Khutbah Pertama
Allahu Akbar 9x
Hamdalah
Sholawat
Wasiat untuk bertakwa
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar) seberat ‘arasy-Nya, seridho diri-Nya, sejumlah tetesan air hujan dari langit-Nya, dan sebanyak volume air di laut-Nya. Kepunyaan-Nya nama-nama yang baik dan segala
puji bagi Allah hingga Dia ridho dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun.
Allahu Akbar 9x
Hamdalah
Sholawat
Wasiat untuk bertakwa
Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar) seberat ‘arasy-Nya, seridho diri-Nya, sejumlah tetesan air hujan dari langit-Nya, dan sebanyak volume air di laut-Nya. Kepunyaan-Nya nama-nama yang baik dan segala
puji bagi Allah hingga Dia ridho dan Dia maha perkasa lagi maha pengampun.
Allahu Akbaru kabiran mutakabbira (Allah Maha Besar sungguh terlalu agung untuk disifati), Tuhan yang Maha Agung, Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Dia memaafkan setelah berkuasa dan tidak ada yang putus asa dari kasih-Nya selain orang-orang yang sesat. Allahu Akbaru kabira, wala ilaha illallahu katsira, wa subhanallahi hannanan qadira.
Segala puji kepunyaan Allah, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan-Nya, kita meminta ampunan-Nya, dan kita memohon petunjuk-Nya. Kita bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Dia dan bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan-Nya. Shalawat dan salam bagi Sayyidul Wujud, Abil Qasim Muhammad Ibni ‘Abdillah dari dzurriyyah Ibrahim as dan seluruh keturunannya yang disucikan.
Wahai hamba-hamba Allah, aku wasiatkan dengan taqwa kepada Allah, sering mengingat kematian, berlaku zuhud di dunia yang orang-orang yang sebelum kamu tidak mendapatkan kesenangan (yang sesungguhnya) dengannya, dan dunia tidak akan kekal untuk seseorang setelah kamu, dan jalan kamu padanya sebagaimana jalan orang-orang yang berlalu.
Sesungguhnya hari ini adalah hari yang kehormatannya besar, berkahnya diharapkan, dan maghfirah-Nya padanya didambakan, maka perbanyaklah mengingat Allah yang maha tinggi, minta ampunlah dan bertobatlah kamu kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia-lah yang menerima tobat lagi maha penyayang.
Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar. Adapun salah satu hikmah utama hari ini adalah kepemimpinan (imamah) Nabi Ibrahim as dan keturunannya yang disucikan. Hal tersebut
dinyatakan dalam surat Al Baqarah ayat 124 sebagai berikut:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِين
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". (QS
Al-Baqarah [1]: 124)
Maka, siapakah keluarga Ibrahim yang disucikan yang layak menjadi pemimpin (imam) bagi seluruh manusia? Di antaranya tentu adalah Sayyidul Wujud, junjungan kita , Baginda Rasulullah Muhammad Ibni ‘Abdillah SAW dan keluarganya yang disucikan. Oleh karena itu kita dianjurkan untuk membaca shalawat:
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ.اَللّهُمَّ بَارِكْ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Mengikuti sosok teladan dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah juga mengikuti millah Nabi Ibrahim as. Allah SWT berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian kami wahyukan kepadamu agar mengikuti agama Ibrahim, seorang yang hanif. (QS. Al-Nahl [16]: 123)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Sungguh dalam diri Ibrahim dan keluarganya yang suci ada keteladanan bagi seluruh pemimpin, baik pemimpin dunia maupun pemimpin agama.
Saat ini, bangsa kita sedang didera oleh bencana kepemimpinan. Rasa-rasanya jauh karakter dan sifat para pemimpin kita dari apa yang telah dicontohkan oleh Ibrahim as dan keluarganya yang suci dan Nabi Besar Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.
Imam Ja’far ash-Shadiq ra menyebutkan bahwa:
Bencana dan cobaan bagi para ulama ada sepuluh perkara, yaitu: tamak, bakhil, riya’,fanatik, suka disanjung, suka menjerumuskan diri pada hal-hal yang mereka tidak bisa mencapai hakikatnya, suka aksi dengan menghiasi pembicaraan dengan kiasan-kiasan yang berlebihan, sedikit rasa malu di hadapan Allah ‘azza wa jalla, suka membanggakan dirinya dan tidak mengamalkan sesuai dengan apa yang diketahuinya.
Nampaknya sepuluh hal ini secara lengkap adalah gambaran kondisi leadership(kepemimpinan) di Indonesia saat ini; tentu dengan mengecualikan beberapa pemimpin dan ulama yang benar-benar shalih dan amanah; semoga Allah ‘azza wa jalla memanjangkan usia mereka.
Maraknya korupsi, di berbagai lini, hingga pada taraf wakil rakyat, departemen yang mengurus keagamaan, menunjukkan betapa banyaknya sifat tamak dan bakhil ada pada para pemimpin kita.
Golongan-golongan masyarakat dan keagamaan beserta para pemimpinnya berlomba-lomba untuk mempublikasi bantuan dana, bantuan terhadap bencana dan lain-lain, mungkin mengarah pada riya.
Kefanatikan dalam beragama yang kadang dihembuskan oleh para pemimpin agama, juga telah banyak menimbulkan kekerasan atas nama agama. Dan sudah memakan korban. Darah para saudara kita, bahkan yang sama-sama menyatakan diri ingin mengikuti Sunnah Rasulullah SAW tertumpah.
Fenomena dai menjadi selebritas dan bintang iklan; pula menunjukkan, sebagian pemimpin dan ulama kita mengejar popularitas dan suka disanjung.
Banyak pembicaraan-pembicaraan dan seminar yang menggunakan istilah-istilah yang melangit, namun tidak pernah menghasilkan perbaikan nyata di masyarakat. Masalah-masalah sosial menumpuk, namun dijawab dengan makalah.
