Akhir-akhir ini, provokasi penghujatan dan pengkafiran mazhab Syiah di dalam Islam semakin gencar dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Provokasi ini selain bisa memperlemah persaudaraan kaum muslimin, juga bisa merusak tatanan kehidupan bernegara. Mengerikan saat segelintir orang yang mengatasnamakan kelompok mayoritas, lalu mengajak untuk menafikan kelompok minoritas. Terlebih lagi jika provokasi itu dimotori oleh mereka yang dianggap "ulama". [majulah-ijabi.org]
Demikian kekhawatiran Prof. Din Syamsuddin dikutip dari media online detik.com mencermati maraknya pengkafiran Syiah diberbagai media dan mesjid-mesjid. Ketua Umum PP Muhammadiyah menilai sejauh ini telah terjadi tindakan membahayakan yang terkesan membesarkan-besarkan perbedaan Sunni dengan Syiah yang berdampak pada konflik umat. Dia berharap negara segera hadir untuk menanganinya dan para ulama segera tampil sebagai penyejuk suasana.
"Jangan dibesar-besarkan, karena sesungguhnya tidak ada apa-apa tapi menjadi membahayakan jika terus diprovokasi. Saya minta negara segera hadir berperan untuk menangani masalah ini. Selain itu juga para ulama harus segera turun tangan," kata Din kepada wartawan usai menghadiri penganugerahan gelar Doktor (HC) untuk Karni Ilyas di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (28/9/2013).
Para ulama dan memimpin umat, kata Din, harus segera tampil sebagai juru damai dengan mengedapankan semangat islah dan kerukunan atar umat. Dengan cara itulah persoalan yang dihadapi umat bisa segera diselesaikan sebelum menjadi besar.
Din juga menolak keras tindakan sebagian golongan yang mengafirkan golongan lain hanya karena berbeda aliran. Menurut Din, selama seseorang telah mengucapkan kalimat syahadat maka orang tersebut adalah seorang muslim yang dijamin keyakinannya itu oleh Allah SWT. Tidak pantas golongan lainnya menghujat dan menuduhnya sebagai seorang kafir.
Lebih lanjut Din Syamsudin, mengatakan bertolak dari dasar teologi paling dasar saja, selama seseorang sudah dengan ikhlas mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia telah menjadi seorang muslim. Memang ada perkecualian pada kasus Ahmadiyah karena mereka mengakui ada nabi lain setelah Nabi Muhammad.
"Kalau Syiah ini kan tidak sampai mempertuhankan Ali atau mengangkat Ali sebagai Nabi. Memang dulu pernah berkembang Syiah yang keras dan cenderung sesat, tapi setahu saya tidak berkembang di sini," papar Din.
"Keberadaan aliran-aliran ini kan jauh setelah Nabi wafat. Jaman Nabi tidak ada aliran seperti itu. Muhammadiyah juga tidak mengikuti Sunni maupun Syiah. Kita Islami. Bahkan kalau kita tilik dari sejarah, banyak pemikir, filsuf, ilmuwan muslim di masa lalu berasal dari kalangan Syiah," lanjutnya.
"Jangan dibesar-besarkan, karena sesungguhnya tidak ada apa-apa tapi menjadi membahayakan jika terus diprovokasi. Saya minta negara segera hadir berperan untuk menangani masalah ini. Selain itu juga para ulama harus segera turun tangan," kata Din kepada wartawan usai menghadiri penganugerahan gelar Doktor (HC) untuk Karni Ilyas di kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (28/9/2013).
Para ulama dan memimpin umat, kata Din, harus segera tampil sebagai juru damai dengan mengedapankan semangat islah dan kerukunan atar umat. Dengan cara itulah persoalan yang dihadapi umat bisa segera diselesaikan sebelum menjadi besar.
Din juga menolak keras tindakan sebagian golongan yang mengafirkan golongan lain hanya karena berbeda aliran. Menurut Din, selama seseorang telah mengucapkan kalimat syahadat maka orang tersebut adalah seorang muslim yang dijamin keyakinannya itu oleh Allah SWT. Tidak pantas golongan lainnya menghujat dan menuduhnya sebagai seorang kafir.
Lebih lanjut Din Syamsudin, mengatakan bertolak dari dasar teologi paling dasar saja, selama seseorang sudah dengan ikhlas mengucapkan dua kalimat syahadat maka dia telah menjadi seorang muslim. Memang ada perkecualian pada kasus Ahmadiyah karena mereka mengakui ada nabi lain setelah Nabi Muhammad.
"Kalau Syiah ini kan tidak sampai mempertuhankan Ali atau mengangkat Ali sebagai Nabi. Memang dulu pernah berkembang Syiah yang keras dan cenderung sesat, tapi setahu saya tidak berkembang di sini," papar Din.
"Keberadaan aliran-aliran ini kan jauh setelah Nabi wafat. Jaman Nabi tidak ada aliran seperti itu. Muhammadiyah juga tidak mengikuti Sunni maupun Syiah. Kita Islami. Bahkan kalau kita tilik dari sejarah, banyak pemikir, filsuf, ilmuwan muslim di masa lalu berasal dari kalangan Syiah," lanjutnya.