Berikut adalah naskah khutbah Idul Fitri 1434H yang disampaikan oleh KH Jalaluddin Rakhmat. Khutbah ini juga dibacakan oleh beberapa Ijabiyyin yang sempat menjadi khatib di hari kegembiraan Idul Fitri 1434H di berbagi tempat. Kami muat disini, semoga bisa memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi kaum muslimin. [majulah-ijabi.org]
الحمد لله الذي يؤمن الخائفين وينجي الصالحين ويرفع المستضعفين ويضع المستكبرين، ويهلك ملوكاً ويستخلف آخرين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له المالك ألحق المبين. وأشهد أن محمد عبده ورسوله أرسله الله تعالي رحمةً للعالمين. والصلاة والسلام علي ابي القاسم محمد و علي آله الطيبين الطاهرين. الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Hadirin dan Hadirin, Aidin dan Aidat, Faizin dan Faizat:
Pada hari ini bahtera kehidupan mengantarkan kita kembali pada Idul Fitri. Di sini... sekarang...kita berlabuh di halaman anugrah dan kasih sayang Tuhan. Di sini ...kita gemakan takbir –membesarkan Yang Mahabesar- setelah sebulan penuh kita mengecilkan diri kita di hadapan kebesaranNya. Di sini ...hari ini ... kita bersama-sama merebahkan diri kita, meratakan dahi kita di atas tanah, menggumamkan sanjungan kita kepadaNya: Subhana Rabbiyal A’la wa bihamdih, Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi. Kita berharap Yang Mahakasih berkenan menerima kepasrahan kita kepadaNya, sehingga ia bukakan pintu ampunanNya kepada kita. Tuhanku, jika sekiranya dalam puasa kami dan salat malam kami ada kekurangan dan kesalahan, janganlah Engkau siksa kami, tetapi terimalah kami dengan penerimaanMu dan ampunanMu.
Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Walillahil Hamd
Para Aidin dan Aidat, Faizin dan Faizat, hadirin dan hadirat
Kita datang dari Yang Mahasuci dan sedang dalam perjalanan kembali kepada Yang Mahasuci. Dia hanya menerima kita dalam pangkuan kasihNya, bila kita sudah membersihkan diri kita sebersih-bersihnya. Maka seluruh bulan Ramadhan adalah bulan pembersihan, bulan pensucian, bulan purifikasi, bulan detoksifikasi. Kita mensucikan diri dengan berpuasa, melakukan salat malam, membaca Al-Quran, berzikir, beristighfar, beribadat yang wajib dan yang sunat. Pagi ini marilah kita renungkan, apakah proses pensucian Ramadhan ini berhasil. Alangkah ruginya kita jika semua proses pensucian itu gagal total, tidak berguna sama sekali. Betapa malangnya kita, jika kita membangun dengan ibadat itu istana pasir, yang hilang begitu saja ditiup angin lalu.
Pada suatu kali Nabi Musa as melewati seorang lelaki yang sedang bertaubat dengan merintih menangis. Ketika Musa as kembali, orang itu masih juga merintih. Musa berkata: Tuhanku, ini hambaMu merintih karena takut kepadaMu. Allah swt berfirman:
Pada hari ini bahtera kehidupan mengantarkan kita kembali pada Idul Fitri. Di sini... sekarang...kita berlabuh di halaman anugrah dan kasih sayang Tuhan. Di sini ...kita gemakan takbir –membesarkan Yang Mahabesar- setelah sebulan penuh kita mengecilkan diri kita di hadapan kebesaranNya. Di sini ...hari ini ... kita bersama-sama merebahkan diri kita, meratakan dahi kita di atas tanah, menggumamkan sanjungan kita kepadaNya: Subhana Rabbiyal A’la wa bihamdih, Mahasuci Tuhanku yang Maha Tinggi. Kita berharap Yang Mahakasih berkenan menerima kepasrahan kita kepadaNya, sehingga ia bukakan pintu ampunanNya kepada kita. Tuhanku, jika sekiranya dalam puasa kami dan salat malam kami ada kekurangan dan kesalahan, janganlah Engkau siksa kami, tetapi terimalah kami dengan penerimaanMu dan ampunanMu.
Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Walillahil Hamd
Para Aidin dan Aidat, Faizin dan Faizat, hadirin dan hadirat
Kita datang dari Yang Mahasuci dan sedang dalam perjalanan kembali kepada Yang Mahasuci. Dia hanya menerima kita dalam pangkuan kasihNya, bila kita sudah membersihkan diri kita sebersih-bersihnya. Maka seluruh bulan Ramadhan adalah bulan pembersihan, bulan pensucian, bulan purifikasi, bulan detoksifikasi. Kita mensucikan diri dengan berpuasa, melakukan salat malam, membaca Al-Quran, berzikir, beristighfar, beribadat yang wajib dan yang sunat. Pagi ini marilah kita renungkan, apakah proses pensucian Ramadhan ini berhasil. Alangkah ruginya kita jika semua proses pensucian itu gagal total, tidak berguna sama sekali. Betapa malangnya kita, jika kita membangun dengan ibadat itu istana pasir, yang hilang begitu saja ditiup angin lalu.