Betapa sedikit rasa malu para pemimpin kita yang masih gemar melakukan studi banding ke manca negara dengan menghabiskan dana ratusan milyar, sementara rakyat merintih dengan membumbungnya biaya pendidikan, mahalnya biaya kesehatan; bahkan sebagian diantara rakyat kesulitan biaya untuk melakukan penguburan anggota keluarga yang meninggal.
Dalam era krisis kepemimpinan ini, Indonesia perlu kembali pada nilai-nilai keteladanan dan kepemimpinan (Imamah) yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang suci yang berpuncak pada keteladanan dan kepemimpinan (Imamah) Nabi Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.
Pertama, pemimpin dan para ulama seharusnya adalah orang yang telah berhasil menyucikan dirinya, setidaknya dari sepuluh perkara, yaitu: tamak, bakhil, riya, fanatik, suka disanjung, dan lain-lain yang telah disebutkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq ra di atas. Nabi Ibrahim sangat terkenal dengan kedermawanannya dan keikhlasannya. Ibrahim tidak pernah menikmati makan siang atau malamnya kecuali ditemani sedikitnya seorang tamu yang ia ajak makan bersama. Terkadang ia memerlukan diri berjalan dua atu tiga kilometer jauhnya untuk menemukan seseorang yang ia bawa ke rumahnya. Inilah kedermawanan dan keramahan Ibrahim. Kedermawanan yang demikian luar biasa ini juga diikuti olah keluarga Nabi SAW. Ibnu Abbas berkisah : suatu hari di Madinah, putera Fathimah ra. Hasan dan Husein, sakit. Rasūlullāh saw dan sejumlah pengikutnya datang mengunjungi mereka. Mereka menganjurkan kepada suami Fathimah, Hadrat ‘Ali ibn Abī Thālib, untuk mengucapkan nazar demi kesembuhan dua puteranya itu. Kemudian ‘Ali, Fāthimah dan Fidhdhah (pembantu mereka) bernazar, jika Hasan dan Husein sembuh mereka akan berpuasa selama tiga hari. (menurut riwayat yang sama Hasan dan Husein (salam atas mereka) juga bernazar yang sama).
Tak lama kemudian, kedua putera ‘Alī ibn Abī Thālib itu pun sembuh. Maka keluarga tersebut mulai melakukan puasa pada hari pertama. Pada saaat itu, keluarga puteri Rasūlullāh saw itu berada dalam keadaan amat membutuhkan makanan. Lalu Hadhrat Ali, sang kepala keluarga,
membawa sekantung gandum yang diberikan kepada isterinya untuk segera digiling. Fāthimah ra., menggiling sepertiganya hingga menjadi tepung untuk membuat beberapa potong roti.
Menjelang petang, tatkala mereka tengah mempersiapkan hidangan roti buatan tangan puteri Rasūl untuk berbuka puasa, tiba-tiba datang seorang miskin menghampiri pintu rumah mereka dan berkata: “Salam atas kalian wahai keluarga Muhammad. Aku seorang muslim yang kelaparan, berikanlah aku makanan. Semoga Allāh membalas kebaikan kalian dengan makanan dari surga.” Seluruh anggota keluarga hadhrat ‘Alī berempati dan mengutamakan si miskin yang meminta tersebut dengan memberikan jatah roti untuk berbuka mereka kepada si miskin yang kelaparan itu. Maka, malam itu mereka berpuasa hanya dengan beberapa teguk air.
Hari berikutnya mereka berpuasa lagi. Namun, seperti yang terjadi pada hari sebelumnya, kini, seorang anak yatim menghampiri pintu rumah mereka. Sekali lagi, mereka memberikan roti hidangan berbuka mereka, hingga tak ada sesuatu yang bisa mengisi perut mereka kecuali air.
Di hari berikutnya, mereka berpuasa untuk hari ketiga. Kali ini, seorang tawanan yang datang menghampiri rumah mereka, dan sekali lagi, mereka memberikan makanan berbuka mereka sebagai sedekah.
Pada hari keempat, ‘Alī ibn Abī Thālib kw. mengajak kedua puteranya Hasan dan Husein, menemui Rasūlullāh Saw. ketika mengetahui keadaan mereka yang memprihatinkan dengan tubuh gemetar karena lapar, Rasūl saw berkata: “Aku sedih melihat kondisi kalian seperti ini”. Kemudian Beliau Saw. berdiri dan ke rumah menantunya sambil membimbing dua cucu kesayangan diikuti oleh ‘Ali ra.. Ketika sampai di rumah sang menantu, ‘Alī ibn Abī Thālib, Rasūlullāh Saw. mendapati Fathimah ra. sedang shalat. Tampak perut puteri terkasih Rasūl itu tertekan ke dalam hingga merapat ke punggungnya, kelopak matanya tampak dalam. Rasūlullāh Saw. benar-benar terharu. Pada saat itulah Jibril datang dan berkata: “Wahai Muhammad, terimalah Surah ini. Allāh swt. memberi anda selamat karena mempunyai keluarga seperti ini.” Lalu Jibril ra. membacakan kepada Rasūl Saw. surah Hal-atā.[1]
[وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا [٧٦:٨
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS Al-Insan [76]: 8)
Kedua, Al-Qur’an al-Karim menyebutkan mengapa Allah SWT memberikan karunia imāmah (kepemimpinan) pada seseorang. Di antaranya adalah: kesabaran.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (QS AS-SAJDAH[32]:24)
Nabi Ibrahim as sabar ketika diuji dengan ujian yang sedahsyat apa pun hanya karena kecintaan dan keridhaan Tuhan sebagai al-Mahbub al-Haqiqi. Kesabaran yang dimaksudkan disini , adalah kesabaran tanpa syarat; artinya mereka tetap sabar dalam segala keadaan yang Allah pilihkan untuk menguji kepasrahan dan penghambaan seorang hamba. Para pemimpin dan ulama seharusnya mencoba meneladani karakter sabar tanpa syarat ini, sejauh yang mereka mampu.
