Upaya untuk mempersatukan kelompok-kelompok Islam di Sulsel terus dilakukan. Setelah Universitas Muslim Indonesia, kini giliran Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan serta Forum Ukhuwah Islamiyah Sulsel kembali mempertemukan organisasi-organisasi masyarakat Islam yang ada di Sulsel. Kami menerima laporan Akbar Hamdan dari Makassar yang ikut menghadiri kegiatan ini. Semua isi laporan ini sudah pernah dimuat di harian Fajar Makassar tanggal 13 Nopember 2012 [majulah-ijabi.org]
****
****
Difasilitasi DPRD Sulsel, pertemuan ormas Islam yang mengangkat tema "Revitalisasi Peran Ormas Islam dalam Meneguhkan Ukhuwah" itu digelar dalam bentuk dialog di Lantai 9 Menara DPRD Sulsel, Senin 12 November. Pertemuan itu dipimpin langsung Ketua MUI Sulsel AGH Sanusi Baco, Ketua DPRD Sulsel HM Roem serta Ketua FUI Sulsel Prof Dr Ahmad M Sewang.
Ormas yang hadir mencapai puluhan. Antara lain Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, IMMIM, DDI-AD, Wahdah Islamiyah, Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia dan lainnya.
Ahmad M Sewang mengemukakan pentingnya bagi ormas-ormas Islam di Sulsel untuk saling memahami dan mencari persamaan-persamaan. Sebaliknya, sikap fanatik dan klaim kebenaran kelompok atau mazhab agar jangan ditonjolkan. "Islam Yes, Mazhab No," kata pakar sejarah dari Universitas Islam Negeri Makassar ini.
Menurut Ahmad, klaim kebenaran masing-masing kelompok Islam selama ini menjadi problem untuk menyatukan umat Islam. Ironisnya, kelompok yang merasa paling benar tidak jarang menyesatkan atau bahkan mengkafirkan kelompok lain yang tidak sepaham dengan kelompoknya.
Karena itu, dialog antar kelompok atau mazhab kini dirasakan sangat penting untuk menciptakan suasana saling memahami diantara kelompok Islam. "Tujuan dialog ini sangat penting untuk mencari titik-titik persamaan agar kita bisa bersatu. Bukan mempertajam perbedaan yang bisa membuat kita berselisih dan terpecah," katanya.
Sementara AGH Sanusi Baco mengatakan dialog tersebut sangat penting untuk mempererat persaudaraan antara sesama kelompok Islam. Menurutnya jika umat Islam bersatu, maka akan tercipta kekuatan besar yang dapat diandalkan untuk menghadapi masalah-masalah masyarakat hingga masalah kebangsaan, seperti kemiskinan, kejumudan dan kebodohan.
Dalam dialog dibahas mengenai evaluasi terhadap dakwah yang menjelek-jelekkan kelompok lain dan yang cenderung memaksakan syariat kelompoknya. Turut dibahas pula iring-iringan pengantar jenazah hingga keributan yang sering ditimbulkan pengendara di saat sebagian muslim tengah melaksanakan Salat berjamaah di masjid-masjid.
Di akhir pertemuan tersebut, AGH Sanusi Baco berharap seluruh kelompok Islam untuk mendahulukan sikap tasammuh atau terbuka dalam menerima perbedaan. Dalam menjalankan dakwahnya, selayaknya menggunakan metodologi Alquran dan Sunnah.
Ormas yang hadir mencapai puluhan. Antara lain Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, IMMIM, DDI-AD, Wahdah Islamiyah, Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia dan lainnya.
Ahmad M Sewang mengemukakan pentingnya bagi ormas-ormas Islam di Sulsel untuk saling memahami dan mencari persamaan-persamaan. Sebaliknya, sikap fanatik dan klaim kebenaran kelompok atau mazhab agar jangan ditonjolkan. "Islam Yes, Mazhab No," kata pakar sejarah dari Universitas Islam Negeri Makassar ini.
Menurut Ahmad, klaim kebenaran masing-masing kelompok Islam selama ini menjadi problem untuk menyatukan umat Islam. Ironisnya, kelompok yang merasa paling benar tidak jarang menyesatkan atau bahkan mengkafirkan kelompok lain yang tidak sepaham dengan kelompoknya.
Karena itu, dialog antar kelompok atau mazhab kini dirasakan sangat penting untuk menciptakan suasana saling memahami diantara kelompok Islam. "Tujuan dialog ini sangat penting untuk mencari titik-titik persamaan agar kita bisa bersatu. Bukan mempertajam perbedaan yang bisa membuat kita berselisih dan terpecah," katanya.
Sementara AGH Sanusi Baco mengatakan dialog tersebut sangat penting untuk mempererat persaudaraan antara sesama kelompok Islam. Menurutnya jika umat Islam bersatu, maka akan tercipta kekuatan besar yang dapat diandalkan untuk menghadapi masalah-masalah masyarakat hingga masalah kebangsaan, seperti kemiskinan, kejumudan dan kebodohan.
Dalam dialog dibahas mengenai evaluasi terhadap dakwah yang menjelek-jelekkan kelompok lain dan yang cenderung memaksakan syariat kelompoknya. Turut dibahas pula iring-iringan pengantar jenazah hingga keributan yang sering ditimbulkan pengendara di saat sebagian muslim tengah melaksanakan Salat berjamaah di masjid-masjid.
Di akhir pertemuan tersebut, AGH Sanusi Baco berharap seluruh kelompok Islam untuk mendahulukan sikap tasammuh atau terbuka dalam menerima perbedaan. Dalam menjalankan dakwahnya, selayaknya menggunakan metodologi Alquran dan Sunnah.