Dr. H. Muhammad Zain
Muktamar IV IJABI yang digelar di Padepokan Pencak Silat TMII tanggal 2-3 November 2012, dirangkaikan dengan seminar internasional bertema "Teladan Imam Ali as Untuk Persatuan Umat Islam". Seminar yang diadakan di hari Idul Ghadir 18 Dzulhijjah tersebut, bertepatan dengan 3 November 2012, juga dihadiri oleh Dr. Muhammad Zain yang datang sebagai pembicara. Mustamin al-Mandary menuliskan laporannya [majulah-iiabi.org]
Sekretaris Lajnah Perguruan Tinggi PBNU, Dr H Muhammad Zain, kepada harian Republika mengatakan Sunni dan Syiah bisa bersahabat. Beliau mengatakan, "Yang berseteru itu di luar Indonesia. Mereka yang sudah orientasinya politik".
Dalam pandangan Dr. Muhammad Zain, Sunni dan Syiah di Indonesia lebih arif mengambil sikap. Terbukti dengan berlangsungnya Muktamar IV Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI). "Ini menjadi cermin Syiah bukan musuh bagi Sunni begitu sebaliknya, Sunni bukan musuh bagi Syiah. Umat Islam saat lebih cerdas dalam melihat perbedaan," tambahnya.
Kasubdit Pengembangan Akademik Direktorat Pendidikan Islam Kemenag ini mengatakan dalam menghadapi perbedaan pemahaman perlu dilakukan melalui dialog terbuka. "Perlu ada dialog terbuka sehingga ada kohesi sosial antar umat," ujarnya.
Dr. Muhammad Zain menyampaikan, dengan adanya dialog, muktamar, atau pertemuan yang menghadirkan tokoh-tokoh ormas yang inspiratif, hal itu akan membantu para anggota ormas-ormas bisa saling memahami perbedaan. Untuk itu, tema yang diusung masing-masing ormas mestinya adalah tema-tema sentral yang mengedepankan persatuan.
Dr. Muhammad Zain di dalam pemaparannya mengatakan bahwa Imam Ali as adalah salah seorang sahabat istimewa Nabi Saw. Salah satu hadis yang sangat masyhur adalah bahwa Imam Ali as adalah pintu ilmu ketika Nabi Saw adalah kotanya. Bahkan Imam Ali diberi gelar khusus karamallahu wajhah karena sejak lahir Imam Ali as sudah terjaga keimanannya. Kata-kata Imam Ali as dikutip, dibukukan, dan menjadi rujukan para ulama. Di Indonesia, nama Imam Ali as malah menjadi pengisi mantra. Dengan demikian, Imam Ali as bukan saja dikenal di kalangan ulama, tetapi bahkan oleh masyarakat tradisional.
Dr. Muhammad Zain sempat menyinggung tentang hubungan Sunni dan Syiah. Beliau menyarankan agar setiap orang tidak terprovokasi atas-atas berita-berita yang belum tentu benar. Beliau menceritakan keterlibatan beliau dalam membebaskan para pelajar Indonesia di Darul Hadits Dammaj di Yaman. Namun, beliau buru-buru menjelaskan, kekerasan di salah satu daerah di Yaman tersebut bukan perang antar mazhab. Kasus Dammaj adalah pertikaian politis yang kebetulan saja terjadi antara penganut Syiah Zaidiyah dengan kelompok Salafi.
Dalam hubungan antar kaum muslimin, hendaknya semua mengatakan bahwa kita ini adalah anak-anak Islam. Dr. Muhammad Zain mengutip kisah tentang Salman al-Farisi. Ketika sebagian sahabat Nabi Saw menyebutkan keluarga dan nenek moyangnya sebagai kebanggaan, mereka lalu bertanya kepada Salman tentang nenek moyangnya. Dan Salman hanya menjawab, "Ana Ibnul Islam, saya adalah anak Islam".