Ketiga, pemimpin dan para ulama, sebagaimana Nabi Ibrahim as dan keturunannya yang disucikan, seharusnya adalah orang yang berani. Ibnu Ishaq, seorang ahli sejarah mengatakan: Waku yang dibutuhkan untuk mengumpulkan kayu, demi membakar Ibrahim, adalah sebulan lamanya. Setelah kayu tersusun, dituanglah minyak yang mendidih. Setelah seluruh kota bersedia, keluarlah Ibrahim dengan senyum bahagia, menanti sebuah ujian cinta, dari Tuhan yang Mahakuasa.
Ibrahim berdiri mematung. Ia pandangi api yang menggulung. Panasnya tak tertahankan, sehingga masyarakat banyak menghindar kesakitan. Sekiranya ada burung yang lewat diatas panas membara, tubuhnya akan hancur menjadi debu, meski api tak menyentuhnya sama sekali.
Maka api pun membakar Ibrahim dengan ganasnya. Malaikat Jibril datang menawarkan bantuan. Ibrahim menjawab: “Aku tidak memerlukan pertolonganmu. Cukuplah bagiku Allah mengetahui keadaanku.” Kemudian terjadilah sesuatu yang lantas tercatat dalam sejarah alam raya. Nun jauh di ‘Arasy sana, Tuhan Yang Mahakasih bersabda, “Wahai Api, dinginlah enghau untuk Ibrahim.” Sudah cukup bagi Tuhan bukti bahwa Ibrahim mencintai-Nya dengan sejati. Ketika kaki Ibrahim melangkah, kasih sayang Tuhan tercurah. Ketika niat terpatri, Tuhan menyambutnya dengan pasti.
Ketika Ibrahim di ambang panasnya api, ia pasrahkan dirinya pada Tuhan yang sejati. Siapa pun kita dapat belajar dari Ibrahim. Sekiranya kita pasrahkan hidup kita, maka Tuhan akan memberikan karunia dari tempat dan waktu yang tidak pernah bisa kita kira.
Menurut riwayat, Ibrahim bertahan dalam api tujuh hari lamanya. Masyarakat sekitarnya melihatnya tak bergeming dibakar, tak hancur didera panas, hingga Ibrahim dibiarkan selama tujuh hari lamanya. Menurut Munhal bin ‘Amr, diriwayatkan dari Ibrahim bahwa dia berkata, “Tujuh hari aku berada di api, adalah tujuh hari yang paling bahagia dalam hidupku.”
Betapa tidak, selama seminggu ia berada dalam karunia Tuhan. Selama tujuh hari ia menikmati kasih sayang Tuhan. Mukjizat api yang dingin, dan suasana hati yang damai. Meskipun jutaan mata memandang, gelora api membakar Ibrahim dengan tenang.
Setelah tujuh hari, berkatalah kemudian Nabrud, “Wahai Ibrahim, engkau bertahan berada dalam api, mungkinkah engkau keluar darinya?” Ibrahim menjawab, “Dengan izin Tuhanku, tiada hal yang tak mungkin terjadi.” Lalu Namrud bertanya lagi,“Apakah engkau takut, sekiranya engkau bertahan di sana, api akan membinasakanmu?” Ibrahim menjawab, “Tidak, bagi Tuhanku segala sesuatunya adalah mudah.” Tiba-tiba mata Namrud melihat sesosok makhluk duduk di samping Ibrahim. Ia bertanya, “Siapakah yang berada di sampingmu?” Ibrahim menjawab, “Dialah malaikat yang diutus Tuhanku untuk menemaniku.” Namrud berkata, “Wahai Ibrahim, indah benar sahabatmu. Akan aku korbankan empat ribu sapi demi menghormati dan menjamu sahabatmu.” Ibrahim menjawab, “Tuhan tidak akan menerima pengorbanan apa pun sebelum engkau meneriman-Nya sebagai Tuhanmu.” Namrud menjawab, “Hatiku ingin berkata demikian, tetapi sekiranya aku mengakui Tuhanmu, aku akan kehilangan kekuasaanku.”
Keempat, Nabi Ibrahim as memiliki karakter open-minded (keterbukaan) dan mencari kebenaran; Nabi Ibrahim as terlibat dalam suatu proses pencarian kebenaran yang intens. Seharusnya, para pemimpin dan ulama juga memiliki karekter open-minded dan mencari kebenaran terus menerus. Kisah pencarian Ibrahim as atas kebenaran terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-An’am ayat 76 sd 79 berikut ini.
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَىٰ كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam".
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat".
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَا أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Kelima, pemimpin dan para ulama seharusnya adalah orang yang berani berkorban dalam rangka mencapai keridhaanNya.
Sungguh tinggi keikhlasan Nabi Ibrahim as sehingga rela untuk “menyembelih” putranya demi ketaatan pada Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan Tuhan Yang Maha Pemurah menerima pengorbanan ini. Dan menggantinya dengan domba.
Tradisi pengorbanan total untuk ketaatan pada Tuhan Yang Maha Pemurah ini diteruskan dengan sempurna oleh Sayyidul Wujud, Nabi Muhammad SAW dan keturunannya yang suci. Bila 10 Dzulhijjah adalah kejadian penyembelihan Nabi Ismail as yang diganti Allah dengan domba, maka 10 Muharram 61 H, cucu Nabi, Al-Husain ra beserta sanak keluarga Ahlul Bait Nabi SAW mengorbankan dirinya di padang Karbala; 17 kepala Ahlu Bait Nabi as diarak di atas tombak. Al-Husain ra berkata,
اِنْ كَانَ دِيْنُ مُحَمَّدٍ لَنْ يَسْتَقِمَ اِلَّا بِقَتْلِيْ فَيَا سُيُوْفَ خُذِيْنِيْ
Seandainya agama Muhammad tidak akan tegak kecuali dengan membunuhku, maka wahai
pedang-pedang, ambillah aku.
