KH Jalaluddin Rakhmat
Di tengah sahara yang terhampar sangar
Dalam terik matahari siang yang membakar
Sepasang tangan suci menyapu lahan
di bawah pepohonan
Ia menghadap Ka’bah dan mengangkat kedua tangan
“Allahu Akbar”
Kedua tangan itu tangan Muhammad Rasulullah
Di atas tumpukan pelana kuda dan unta
Di depan pandangan ratusan ribu mata
Ia memandang jauh ke depan
Dengan air mata yang mengelegak dalam genangan
Tangan kanannya mengangkat tangan kiri anak muda
yang berdiri di sampingnya
Tangan kanan itu tangan Muhammad Rasulullah
Menakjubkan, dari bibir yang suci kalimat lembut memancar
Menyebar di sahara yang terhampar
Bergulung-gulung membentuk awan
Meledakkan gelegar halilintar
Dalam genggaman tangan suci, suara indah terdengar
“Man kuntu mawlah fa ‘Aliyyun mawlah.”
Tangan yang menggengam itu tangan Muhammad Rasulullah
Mereka berjalan di pinggiran kota Madinah
Di sekitar kota, seperti pagar hidup, ada taman-taman indah
“Taman kamu di surga lebih indah lagi”
Tiba-tiba kedua tangan Nabi memagut Ali
dan dari wajahnya mengalir airmata ke pundak Ali
“Aku menangis karena kedengkian orang banyak kepadamu
Segera setelah aku meninggalkan kamu”
Kedua tangan yang memagut itu tangan Muhammad Rasulullah
Di masjid, Ali tertidur dengan tubuh kelabu tertutup debu
“Biarkan ia tidur, karena sepeninggalku nanti
Ia tak kan sempat beristirahat lagi”
Dengan penuh kasih, tangan itu membersihkan debu-debu di punggungnya
“Duduklah Ya Aba Turab, wahai Sang Bertabur Debu”
Ali terbangun dan kedua pasang mata saling menatap mesra
“Engkaulah pemimpin orang miskin dan orang miskin membanggakan kamu sebagai pemimpin mereka”
Tangan yang menyapu debu itu tangan Muhammad Rasulullah
Di atas pangkuannya, diiringi senyum syahdu
roh suci itu terbang lepas menuju Kekasih Sejati
kedua tangan itu menyapu muka Sang Nabi
Dan mengusapkannya ke mukanya yang sendu
“Kau tetap indah, semasa ada dan setelah tiada”
Air mata melimpah keluar dari sela-sela jari tangannya
Kedua tangan itu tangan Ali Amirul Mukminin
Di pinggir jalan, ia menemukan anak kecil menangis sendirian
Ia mendekatinya, mendekapnya dan mengusap airmatanya
“Kenapa kau menangis, sayang?”
“Tadi aku datang ke sini untuk bermain bersama,
Teman-teman mengusirku dan berkata: Kau tak punya bapak!”
Tangan yang kekar mencecar musuh di Badar sekarang bergetar
Tangan yang kuat memegang pedang di medan perang sekarang berguncang
Dengan gelegak air mata yang tak tertahan
Kedua tangannya memeluknya erat-erat
“Bawa uang ini. Bermainlah dengan mereka. Jika mereka bertanya siapa bapakmu? "
Katakan: Ayahku Ali bin Abi Thalib!
Kedua tangan itu tangan Ali Amirul Mukminin
Imam Hasan membagikan makanan
Pada barisan orang yang kelaparan
Setiap orang memperoleh jatah satu bungkusan
“Bolehkah aku meminta satu bungkus tambahan
Buat seorang kakek yang berbalut peluh
Pekerja kasar di ladang perkebunan.”
