
Sekolah Rakyat Cakrawala (SRC) yang bernaung di bawah Yayasan Panrita IJABI Makassar dan dikelola oleh aktifis IJABI Sulsel, mengikuti Makassar Education Festival (MEF) 23 Desember 2012 yang lalu. SRC menampilkan berbagai kegiatan dan hasil karya bersama sekolah pendidikan alternatif lain di Makassar. Citizen reporter kami Muchniar mengirimkan laporannya berikut ini [majulah-ijabi.org]
****
****
Makassar Education Festival (MEF) yang dipelopori oleh Sekolah Rakyat KAMI berjalan dengan lancar. Kegiatan ini berlangusng pada hari Minggu, 23 Desember 2012, pukul 10.00 – 22.00 Wita di Gedung Kesenian Makassar. Dalam kegiatan ini, beberapa komunitas yang bergerak pada persoalan pendidikan, atau lebih tepatnya “pendidikan alternatif”, ikut terlibat. Di antara komunitas itu adalah SekolahI, Kedai Buku Jenny, Cara Baca, Rumah Baca Philosophia, Ininnawa, Sekolah Raktyat Cakrawala (SRC), Makassar Indi Book, Senyuman (Semangat dan Denyut Mimpi Anak Jalanan), Pustaka Iyyan Tiara, dan Qui-Qui.
MEF menyelenggarakan beberapa bentuk kegiatan seperti bedah buku, pementasan seni, pameran buku, diskusi, dan penggalangan dana (dalam bentuk alat-alat belajar). Pada satu kesempatan diskusi, sekitar pukul 16.00 Wita, SRC didaulat sebagai salah satu pembicara. Nuralam, S.Pd sebagai wakil dari SRC, mengantar diskusi bersama Prof. Alwi Rahman. Dalam diskusinya, Nuralam menyampaikan tentang pandangannya terhadap sekolah yang ideal. Menurutnya, sekolah seharusnya memberikan ruang bagi peserta didiknya untuk berkembang sesuai dengan potensinya dan mengasah mereka lebih kreatif. Bukan memaksa pesereta didik untuk pintar dengan ukuran lancar membaca dan menulis lalu melupakan persoalan sikap dan akhlaknya. Sementara Prof Alwi Rahman, memaparkan buah pikirnya tentang pendidikan alternatif. Menurut beliau, peluang untuk mengembangkan pola pendidikan yang berbeda dengan apa yang ada sekarang (pendidikan alternatif) masih sangat besar, karena baru sekitar 30% lebih persoalan pendidikan yang tercakup dengan konsep yang ditawarkan pemerintah. Karena itu masih tersisa 60-70% bagi kaum muda kreatif untuk mengembangkan konsepnya dalam dunia pendidikan. Tentunya dengan kapasitas yang mumpuni dan keseriusan yang tinggi. Beliau juga memberikan kritik pada sistem pendidikan formal yang masih melakukan ritual-ritual klasik semisal wajib hadir di absen, memisahkan siswa ke dalam kelas-kelas tertentu, dan memberikan beban “wajib pintar” kepada peserta didik.
Pada saat diskusi berakhir, prof Alwi Rahman menanyakan kepada Nuralam sebagai perwakilan SRC tentang konsep dan metode belajar yang dikembangkan di SRC. Dalam kesempatan inilah, Nuralam memeroleh waktu memaparkan segala hal tentang SRC. Mulai dari awal berdirinya, program-program SRC, dan tentang alur kegiatan sehari-hari yang dijalani secara detail. Suatu peluang yang sangat berharga untuk memperkenalkan visi dan misi SRC.
Selain diminta mengisi diskusi, SRC juga menampilkan beberapa pementasan seni, seperti Tarian Anak yang diwakili oleh PAUD Cakrawala, Apresiasi Puisi Bilingual oleh Taqi dan Syahrul yang merupakan alumni SRC dan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Irma, Lina, dan Ika dari Be My Parent SRC. Sebagaimana komunitas-komunitas lain yang mendapatkan ruang untuk memamerkan hasil karyanya, SRC juga ikut memamerkan dan membacakan buku-buku anak di stand yang diberi nama Pojok Literasi Anak Sekolah Rakyat Cakrawala.