Pengorbanan Al Husain cucu nabi yang heroik telah menjaga Islam dari infiltrasi nilai-nilai non Ilahi sepanjang sejarah umat Islam. Mungkin itu yang membuat tokoh besar ulama di Indonesia Buya Hamka , khusus 2 kali berziarah ke makam Al Husain di Karbala. Yang pertama pada bulan Oktober 1950, yang kedua adalah pada tahun 1968. Mungkin itu pula yang membuat Bapak Menneg BUMN Dahlan Iskan tertarik untuk berziarah ke makam Al Husain ra akhir-akhir ini.
Keenam, mencapai tauhid, keyakinan dan makrifat yang sempurna, terbebas dari segala bentuk kemusyrikan. Seorang ulama besar menyebutkan bahwa ucapan
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
tidaklah mungkin ke luar dari hati nurani seseorang, kecuali orang tersebut sudah bisa mengalahkan berhala “ego”nya dengan sempurna. Ibrahim as adalah figur orang yang telah meninggalkan “penghadapan” pada diri dan egonya, dan “menghadapkan” seluruh kalbu dan hatinya pada Tuhan Sang Maha Pencipta. Ibrahim as adalah orang yang telah berhasil meng-“nol”kan dirinya di depan Yang Maha Esa. Hati Ibrahim as adalah hati yang telah menghadap secara utuh pada Tuhan Sang Maha Pencipta. Adalah hati tempat Tuhan Sang Maha Pencipta bersemayam. Sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah hadits qudsi : “Laa yasa’uni ardhii wa laa samaa’ii , walakin yasa’uni qalbu ‘abdiyal mu’min” ,“Aku tidak bisa ditampung bumiKu dan langitKu, namun Aku bisa ditampung hati hambaKu yang beriman”.
Beribu tahun kemudian salah satu dari turunan Ibrahim as, Sayyidina Husain Asy-Syahid salamullah ‘alaihi cucu Nabi Muhammad SAW, bermunajat di padang ‘Arafah:
مَتَى غِبْتَ حَتَّى تَحْتَاجَ إِلَى دَلِيلٍ يَدُلُّ عَلَيْكَ؟
Kapan Engkau ghaib, hingga membutuhkan dalil yang menunjukkan kepadaMu
Dalam pandangan Tauhid yang sempurna dari Husain Ass-Syahid salamullah ‘alaihi, Tuhan tidak pernah ghaib sesaatpun. Tuhan Maha Hadir dengan intensitas kehadiran Yang Tertinggi. Sungguh Dia-lah Wujud Yang Paling Jelas lagi Terang! Seolah munajat Beliau menjawab seruan Datuknya ribuan tahun sebelumnya,
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Derajat keyakinan Nabi Ibrahim as demikian tinggi. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَكَذَٰلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ
“Dan demikianlah Kami menunjukkan kepada Ibrahim kerajaan (malakut) langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.”(QS AL-AN’ĀM[6]:75)
Maha Suci Allah! Atas izinNya, Ibrahim as telah “melihat” malakut langit dan bumi . Tuhan sendiri yang mengijinkan Ibrahim as “nyantri” dan “melihat” malakut langit dan bumi dalam rangka meningkatkan derajat keyakinan Nabi Ibrahim as.
Ribuan tahun kemudian, salah satu keturunan Ibrahim as, Khalifah Ali bin Abi Thalib kw, seolah menjawab “maqam keyakinan” yang telah dicapai Datuknya, - yakni Ibrahim as-, dengan ungkapan:
لَوْ كشف الْغِطَاء مَا ازْدَادَ الْيَقِيْن
“Sekiranya disingkapkan kegaiban (atasku), tidak akan bertambah keyakinan(ku)” [2]
Amirul mukminin kw mengungkapkan suatu derajat keyakinan yang demikian mantap, hingga walaupun tabir-tabir kegaiban disingkapkan, derajat keyakinan tersebut sudah tidak akan bertambah lagi! Betapa dahsyat dan indahnya Datuknya; betapa dahsyat dan indah pula keturunannya!
Sungguh keteladanan dan kepemimpinan Ibrahim dan keluarganya yang suci, yang berpuncak pada Muhammad dan keluarganya yang suci adalah sebaik-baik pelajaran bagi orang-orang yang memiliki hati.
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ.اَللّهُمَّ بَارِكْ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah dzikrullah, dan seindah-indah pelajaran bagi orang-orang yang ber-taqwa adalah Kitabullah. Aku berlindung kepada Allah. Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakan olehmu: Dia-lah Allah yang satu. Allah yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan Dia tidak dilahirkan. Dan tidak ada satu pun yang setara dengan-Nya.
Khutbah Kedua
Allahu Akbar 5x
Hamdalah
Sholawat
Wasiat untuk bertakwa
Demikianlah, semoga Allah Yang Maha Pemurah menganugerahkan pada kita taufik dan hidayah agar kita dapat menjadi pengikut yang setia dari Nabi Ibrahim as dan keturunannya yang suci, serta Nabi Muhammad SAW dan keturunannya yang suci.
Semoga para pemimipin dan ulama kita dikaruniai percikan dari karakter kepemimpinan Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad SAW dan semua keturunannya yang disucikan. Di antara karakter-karakter tersebut adalah:
Doa al-Fath
*) Khutbah Idul Adha 1433H, yang disampaikan oleh Ust Dr. Dimitri Mahayana.
Catatan:
[1] Al Ghadīr, jilid 3, hal. 107-111.; Ihqāq al-Haqq, jilid 3, hal. 157-171. Dikutip dari Tafsir Nurul Qur’an, ‘Allamah Kamal Faqih Imani, Penerbit Al-Huda, 2006, jilid 19, hal 38-39.