Pada suatu kali Nabi Musa as melewati seorang lelaki yang sedang bertaubat dengan merintih menangis. Ketika Musa as kembali, orang itu masih juga merintih. Musa berkata: Tuhanku, ini hambaMu merintih karena takut kepadaMu. Allah swt berfirman:
يا موسي! لو نزل دماغه مع دموع عينيه، لم اغفر له وهو يحب الدنيا
“Hai Musa, sekiranya otak orang ini keluar dan bercampur dengan airmatanya, aku tidak akan mengampuninya Karena ia mencintai dunia, hubbud dunya.” (Sayyid Hasan al-Syirazi,
Sekiranya orang itu melengkungkan punggungnya, mengalirkan darah bersama airmatanya, Tuhan tidak akan mengampuni dosanya, bila dalam hatinya masih ada kecintaan kepada dunia.
Pada waktu Rasulullah saw Mi’raj, di ufuk yang agung, di Arasy nan Tinggi, Allah azza wa jalla berfirman kepada kekasihNya:
Sekiranya orang itu melengkungkan punggungnya, mengalirkan darah bersama airmatanya, Tuhan tidak akan mengampuni dosanya, bila dalam hatinya masih ada kecintaan kepada dunia.
Pada waktu Rasulullah saw Mi’raj, di ufuk yang agung, di Arasy nan Tinggi, Allah azza wa jalla berfirman kepada kekasihNya:
" في حديث المعراج ":... لو صلى العبد صلاة أهل السماء والأرض، ويصوم صيام أهل السماء والأرض، ويطوي من الطعام مثل الملائكة، ولبس لباس العاري، ثم أرى في قلبه من حب الدنيا ذرة أو سعتها أو رئاستها أو حليها أو زينتها لا يجاورني في داري، ولا نزعن من قلبه محبتي
Sekiranya seorang hamba salat dengan salatnya para penghuni langit dan bumi, berpuasa dengan puasanya para penghuni langit dan bumi, dan menahan diri tidak makan seperti para malaikat, memakai pakaian yang compang-camping, tetapi kemudian aku lihat dalam hatinya sebesar zarrah, sejemput debu, kecintaan kepada dunia, atau pada keluasannya, atau pada kekuasaannya, atau pada kemegahannya atau pada keindahannya, ia tidak akan bisa mendampingiku di RumahKu, dan Aku akan cabut dari hatinya kecintaan kepadaKu (Bihar al-Anwar 77:30; 73:60; Mizan al-Hikmah).
Pagi ini marilah kita melihat jauh ke dalam lubuk hati kita. Adakah cinta dunia di situ? Apa tanda-tanda cinta dunia? Salah satu di antara ciri orang yang mencintai dunia ialah saudara mengukur kemuliaan orang dari harta yang dimilikinya, dari uang yang dibelanjakannya. Apakah saudara terkagum-kagum, terpesona, melihat kekayaan orang, menyaksikan kemewahan orang dan ingin agar saudara pun memiliki hal yang sama? Jika saudara menjawab ya, saudara telah menghancurkan semua ibadat saudara di bulan suci. Ruh saudara yang putih bersih di bulan Ramadhan sekarang disiram lumpur cinta dunia. Seperti virus, cinta dunia menyebar ke seluruh kalbu, menggerogoti seluruh kebaikan, dan menjadi sumber segala kejahatan. “Kamu tidak akan menemui Allah dengan amal yang lebih membahayakanmu seperti cinta dunia”,
Pagi ini marilah kita melihat jauh ke dalam lubuk hati kita. Adakah cinta dunia di situ? Apa tanda-tanda cinta dunia? Salah satu di antara ciri orang yang mencintai dunia ialah saudara mengukur kemuliaan orang dari harta yang dimilikinya, dari uang yang dibelanjakannya. Apakah saudara terkagum-kagum, terpesona, melihat kekayaan orang, menyaksikan kemewahan orang dan ingin agar saudara pun memiliki hal yang sama? Jika saudara menjawab ya, saudara telah menghancurkan semua ibadat saudara di bulan suci. Ruh saudara yang putih bersih di bulan Ramadhan sekarang disiram lumpur cinta dunia. Seperti virus, cinta dunia menyebar ke seluruh kalbu, menggerogoti seluruh kebaikan, dan menjadi sumber segala kejahatan. “Kamu tidak akan menemui Allah dengan amal yang lebih membahayakanmu seperti cinta dunia”,
إنك لن تلقى الله سبحانه بعمل أضر عليك من حب الدنيا
kata Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Al-Quran berkisah tentang Qarun dan orang-orang yang mengaguminya:
Al-Quran berkisah tentang Qarun dan orang-orang yang mengaguminya:
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ فِى زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا يَـٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِىَ قَـٰرُونُ إِنَّهُ ۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Maka ia pun keluar ke tengah-tengah kaumnya dengan segala kemewahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki dunia: Alangkah baiknya jika kita punya seperti apa yang dimiliki Qarun. Sungguh, Qarun itu orang yang sangat beruntung.” (Al-Qashshash 79).