MEF menyelenggarakan beberapa bentuk kegiatan seperti bedah buku, pementasan seni, pameran buku, diskusi, dan penggalangan dana (dalam bentuk alat-alat belajar). Pada satu kesempatan diskusi, sekitar pukul 16.00 Wita, SRC didaulat sebagai salah satu pembicara. Nuralam, S.Pd sebagai wakil dari SRC, mengantar diskusi bersama Prof. Alwi Rahman. Dalam diskusinya, Nuralam menyampaikan tentang pandangannya terhadap sekolah yang ideal. Menurutnya, sekolah seharusnya memberikan ruang bagi peserta didiknya untuk berkembang sesuai dengan potensinya dan mengasah mereka lebih kreatif. Bukan memaksa pesereta didik untuk pintar dengan ukuran lancar membaca dan menulis lalu melupakan persoalan sikap dan akhlaknya. Sementara Prof Alwi Rahman, memaparkan buah pikirnya tentang pendidikan alternatif. Menurut beliau, peluang untuk mengembangkan pola pendidikan yang berbeda dengan apa yang ada sekarang (pendidikan alternatif) masih sangat besar, karena baru sekitar 30% lebih persoalan pendidikan yang tercakup dengan konsep yang ditawarkan pemerintah. Karena itu masih tersisa 60-70% bagi kaum muda kreatif untuk mengembangkan konsepnya dalam dunia pendidikan. Tentunya dengan kapasitas yang mumpuni dan keseriusan yang tinggi. Beliau juga memberikan kritik pada sistem pendidikan formal yang masih melakukan ritual-ritual klasik semisal wajib hadir di absen, memisahkan siswa ke dalam kelas-kelas tertentu, dan memberikan beban “wajib pintar” kepada peserta didik.
Pada saat diskusi berakhir, prof Alwi Rahman menanyakan kepada Nuralam sebagai perwakilan SRC tentang konsep dan metode belajar yang dikembangkan di SRC. Dalam kesempatan inilah, Nuralam memeroleh waktu memaparkan segala hal tentang SRC. Mulai dari awal berdirinya, program-program SRC, dan tentang alur kegiatan sehari-hari yang dijalani secara detail. Suatu peluang yang sangat berharga untuk memperkenalkan visi dan misi SRC.
Selain diminta mengisi diskusi, SRC juga menampilkan beberapa pementasan seni, seperti Tarian Anak yang diwakili oleh PAUD Cakrawala, Apresiasi Puisi Bilingual oleh Taqi dan Syahrul yang merupakan alumni SRC dan musikalisasi puisi yang dibawakan oleh Irma, Lina, dan Ika dari Be My Parent SRC. Sebagaimana komunitas-komunitas lain yang mendapatkan ruang untuk memamerkan hasil karyanya, SRC juga ikut memamerkan dan membacakan buku-buku anak di stand yang diberi nama Pojok Literasi Anak Sekolah Rakyat Cakrawala.
Pada kegiatan ini, antusias peserta yang hadir begitu besar, demikian juga dengan anak-anak PAUD Cakrawala yang datang sebanyak 17 orang. Mereka sangat mudah bersosialisasi dengan anak-anak yang lain, bahkan dengan para pengelola komunitas-komunitas yang terlibat serta dengan panitia. Mereka ikut serta dalam kegiatan mewarnai dan menggambar, membuat kerajinan dari kain planel dan mendengar dongeng yang dibacakan oleh pengunjung atau panitia. Karena itu, MEF yang baru pertama kali diadakan ini, memberikan kesan tersendiri bagi anak-anak SRC.
Sebelum selesai, sesi akhir dari kegiatan ini adalah Diskusi Komunitas, melibatkan seluruh komunitas yang berpartisipasi. Diskusi komunitas ini membahas tindak lanjut dari kegiatan MEF. Diharapkan, ke depannya kegiatan ini rutin dilaksanakan dan bergilir di antara komunitas-komunitas “sekolah alternatif”. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan bibit-bibit pendidikan alternatif akan semakin tumbuh subur di Indonesia dan kelak menjadi sebuah konsep yang diperhitungkan di negara kita.
Sebelum selesai, sesi akhir dari kegiatan ini adalah Diskusi Komunitas, melibatkan seluruh komunitas yang berpartisipasi. Diskusi komunitas ini membahas tindak lanjut dari kegiatan MEF. Diharapkan, ke depannya kegiatan ini rutin dilaksanakan dan bergilir di antara komunitas-komunitas “sekolah alternatif”. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan bibit-bibit pendidikan alternatif akan semakin tumbuh subur di Indonesia dan kelak menjadi sebuah konsep yang diperhitungkan di negara kita.