Di bagian akhir, Dr. Zain mengatakan bahwa umat Islam Indonesia sangat membutuhkan ulama dan intelektual Islam seperti Jalaluddin Rakhmat yang juga adalah Ketua Dewan Syura IJABI. Menurut Dr. Zain, Jalaluddin Rakhmat adalah tokoh Islam Indonesia yang tidak hanya paham tentang Syiah, tetapi juga sangat memahami mazhab ahlussunnah. Dengan pemahaman tersebut, Jalaluddin Rakhmat bisa menjadi tokoh yang berperan aktif dalam pendekatan Sunni Syiah di Indonesia. "Semoga kita semua mendapatkan berkah dari Imam Ali kw di hari ini", pungkasnya.
Dalam pandangan Dr. Muhammad Zain, Sunni dan Syiah di Indonesia lebih arif mengambil sikap. Terbukti dengan berlangsungnya Muktamar IV Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI). "Ini menjadi cermin Syiah bukan musuh bagi Sunni begitu sebaliknya, Sunni bukan musuh bagi Syiah. Umat Islam saat lebih cerdas dalam melihat perbedaan," tambahnya.
Kasubdit Pengembangan Akademik Direktorat Pendidikan Islam Kemenag ini mengatakan dalam menghadapi perbedaan pemahaman perlu dilakukan melalui dialog terbuka. "Perlu ada dialog terbuka sehingga ada kohesi sosial antar umat," ujarnya.
Dr. Muhammad Zain menyampaikan, dengan adanya dialog, muktamar, atau pertemuan yang menghadirkan tokoh-tokoh ormas yang inspiratif, hal itu akan membantu para anggota ormas-ormas bisa saling memahami perbedaan. Untuk itu, tema yang diusung masing-masing ormas mestinya adalah tema-tema sentral yang mengedepankan persatuan.
Dr. Muhammad Zain di dalam pemaparannya mengatakan bahwa Imam Ali as adalah salah seorang sahabat istimewa Nabi Saw. Salah satu hadis yang sangat masyhur adalah bahwa Imam Ali as adalah pintu ilmu ketika Nabi Saw adalah kotanya. Bahkan Imam Ali diberi gelar khusus karamallahu wajhah karena sejak lahir Imam Ali as sudah terjaga keimanannya. Kata-kata Imam Ali as dikutip, dibukukan, dan menjadi rujukan para ulama. Di Indonesia, nama Imam Ali as malah menjadi pengisi mantra. Dengan demikian, Imam Ali as bukan saja dikenal di kalangan ulama, tetapi bahkan oleh masyarakat tradisional.
Dr. Muhammad Zain sempat menyinggung tentang hubungan Sunni dan Syiah. Beliau menyarankan agar setiap orang tidak terprovokasi atas-atas berita-berita yang belum tentu benar. Beliau menceritakan keterlibatan beliau dalam membebaskan para pelajar Indonesia di Darul Hadits Dammaj di Yaman. Namun, beliau buru-buru menjelaskan, kekerasan di salah satu daerah di Yaman tersebut bukan perang antar mazhab. Kasus Dammaj adalah pertikaian politis yang kebetulan saja terjadi antara penganut Syiah Zaidiyah dengan kelompok Salafi.
Dalam hubungan antar kaum muslimin, hendaknya semua mengatakan bahwa kita ini adalah anak-anak Islam. Dr. Muhammad Zain mengutip kisah tentang Salman al-Farisi. Ketika sebagian sahabat Nabi Saw menyebutkan keluarga dan nenek moyangnya sebagai kebanggaan, mereka lalu bertanya kepada Salman tentang nenek moyangnya. Dan Salman hanya menjawab, "Ana Ibnul Islam, saya adalah anak Islam".
Di bagian akhir, Dr. Zain mengatakan bahwa umat Islam Indonesia sangat membutuhkan ulama dan intelektual Islam seperti Jalaluddin Rakhmat yang juga adalah Ketua Dewan Syura IJABI. Menurut Dr. Zain, Jalaluddin Rakhmat adalah tokoh Islam Indonesia yang tidak hanya paham tentang Syiah, tetapi juga sangat memahami mazhab ahlussunnah. Dengan pemahaman tersebut, Jalaluddin Rakhmat bisa menjadi tokoh yang berperan aktif dalam pendekatan Sunni Syiah di Indonesia. "Semoga kita semua mendapatkan berkah dari Imam Ali kw di hari ini", pungkasnya.