. Dalam masalah sosial politik, seringkali Nabi saw. menetapkan keputusannya berdasarkan pendapatnya, bukan berdasarkan wahyu. Dalam hal seperti ini, kita bisa menyampaikan pendapat sendiri. Sebagaimana Rasūlullāh saw. berijtihad, begitu pula para sahabatnya. Berkaitan dengan marjaiyyah, kelompok ini menjadikan seluruh sahabat sebagai marja’.
Semua perbedaan tersebut berasal dari kepercayaan tentang wasiat. Kelompok pertama percaya bahwa Nabi saw. berwasiat kepada ‘Alī bin Abī Ṭālib. Kelompok yang lain percaya bahwa Nabi saw. tidak berwasiat kepada siapa pun. Penelitian historis dalam disertasi ini menunjukkan bahwa kepercayaan kelompok pertama didukung oleh Al-Quran, hadis, dan dokumen-dokumen filologis dan historis.
Di hadapan Sidang Ujian Promosi Terbuka yang dihadiri Direktur Pascasarjana UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, MA dan dihadiri lengkap seluruh penguji: Prof. Dr. H. Abd Rahim Yunus, MA, Dr. Hamzah Harun Al Rasyid, LC. MA, Prof. Dr. Arifuddin Ahmad, M.Ag dan para promotor sekaligus penguji: Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, MA, Prof. Dr. H. Moch. Qasim Mathar, MA, dan Prof. Dr. H. Phil. Kamaruddin Amin, MA, Ustadz Jalal membuktikan bahwa adanya wasiat Nabi saw. dibuktikan bukan hanya dengan penelitian terhadap perspektif Al-Quran berkaitan dengan pewarisan kepemimpinan kepada keluarga, tetapi juga dengan kajian hadis, filologis, dan peristiwa-peristiwa bersejarah tentang upaya hegemoni kekuasaan untuk menghilangkan wacana wasiat. Melalui disertasi ini pula secara akademis kehadiran mazhab pengikut wasiat Nabi dipertanggungjawabkan.
(Kiri-Kanan) Prof Dr Phil H Kamaruddin Amin MA (co-promotor), Prof Dr H Moch Qasim Mathar MA (co-promotor), Prof Dr H Ahmad M Sewang MA (promotor), Prof Dr H Moh Natsir Mahmud MA (Direktur Pascasarjana UIN Alauddin), Dr KH Jalaluddin Rakhmat MSc (promovendus), Prof Dr H A Qadir Gassing MA (Rektor UIN Alauddin), Prof Dr H Abd Rahim Yunus MA (penguji), Prof Dr Arifuddin Ahmad M.Ag (penguji), Dr Hamzah Harun Al Rasyid Lc MA (penguji)
Kebebasan Akademik
Proses doktoral Ustadz Jalal di Pascasarjana UIN Alauddin terbilang ‘istimewa’. Berbagai upaya serius untuk menghadang dan menghentikan proses tersebut terus dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang gagal memahami arti kebebasan akademik dan tidak menghargai perbedaan pandangan dalam Islam. Kelompok kecil yang digerakkan oleh seorang muballigh bernama Said Abd Shamad, yang juga memimpin LPPI di Makassar, terus melakukan berbagai upaya protes, intimidasi, demonstrasi bahkan teror psikologis untuk menggagalkan proses doktoral Ustadz Jalal.
Namun demikian, gerakan yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu tidak mampu menggoyahkan tekad Pimpinan UIN Alauddin dan para promotor untuk terus menjaga independensi UIN Alauddin sebagai institusi pendidikan, dimana seluruh proses yang dijalankannya dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Proses doktoral Ustadz Jalal terus berjalan sesuai prosedur, hingga berujung pada ujian promosi doktoral.
Meski terbetik kabar akan adanya pengerahan massa untuk menggagalkan proses ujian di Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, ujian promosi doktoral yang juga dihadiri Ketua Umum MUI Kota Makassar Dr KH Mustamin Arsyad LC MA dan Prof Dr Basri Hasanuddin MA (Mantan Duta Besar Indonesia untuk Iran) berlangsung lancar dan aman, berkat bantuan aparat kepolisian yang melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selamat kepada Ustadz Jalal sebagai Doktor ke-364 UIN Alauddin Makassar!
Selamat kepada Pimpinan UIN Alauddin dan para Promotor!
Proses doktoral Ustadz Jalal di Pascasarjana UIN Alauddin terbilang ‘istimewa’. Berbagai upaya serius untuk menghadang dan menghentikan proses tersebut terus dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang gagal memahami arti kebebasan akademik dan tidak menghargai perbedaan pandangan dalam Islam. Kelompok kecil yang digerakkan oleh seorang muballigh bernama Said Abd Shamad, yang juga memimpin LPPI di Makassar, terus melakukan berbagai upaya protes, intimidasi, demonstrasi bahkan teror psikologis untuk menggagalkan proses doktoral Ustadz Jalal.
Namun demikian, gerakan yang sudah berlangsung bertahun-tahun itu tidak mampu menggoyahkan tekad Pimpinan UIN Alauddin dan para promotor untuk terus menjaga independensi UIN Alauddin sebagai institusi pendidikan, dimana seluruh proses yang dijalankannya dijamin dan dilindungi oleh konstitusi. Proses doktoral Ustadz Jalal terus berjalan sesuai prosedur, hingga berujung pada ujian promosi doktoral.
Meski terbetik kabar akan adanya pengerahan massa untuk menggagalkan proses ujian di Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, ujian promosi doktoral yang juga dihadiri Ketua Umum MUI Kota Makassar Dr KH Mustamin Arsyad LC MA dan Prof Dr Basri Hasanuddin MA (Mantan Duta Besar Indonesia untuk Iran) berlangsung lancar dan aman, berkat bantuan aparat kepolisian yang melaksanakan tugasnya dengan baik.
Selamat kepada Ustadz Jalal sebagai Doktor ke-364 UIN Alauddin Makassar!
Selamat kepada Pimpinan UIN Alauddin dan para Promotor!