“Boleh saja,” kata Imam Hasan pembagi makanan
“Tidakkah kamu lihat tangan buruh itu
Kalau tidak berkeringat basah ia bersimbah darah
Dari aliran keringatnya kami bagikan makanan
Dari simbahan darahnya kami tegakkan keadilan
Tangan orang tua itu tangan ayahku Ali Amirul Mukminin”
Di tengah sahara yang terhampar sangar
Dalam terik matahari siang yang membakar
Sepasang tangan suci menyapu lahan
di bawah pepohonan
Ia menghadap Ka’bah dan mengangkat kedua tangan
“Allahu Akbar”
Kedua tangan itu tangan Muhammad Rasulullah
Di atas tumpukan pelana kuda dan unta
Di depan pandangan ratusan ribu mata
Ia memandang jauh ke depan
Dengan air mata yang mengelegak dalam genangan
Tangan kanannya mengangkat tangan kiri anak muda
yang berdiri di sampingnya
Tangan kanan itu tangan Muhammad Rasulullah
Menakjubkan, dari bibir yang suci kalimat lembut memancar
Menyebar di sahara yang terhampar
Bergulung-gulung membentuk awan
Meledakkan gelegar halilintar
Dalam genggaman tangan suci, suara indah terdengar
“Man kuntu mawlah fa ‘Aliyyun mawlah.”
Tangan yang menggengam itu tangan Muhammad Rasulullah
Mereka berjalan di pinggiran kota Madinah
Di sekitar kota, seperti pagar hidup, ada taman-taman indah
“Taman kamu di surga lebih indah lagi”
Tiba-tiba kedua tangan Nabi memagut Ali
dan dari wajahnya mengalir airmata ke pundak Ali
“Aku menangis karena kedengkian orang banyak kepadamu
Segera setelah aku meninggalkan kamu”
Kedua tangan yang memagut itu tangan Muhammad Rasulullah
Di masjid, Ali tertidur dengan tubuh kelabu tertutup debu
“Biarkan ia tidur, karena sepeninggalku nanti
Ia tak kan sempat beristirahat lagi”
Dengan penuh kasih, tangan itu membersihkan debu-debu di punggungnya
“Duduklah Ya Aba Turab, wahai Sang Bertabur Debu”
Ali terbangun dan kedua pasang mata saling menatap mesra
“Engkaulah pemimpin orang miskin dan orang miskin membanggakan kamu sebagai pemimpin mereka”
Tangan yang menyapu debu itu tangan Muhammad Rasulullah
Di atas pangkuannya, diiringi senyum syahdu
roh suci itu terbang lepas menuju Kekasih Sejati
kedua tangan itu menyapu muka Sang Nabi
Dan mengusapkannya ke mukanya yang sendu
“Kau tetap indah, semasa ada dan setelah tiada”
Air mata melimpah keluar dari sela-sela jari tangannya
Kedua tangan itu tangan Ali Amirul Mukminin
Di pinggir jalan, ia menemukan anak kecil menangis sendirian
Ia mendekatinya, mendekapnya dan mengusap airmatanya
“Kenapa kau menangis, sayang?”
“Tadi aku datang ke sini untuk bermain bersama,
Teman-teman mengusirku dan berkata: Kau tak punya bapak!”
Tangan yang kekar mencecar musuh di Badar sekarang bergetar
Tangan yang kuat memegang pedang di medan perang sekarang berguncang
Dengan gelegak air mata yang tak tertahan
Kedua tangannya memeluknya erat-erat
“Bawa uang ini. Bermainlah dengan mereka. Jika mereka bertanya siapa bapakmu? "
Katakan: Ayahku Ali bin Abi Thalib!
Kedua tangan itu tangan Ali Amirul Mukminin
Imam Hasan membagikan makanan
Pada barisan orang yang kelaparan
Setiap orang memperoleh jatah satu bungkusan
“Bolehkah aku meminta satu bungkus tambahan
Buat seorang kakek yang berbalut peluh
Pekerja kasar di ladang perkebunan.”
“Boleh saja,” kata Imam Hasan pembagi makanan
“Tidakkah kamu lihat tangan buruh itu
Kalau tidak berkeringat basah ia bersimbah darah
Dari aliran keringatnya kami bagikan makanan
Dari simbahan darahnya kami tegakkan keadilan
Tangan orang tua itu tangan ayahku Ali Amirul Mukminin”