[2] Syaikh Sulaiman ibn Dawud al-Qunduzi al-Hanafi, Yanābi’ al-Mawaddah li dzawī al-Qarīb, Dār al-Aswah li ath-Thabā’ah wa an-Nasyr, 2000, juz 1, pp.203 di mana al-Qunduzi mengambil
dari Ushul Kafi, juz 2, pp. 59, hadits no. 10
Segala puji kepunyaan Allah, kita memuji-Nya, kita memohon pertolongan-Nya, kita meminta ampunan-Nya, dan kita memohon petunjuk-Nya. Kita bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Dia dan bahwa Muhammad hamba-Nya dan utusan-Nya. Shalawat dan salam bagi Sayyidul Wujud, Abil Qasim Muhammad Ibni ‘Abdillah dari dzurriyyah Ibrahim as dan seluruh keturunannya yang disucikan.
Wahai hamba-hamba Allah, aku wasiatkan dengan taqwa kepada Allah, sering mengingat kematian, berlaku zuhud di dunia yang orang-orang yang sebelum kamu tidak mendapatkan kesenangan (yang sesungguhnya) dengannya, dan dunia tidak akan kekal untuk seseorang setelah kamu, dan jalan kamu padanya sebagaimana jalan orang-orang yang berlalu.
Sesungguhnya hari ini adalah hari yang kehormatannya besar, berkahnya diharapkan, dan maghfirah-Nya padanya didambakan, maka perbanyaklah mengingat Allah yang maha tinggi, minta ampunlah dan bertobatlah kamu kepada-Nya, karena sesungguhnya Dia-lah yang menerima tobat lagi maha penyayang.
Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar. Adapun salah satu hikmah utama hari ini adalah kepemimpinan (imamah) Nabi Ibrahim as dan keturunannya yang disucikan. Hal tersebut
dinyatakan dalam surat Al Baqarah ayat 124 sebagai berikut:
وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِين
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". (QS
Al-Baqarah [1]: 124)
Maka, siapakah keluarga Ibrahim yang disucikan yang layak menjadi pemimpin (imam) bagi seluruh manusia? Di antaranya tentu adalah Sayyidul Wujud, junjungan kita , Baginda Rasulullah Muhammad Ibni ‘Abdillah SAW dan keluarganya yang disucikan. Oleh karena itu kita dianjurkan untuk membaca shalawat:
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ.اَللّهُمَّ بَارِكْ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Mengikuti sosok teladan dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah juga mengikuti millah Nabi Ibrahim as. Allah SWT berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Kemudian kami wahyukan kepadamu agar mengikuti agama Ibrahim, seorang yang hanif. (QS. Al-Nahl [16]: 123)
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Sungguh dalam diri Ibrahim dan keluarganya yang suci ada keteladanan bagi seluruh pemimpin, baik pemimpin dunia maupun pemimpin agama.
Saat ini, bangsa kita sedang didera oleh bencana kepemimpinan. Rasa-rasanya jauh karakter dan sifat para pemimpin kita dari apa yang telah dicontohkan oleh Ibrahim as dan keluarganya yang suci dan Nabi Besar Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.
Imam Ja’far ash-Shadiq ra menyebutkan bahwa:
Bencana dan cobaan bagi para ulama ada sepuluh perkara, yaitu: tamak, bakhil, riya’,fanatik, suka disanjung, suka menjerumuskan diri pada hal-hal yang mereka tidak bisa mencapai hakikatnya, suka aksi dengan menghiasi pembicaraan dengan kiasan-kiasan yang berlebihan, sedikit rasa malu di hadapan Allah ‘azza wa jalla, suka membanggakan dirinya dan tidak mengamalkan sesuai dengan apa yang diketahuinya.
Nampaknya sepuluh hal ini secara lengkap adalah gambaran kondisi leadership(kepemimpinan) di Indonesia saat ini; tentu dengan mengecualikan beberapa pemimpin dan ulama yang benar-benar shalih dan amanah; semoga Allah ‘azza wa jalla memanjangkan usia mereka.
Maraknya korupsi, di berbagai lini, hingga pada taraf wakil rakyat, departemen yang mengurus keagamaan, menunjukkan betapa banyaknya sifat tamak dan bakhil ada pada para pemimpin kita.
Golongan-golongan masyarakat dan keagamaan beserta para pemimpinnya berlomba-lomba untuk mempublikasi bantuan dana, bantuan terhadap bencana dan lain-lain, mungkin mengarah pada riya.
Kefanatikan dalam beragama yang kadang dihembuskan oleh para pemimpin agama, juga telah banyak menimbulkan kekerasan atas nama agama. Dan sudah memakan korban. Darah para saudara kita, bahkan yang sama-sama menyatakan diri ingin mengikuti Sunnah Rasulullah SAW tertumpah.
Fenomena dai menjadi selebritas dan bintang iklan; pula menunjukkan, sebagian pemimpin dan ulama kita mengejar popularitas dan suka disanjung.
Banyak pembicaraan-pembicaraan dan seminar yang menggunakan istilah-istilah yang melangit, namun tidak pernah menghasilkan perbaikan nyata di masyarakat. Masalah-masalah sosial menumpuk, namun dijawab dengan makalah.
Betapa sedikit rasa malu para pemimpin kita yang masih gemar melakukan studi banding ke manca negara dengan menghabiskan dana ratusan milyar, sementara rakyat merintih dengan membumbungnya biaya pendidikan, mahalnya biaya kesehatan; bahkan sebagian diantara rakyat kesulitan biaya untuk melakukan penguburan anggota keluarga yang meninggal.
Dalam era krisis kepemimpinan ini, Indonesia perlu kembali pada nilai-nilai keteladanan dan kepemimpinan (Imamah) yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim as dan keluarganya yang suci yang berpuncak pada keteladanan dan kepemimpinan (Imamah) Nabi Muhammad SAW dan keluarganya yang suci.