Jika saudara menghabiskan malam-malam Ramadhan dalam rintihan, tapi saudara terpesona menyaksikan atau menonton gelimang kemewahan, gaya hidup yang glamour, seperti kawan-kawan Qarun, saudara adalah pecinta dunia yang dijauhkan Tuhan dari ampunanNya. Jika saudara menahan lapar dan dahaga, kemudian mengkhatam Al-Quran, serta melakukan salat malam dengan setia, tapi saudara meningkatkan harga diri saudara dengan mempertontonkan kemewahan, saudara adalah Qarun yang berbuat kerusakan di bumi. Ibadat-ibadat yang saudara lakukan hanyalah menjauhkan diri saudara dari hadirat Tuhan.
Pagi ini, marilah kita merenung, menukik jauh ke dalam hati kita. Kita tidak beribadat seperti ibadatnya penghuni langit dan bumi, kita tidak saum seperti saumnya penghuni langit dan bumi, dan pada saat yang sama kita memuja orang-orang kaya, kita membanting tulang, jor-joran, mati-matian supaya kita dapat hidup sedikit seperti mereka, kita memuliakan harga diri kita dengan memiliki barang-barang mewah dan mempertontonkan apa yang kita miliki, mungkinkah masih tersisa ibadat dan amal saleh kita di bulan Ramadhan? Lihat ke dalam hatimu, lihat bagaimana kecintaan kamu untuk memiliki dunia, kesenangan kamu untuk mengumpulkan harta, ambisi kamu untuk memperoleh kekuasaan, kebiasaan kamu untuk mengejar-ngejar kesenangan jasmaniah telah menggelapkan hatimu? Pagi ini, marilah kita merenung, apakah masih ada peluang bagi kita untuk mengetuk pintu Tuhan Yang Mahakasih? Masih adakah harapan untuk memperoleh ampunan Tuhan?
Marilah kita bergabung dengan Ibn Abi Ya’fur, murid dari orang suci yang hidup 732 tahun yang lalu, sahabat dari imam yang lewat dirinya mengalir Islam Muhammadi, Imam Ja ’far al-Shadiq as. “Kami mencintai dunia, “ kata Ibn Abi Ya’fur, mungkin dengan linangan air mata. Ia mewakili kita semua. Imam bertanya, “Apa yang kaulakukan dengan duniamu?” Ia menjawab, mudah-mudahan jawabannya mewakili kita, “Aku menikah, aku berhaji, aku memberikan nafkah kepada keluargaku, aku membantu saudara-saudaraku, aku bersedekah.” Mari kita dengarkan jawaban Imam,
Jika saudara menghabiskan malam-malam Ramadhan dalam rintihan, tapi saudara terpesona menyaksikan atau menonton gelimang kemewahan, gaya hidup yang glamour, seperti kawan-kawan Qarun, saudara adalah pecinta dunia yang dijauhkan Tuhan dari ampunanNya. Jika saudara menahan lapar dan dahaga, kemudian mengkhatam Al-Quran, serta melakukan salat malam dengan setia, tapi saudara meningkatkan harga diri saudara dengan mempertontonkan kemewahan, saudara adalah Qarun yang berbuat kerusakan di bumi. Ibadat-ibadat yang saudara lakukan hanyalah menjauhkan diri saudara dari hadirat Tuhan.
Pagi ini, marilah kita merenung, menukik jauh ke dalam hati kita. Kita tidak beribadat seperti ibadatnya penghuni langit dan bumi, kita tidak saum seperti saumnya penghuni langit dan bumi, dan pada saat yang sama kita memuja orang-orang kaya, kita membanting tulang, jor-joran, mati-matian supaya kita dapat hidup sedikit seperti mereka, kita memuliakan harga diri kita dengan memiliki barang-barang mewah dan mempertontonkan apa yang kita miliki, mungkinkah masih tersisa ibadat dan amal saleh kita di bulan Ramadhan? Lihat ke dalam hatimu, lihat bagaimana kecintaan kamu untuk memiliki dunia, kesenangan kamu untuk mengumpulkan harta, ambisi kamu untuk memperoleh kekuasaan, kebiasaan kamu untuk mengejar-ngejar kesenangan jasmaniah telah menggelapkan hatimu? Pagi ini, marilah kita merenung, apakah masih ada peluang bagi kita untuk mengetuk pintu Tuhan Yang Mahakasih? Masih adakah harapan untuk memperoleh ampunan Tuhan?