Pertama, pemimpin dan para ulama seharusnya adalah orang yang telah berhasil menyucikan dirinya, setidaknya dari sepuluh perkara, yaitu: tamak, bakhil, riya, fanatik, suka disanjung, dan lain-lain yang telah disebutkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq ra di atas. Nabi Ibrahim sangat terkenal dengan kedermawanannya dan keikhlasannya. Ibrahim tidak pernah menikmati makan siang atau malamnya kecuali ditemani sedikitnya seorang tamu yang ia ajak makan bersama. Terkadang ia memerlukan diri berjalan dua atu tiga kilometer jauhnya untuk menemukan seseorang yang ia bawa ke rumahnya. Inilah kedermawanan dan keramahan Ibrahim. Kedermawanan yang demikian luar biasa ini juga diikuti olah keluarga Nabi SAW. Ibnu Abbas berkisah : suatu hari di Madinah, putera Fathimah ra. Hasan dan Husein, sakit. Rasūlullāh saw dan sejumlah pengikutnya datang mengunjungi mereka. Mereka menganjurkan kepada suami Fathimah, Hadrat ‘Ali ibn Abī Thālib, untuk mengucapkan nazar demi kesembuhan dua puteranya itu. Kemudian ‘Ali, Fāthimah dan Fidhdhah (pembantu mereka) bernazar, jika Hasan dan Husein sembuh mereka akan berpuasa selama tiga hari. (menurut riwayat yang sama Hasan dan Husein (salam atas mereka) juga bernazar yang sama).
Tak lama kemudian, kedua putera ‘Alī ibn Abī Thālib itu pun sembuh. Maka keluarga tersebut mulai melakukan puasa pada hari pertama. Pada saaat itu, keluarga puteri Rasūlullāh saw itu berada dalam keadaan amat membutuhkan makanan. Lalu Hadhrat Ali, sang kepala keluarga,
membawa sekantung gandum yang diberikan kepada isterinya untuk segera digiling. Fāthimah ra., menggiling sepertiganya hingga menjadi tepung untuk membuat beberapa potong roti.
Menjelang petang, tatkala mereka tengah mempersiapkan hidangan roti buatan tangan puteri Rasūl untuk berbuka puasa, tiba-tiba datang seorang miskin menghampiri pintu rumah mereka dan berkata: “Salam atas kalian wahai keluarga Muhammad. Aku seorang muslim yang kelaparan, berikanlah aku makanan. Semoga Allāh membalas kebaikan kalian dengan makanan dari surga.” Seluruh anggota keluarga hadhrat ‘Alī berempati dan mengutamakan si miskin yang meminta tersebut dengan memberikan jatah roti untuk berbuka mereka kepada si miskin yang kelaparan itu. Maka, malam itu mereka berpuasa hanya dengan beberapa teguk air.
Hari berikutnya mereka berpuasa lagi. Namun, seperti yang terjadi pada hari sebelumnya, kini, seorang anak yatim menghampiri pintu rumah mereka. Sekali lagi, mereka memberikan roti hidangan berbuka mereka, hingga tak ada sesuatu yang bisa mengisi perut mereka kecuali air.
Di hari berikutnya, mereka berpuasa untuk hari ketiga. Kali ini, seorang tawanan yang datang menghampiri rumah mereka, dan sekali lagi, mereka memberikan makanan berbuka mereka sebagai sedekah.
Pada hari keempat, ‘Alī ibn Abī Thālib kw. mengajak kedua puteranya Hasan dan Husein, menemui Rasūlullāh Saw. ketika mengetahui keadaan mereka yang memprihatinkan dengan tubuh gemetar karena lapar, Rasūl saw berkata: “Aku sedih melihat kondisi kalian seperti ini”. Kemudian Beliau Saw. berdiri dan ke rumah menantunya sambil membimbing dua cucu kesayangan diikuti oleh ‘Ali ra.. Ketika sampai di rumah sang menantu, ‘Alī ibn Abī Thālib, Rasūlullāh Saw. mendapati Fathimah ra. sedang shalat. Tampak perut puteri terkasih Rasūl itu tertekan ke dalam hingga merapat ke punggungnya, kelopak matanya tampak dalam. Rasūlullāh Saw. benar-benar terharu. Pada saat itulah Jibril datang dan berkata: “Wahai Muhammad, terimalah Surah ini. Allāh swt. memberi anda selamat karena mempunyai keluarga seperti ini.” Lalu Jibril ra. membacakan kepada Rasūl Saw. surah Hal-atā.[1]
[وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا [٧٦:٨
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS Al-Insan [76]: 8)
Kedua, Al-Qur’an al-Karim menyebutkan mengapa Allah SWT memberikan karunia imāmah (kepemimpinan) pada seseorang. Di antaranya adalah: kesabaran.
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberikan petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami” (QS AS-SAJDAH[32]:24)
Nabi Ibrahim as sabar ketika diuji dengan ujian yang sedahsyat apa pun hanya karena kecintaan dan keridhaan Tuhan sebagai al-Mahbub al-Haqiqi. Kesabaran yang dimaksudkan disini , adalah kesabaran tanpa syarat; artinya mereka tetap sabar dalam segala keadaan yang Allah pilihkan untuk menguji kepasrahan dan penghambaan seorang hamba. Para pemimpin dan ulama seharusnya mencoba meneladani karakter sabar tanpa syarat ini, sejauh yang mereka mampu.
Ketiga, pemimpin dan para ulama, sebagaimana Nabi Ibrahim as dan keturunannya yang disucikan, seharusnya adalah orang yang berani. Ibnu Ishaq, seorang ahli sejarah mengatakan: Waku yang dibutuhkan untuk mengumpulkan kayu, demi membakar Ibrahim, adalah sebulan lamanya. Setelah kayu tersusun, dituanglah minyak yang mendidih. Setelah seluruh kota bersedia, keluarlah Ibrahim dengan senyum bahagia, menanti sebuah ujian cinta, dari Tuhan yang Mahakuasa.