Marilah kita bergabung dengan Ibn Abi Ya’fur, murid dari orang suci yang hidup 732 tahun yang lalu, sahabat dari imam yang lewat dirinya mengalir Islam Muhammadi, Imam Ja ’far al-Shadiq as. “Kami mencintai dunia, “ kata Ibn Abi Ya’fur, mungkin dengan linangan air mata. Ia mewakili kita semua. Imam bertanya, “Apa yang kaulakukan dengan duniamu?” Ia menjawab, mudah-mudahan jawabannya mewakili kita, “Aku menikah, aku berhaji, aku memberikan nafkah kepada keluargaku, aku membantu saudara-saudaraku, aku bersedekah.” Mari kita dengarkan jawaban Imam,
ليس هذا من الدنيا، هذا من الآخرة
“Ini bukan bagian dari dunia. Ini bagian dari akhirat”
Karena itu kepada Qarun, Nabi Musa as berkata, “Ahsin kamaa ahsanallah ilaik.” Berbuat baiklah seperti Allah telah berbuat baik kepadamu. Saudara boleh menghimpun harta sebanyak-banyaknya, tapi gunakanlah harta itu bukan untuk kemegahan diri, bukan untuk dipertontonkan kepada orang banyak, bukan untuk meningkatkan status sosial, bukan untuk kesombongan. Gunakan harta saudara untuk berbuat baik, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada saudara. Gunakan harta saudara untuk bekal mudik ke pangkuan kasih sayang Allah al-Rahman al-Rahim.
Karena itu kepada Qarun, Nabi Musa as berkata, “Ahsin kamaa ahsanallah ilaik.” Berbuat baiklah seperti Allah telah berbuat baik kepadamu. Saudara boleh menghimpun harta sebanyak-banyaknya, tapi gunakanlah harta itu bukan untuk kemegahan diri, bukan untuk dipertontonkan kepada orang banyak, bukan untuk meningkatkan status sosial, bukan untuk kesombongan. Gunakan harta saudara untuk berbuat baik, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepada saudara. Gunakan harta saudara untuk bekal mudik ke pangkuan kasih sayang Allah al-Rahman al-Rahim.
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَٮٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأَخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن ڪَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِى ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ
“Dengan harta yang telah Allah berikan kepadamu, carilah kebahagiaan abadi di kampung akhirat. Jangan lupakan bagian kamu di dunia. Berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Janganlah berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak suka pada orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qaşāş 77).
Ubah dunia kamu menjadi akhiratmu. Gantikan kecintaan dunia dengan kecintaan akhirat. Cari dunia sebanyak-banyaknya, kemudian bagikan dunia ini untuk mensejahterakan orang-orang di sekitar kamu; mengenyangkan yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, menghibur orang yang kesusahan, mengobati orang yang sakit, membayarkan utang orang yang berutang, mengangkat derajat orang yang dihinakan, “melepaskan orang dari beban kehidupan yang menghimpitnya dan membebaskan orang dari belenggu-belenggu yang memasung kebebasannya” (Al-A’raf 157).
Ubah dunia kamu menjadi akhiratmu. Gantikan kecintaan dunia dengan kecintaan akhirat. Cari dunia sebanyak-banyaknya, kemudian bagikan dunia ini untuk mensejahterakan orang-orang di sekitar kamu; mengenyangkan yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, menghibur orang yang kesusahan, mengobati orang yang sakit, membayarkan utang orang yang berutang, mengangkat derajat orang yang dihinakan, “melepaskan orang dari beban kehidupan yang menghimpitnya dan membebaskan orang dari belenggu-belenggu yang memasung kebebasannya” (Al-A’raf 157).
بارك الله لي و لكم في القران الكريم ونفعني وإياكم بتلاوته وذكر الحكيم فتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم المالك البار الرؤوف الرحيم
Khotbah Kedua
Baca doa dari Shahifah al-Sajjadiyah: Munajat 15, Munajat al-Zahidin
KH. Jalaluddin Rakhmat
(Ketua Dewan Syura IJABI)
Baca doa dari Shahifah al-Sajjadiyah: Munajat 15, Munajat al-Zahidin
KH. Jalaluddin Rakhmat
(Ketua Dewan Syura IJABI)