Ibrahim berdiri mematung. Ia pandangi api yang menggulung. Panasnya tak tertahankan, sehingga masyarakat banyak menghindar kesakitan. Sekiranya ada burung yang lewat diatas panas membara, tubuhnya akan hancur menjadi debu, meski api tak menyentuhnya sama sekali.
Maka api pun membakar Ibrahim dengan ganasnya. Malaikat Jibril datang menawarkan bantuan. Ibrahim menjawab: “Aku tidak memerlukan pertolonganmu. Cukuplah bagiku Allah mengetahui keadaanku.” Kemudian terjadilah sesuatu yang lantas tercatat dalam sejarah alam raya. Nun jauh di ‘Arasy sana, Tuhan Yang Mahakasih bersabda, “Wahai Api, dinginlah enghau untuk Ibrahim.” Sudah cukup bagi Tuhan bukti bahwa Ibrahim mencintai-Nya dengan sejati. Ketika kaki Ibrahim melangkah, kasih sayang Tuhan tercurah. Ketika niat terpatri, Tuhan menyambutnya dengan pasti.
Ketika Ibrahim di ambang panasnya api, ia pasrahkan dirinya pada Tuhan yang sejati. Siapa pun kita dapat belajar dari Ibrahim. Sekiranya kita pasrahkan hidup kita, maka Tuhan akan memberikan karunia dari tempat dan waktu yang tidak pernah bisa kita kira.
Menurut riwayat, Ibrahim bertahan dalam api tujuh hari lamanya. Masyarakat sekitarnya melihatnya tak bergeming dibakar, tak hancur didera panas, hingga Ibrahim dibiarkan selama tujuh hari lamanya. Menurut Munhal bin ‘Amr, diriwayatkan dari Ibrahim bahwa dia berkata, “Tujuh hari aku berada di api, adalah tujuh hari yang paling bahagia dalam hidupku.”
Betapa tidak, selama seminggu ia berada dalam karunia Tuhan. Selama tujuh hari ia menikmati kasih sayang Tuhan. Mukjizat api yang dingin, dan suasana hati yang damai. Meskipun jutaan mata memandang, gelora api membakar Ibrahim dengan tenang.
Setelah tujuh hari, berkatalah kemudian Nabrud, “Wahai Ibrahim, engkau bertahan berada dalam api, mungkinkah engkau keluar darinya?” Ibrahim menjawab, “Dengan izin Tuhanku, tiada hal yang tak mungkin terjadi.” Lalu Namrud bertanya lagi,“Apakah engkau takut, sekiranya engkau bertahan di sana, api akan membinasakanmu?” Ibrahim menjawab, “Tidak, bagi Tuhanku segala sesuatunya adalah mudah.” Tiba-tiba mata Namrud melihat sesosok makhluk duduk di samping Ibrahim. Ia bertanya, “Siapakah yang berada di sampingmu?” Ibrahim menjawab, “Dialah malaikat yang diutus Tuhanku untuk menemaniku.” Namrud berkata, “Wahai Ibrahim, indah benar sahabatmu. Akan aku korbankan empat ribu sapi demi menghormati dan menjamu sahabatmu.” Ibrahim menjawab, “Tuhan tidak akan menerima pengorbanan apa pun sebelum engkau meneriman-Nya sebagai Tuhanmu.” Namrud menjawab, “Hatiku ingin berkata demikian, tetapi sekiranya aku mengakui Tuhanmu, aku akan kehilangan kekuasaanku.”
Keempat, Nabi Ibrahim as memiliki karakter open-minded (keterbukaan) dan mencari kebenaran; Nabi Ibrahim as terlibat dalam suatu proses pencarian kebenaran yang intens. Seharusnya, para pemimpin dan ulama juga memiliki karekter open-minded dan mencari kebenaran terus menerus. Kisah pencarian Ibrahim as atas kebenaran terdapat dalam Al-Qur’an Al-Karim Surah Al-An’am ayat 76 sd 79 berikut ini.
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَىٰ كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam".
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِن لَّمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat".
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَا أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
Kelima, pemimpin dan para ulama seharusnya adalah orang yang berani berkorban dalam rangka mencapai keridhaanNya.
Sungguh tinggi keikhlasan Nabi Ibrahim as sehingga rela untuk “menyembelih” putranya demi ketaatan pada Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan Tuhan Yang Maha Pemurah menerima pengorbanan ini. Dan menggantinya dengan domba.
Tradisi pengorbanan total untuk ketaatan pada Tuhan Yang Maha Pemurah ini diteruskan dengan sempurna oleh Sayyidul Wujud, Nabi Muhammad SAW dan keturunannya yang suci. Bila 10 Dzulhijjah adalah kejadian penyembelihan Nabi Ismail as yang diganti Allah dengan domba, maka 10 Muharram 61 H, cucu Nabi, Al-Husain ra beserta sanak keluarga Ahlul Bait Nabi SAW mengorbankan dirinya di padang Karbala; 17 kepala Ahlu Bait Nabi as diarak di atas tombak. Al-Husain ra berkata,
اِنْ كَانَ دِيْنُ مُحَمَّدٍ لَنْ يَسْتَقِمَ اِلَّا بِقَتْلِيْ فَيَا سُيُوْفَ خُذِيْنِيْ
Seandainya agama Muhammad tidak akan tegak kecuali dengan membunuhku, maka wahai
pedang-pedang, ambillah aku.
Pengorbanan Al Husain cucu nabi yang heroik telah menjaga Islam dari infiltrasi nilai-nilai non Ilahi sepanjang sejarah umat Islam. Mungkin itu yang membuat tokoh besar ulama di Indonesia Buya Hamka , khusus 2 kali berziarah ke makam Al Husain di Karbala. Yang pertama pada bulan Oktober 1950, yang kedua adalah pada tahun 1968. Mungkin itu pula yang membuat Bapak Menneg BUMN Dahlan Iskan tertarik untuk berziarah ke makam Al Husain ra akhir-akhir ini.
Keenam, mencapai tauhid, keyakinan dan makrifat yang sempurna, terbebas dari segala bentuk kemusyrikan. Seorang ulama besar menyebutkan bahwa ucapan
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
tidaklah mungkin ke luar dari hati nurani seseorang, kecuali orang tersebut sudah bisa mengalahkan berhala “ego”nya dengan sempurna. Ibrahim as adalah figur orang yang telah meninggalkan “penghadapan” pada diri dan egonya, dan “menghadapkan” seluruh kalbu dan hatinya pada Tuhan Sang Maha Pencipta. Ibrahim as adalah orang yang telah berhasil meng-“nol”kan dirinya di depan Yang Maha Esa. Hati Ibrahim as adalah hati yang telah menghadap secara utuh pada Tuhan Sang Maha Pencipta. Adalah hati tempat Tuhan Sang Maha Pencipta bersemayam. Sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah hadits qudsi : “Laa yasa’uni ardhii wa laa samaa’ii , walakin yasa’uni qalbu ‘abdiyal mu’min” ,“Aku tidak bisa ditampung bumiKu dan langitKu, namun Aku bisa ditampung hati hambaKu yang beriman”.
Beribu tahun kemudian salah satu dari turunan Ibrahim as, Sayyidina Husain Asy-Syahid salamullah ‘alaihi cucu Nabi Muhammad SAW, bermunajat di padang ‘Arafah:
مَتَى غِبْتَ حَتَّى تَحْتَاجَ إِلَى دَلِيلٍ يَدُلُّ عَلَيْكَ؟
Kapan Engkau ghaib, hingga membutuhkan dalil yang menunjukkan kepadaMu
Dalam pandangan Tauhid yang sempurna dari Husain Ass-Syahid salamullah ‘alaihi, Tuhan tidak pernah ghaib sesaatpun. Tuhan Maha Hadir dengan intensitas kehadiran Yang Tertinggi. Sungguh Dia-lah Wujud Yang Paling Jelas lagi Terang! Seolah munajat Beliau menjawab seruan Datuknya ribuan tahun sebelumnya,
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Derajat keyakinan Nabi Ibrahim as demikian tinggi. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
وَكَذَٰلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ
“Dan demikianlah Kami menunjukkan kepada Ibrahim kerajaan (malakut) langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.”(QS AL-AN’ĀM[6]:75)
Maha Suci Allah! Atas izinNya, Ibrahim as telah “melihat” malakut langit dan bumi . Tuhan sendiri yang mengijinkan Ibrahim as “nyantri” dan “melihat” malakut langit dan bumi dalam rangka meningkatkan derajat keyakinan Nabi Ibrahim as.
Ribuan tahun kemudian, salah satu keturunan Ibrahim as, Khalifah Ali bin Abi Thalib kw, seolah menjawab “maqam keyakinan” yang telah dicapai Datuknya, - yakni Ibrahim as-, dengan ungkapan:
لَوْ كشف الْغِطَاء مَا ازْدَادَ الْيَقِيْن
“Sekiranya disingkapkan kegaiban (atasku), tidak akan bertambah keyakinan(ku)” [2]
Amirul mukminin kw mengungkapkan suatu derajat keyakinan yang demikian mantap, hingga walaupun tabir-tabir kegaiban disingkapkan, derajat keyakinan tersebut sudah tidak akan bertambah lagi! Betapa dahsyat dan indahnya Datuknya; betapa dahsyat dan indah pula keturunannya!
Sungguh keteladanan dan kepemimpinan Ibrahim dan keluarganya yang suci, yang berpuncak pada Muhammad dan keluarganya yang suci adalah sebaik-baik pelajaran bagi orang-orang yang memiliki hati.
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ.اَللّهُمَّ بَارِكْ عَلى مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah dzikrullah, dan seindah-indah pelajaran bagi orang-orang yang ber-taqwa adalah Kitabullah. Aku berlindung kepada Allah. Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakan olehmu: Dia-lah Allah yang satu. Allah yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan Dia tidak dilahirkan. Dan tidak ada satu pun yang setara dengan-Nya.
Khutbah Kedua
Allahu Akbar 5x
Hamdalah
Sholawat
Wasiat untuk bertakwa
Demikianlah, semoga Allah Yang Maha Pemurah menganugerahkan pada kita taufik dan hidayah agar kita dapat menjadi pengikut yang setia dari Nabi Ibrahim as dan keturunannya yang suci, serta Nabi Muhammad SAW dan keturunannya yang suci.
Semoga para pemimipin dan ulama kita dikaruniai percikan dari karakter kepemimpinan Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad SAW dan semua keturunannya yang disucikan. Di antara karakter-karakter tersebut adalah:
- Keikhlasan dan akhlak yang sempurna
- Kesabaran
- Keberanian
- Keterbukaan
- Pengorbanan dalam mencapai ridha Allah
- Tauhid dan makrifat yang sempurna
Doa al-Fath
*) Khutbah Idul Adha 1433H, yang disampaikan oleh Ust Dr. Dimitri Mahayana.
Catatan:
[1] Al Ghadīr, jilid 3, hal. 107-111.; Ihqāq al-Haqq, jilid 3, hal. 157-171. Dikutip dari Tafsir Nurul Qur’an, ‘Allamah Kamal Faqih Imani, Penerbit Al-Huda, 2006, jilid 19, hal 38-39.
[2] Syaikh Sulaiman ibn Dawud al-Qunduzi al-Hanafi, Yanābi’ al-Mawaddah li dzawī al-Qarīb, Dār al-Aswah li ath-Thabā’ah wa an-Nasyr, 2000, juz 1, pp.203 di mana al-Qunduzi mengambil
dari Ushul Kafi, juz 2, pp. 59, hadits no. 10