Malapetaka terbesar karena kesombongan adalah ketika seseorang sudah berani mengatakan Ana khairun minhu, saya lebih baik dari dia. Hal itulah yang menggelincirkan iblis. Dr. Ir. H. Fuad Rumi, MS menuliskan dengan ringan masalah ini. Sebelumnya, tulisan ini sudah pernah dimuat di Republika 20 Maret 2012 [majulah-ijabi.org]
****
****
Ana khairun minhu, saya lebih baik dari dia. Itulah kalimat Iblis ketika Tuhan menanya alasannya, mengapa ia tidak mau melaksanakan perintah, sujud kepada Adam. Iblis menambahkan, "khalaqtaniy min naar wa khalaqtahu min tiyn. Engkau menciptakan aku dari api dan menciptakan dia (hanya) dari tanah (QS Al A'raf 12). Itulah kesombongan iblis, merasa diri lebih mulia karena asal kejadian.
Kesombongan iblis rupanya adalah sebuah penyakit yang juga bisa menular pada manusia. Bahkan iblis secara aktip menularkannya pada anak cucu Adam. Pernyataan dan sikap "ana khairun minhu" sekarang bahkan lebih banyak digunakan oleh manusia.
Jika iblis merasa diri lebih baik karena asal penciptaannya atau asal kejadiannya, maka manusia juga tertular kesombongan karena keturunan seperti itu. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita dengan sabda beliau : "kullukum min Adam wa Adam min turaab. Laa fadhlun 'arabiyyun li'ajamiyyun illa bittaqwa.", semua kalian berasal dari Adam dan Adam (dicipta) dari tanah. Tidak kelebihan orang Arab dari yang bukan Arab, kecuali karena takwa.
Sabda Nabi tersebut hendak menyadarkan kita agar tidak menjadi angkuh karena keturunan atau asal kejadian. Kemuliaan hanya bisa dicapai dengan takwa. "Inna akramakum 'indallahi atqaakum", sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa (QS Al Hujurat 13).
Lebih mencengangkan lagi, ternyata manusia bisa melampaui iblis. Manusia mengembangkan prinsip "ana khairun minhu" hampir dalam semua lapangan kehidupan. Dengan prinsip itu manusia lalu saling bersaing. Ketika persaingan menjadi tidak sehat, saling membenci, saling bermusuhan, saling menjatuhkan bahkan ada yang sampai saling membunuh.
Ketika manusia memperebutkan sebuah jabatan, misalnya, masing-masing lalu menggunakan jurus "ana khairun minhu" itu. Berbagai teknik digunakan untuk mempengaruhi opini orang, bahwa dirinya yang lebih baik, karena itu lebih layak untuk dipilih.
Alhasil, semboyan iblis "ana khairun minhu" telah digunakan manusia secara lebih luas dan dengan berbagai macam cara. Baliho, spanduk, brosur, stiker, iklan dan berbagai macam teknik komunikasi massa digunakan untuk menyatakan "ana khairun minhu", saya lebih baik dari dia.
Sebenarnya untuk meraih prestasi, manusia boleh saja, bahkan dianjurkan untuk menjadi yang terbaik, menjadi the best. Manusia harus menunjukkan prestasi terbaik atau produk kerja terbaik. Tapi berusaha menjadi yang terbaik, tidak sama dengan merasa yang paling baik. Yang pertama adalah sebuah upaya positip, yang kedua adalah sebuah kesombongan.
Lebih berbahaya lagi ketika kesombongan "ana khairun minhu" itu digunakan oleh seorang penguasa. Ia tidak akan mau mengakui kekurangan dirinya sehingga tidak suka dikritik. Ia selalu ingin dipuja-puja. Ia memfasilitasi hidupnya dengan berbagai kemewahan. Ia tidak mau melihat ada orang lain yang lebih unggul yang bisa menggantikan kedudukannya. Ia lalu menggunakan berbagai cara dan muslihat mempertahankan kedudukannya.
Demikian sedikit gambaran betapa kesombongan iblis telah merasuki manusia sehingga menggerus nilai-nilai kemanusiaan. Dampak negatipnya bisa semakin meluas dan merusak jika manusia tidak mau menyadarinya. Manusia harus sadar menyelamatkan dirinya dari proses dehumanisasi akibat penyakit iblis tersebut.
Kesombongan iblis rupanya adalah sebuah penyakit yang juga bisa menular pada manusia. Bahkan iblis secara aktip menularkannya pada anak cucu Adam. Pernyataan dan sikap "ana khairun minhu" sekarang bahkan lebih banyak digunakan oleh manusia.
Jika iblis merasa diri lebih baik karena asal penciptaannya atau asal kejadiannya, maka manusia juga tertular kesombongan karena keturunan seperti itu. Itu sebabnya Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita dengan sabda beliau : "kullukum min Adam wa Adam min turaab. Laa fadhlun 'arabiyyun li'ajamiyyun illa bittaqwa.", semua kalian berasal dari Adam dan Adam (dicipta) dari tanah. Tidak kelebihan orang Arab dari yang bukan Arab, kecuali karena takwa.
Sabda Nabi tersebut hendak menyadarkan kita agar tidak menjadi angkuh karena keturunan atau asal kejadian. Kemuliaan hanya bisa dicapai dengan takwa. "Inna akramakum 'indallahi atqaakum", sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa (QS Al Hujurat 13).
Lebih mencengangkan lagi, ternyata manusia bisa melampaui iblis. Manusia mengembangkan prinsip "ana khairun minhu" hampir dalam semua lapangan kehidupan. Dengan prinsip itu manusia lalu saling bersaing. Ketika persaingan menjadi tidak sehat, saling membenci, saling bermusuhan, saling menjatuhkan bahkan ada yang sampai saling membunuh.
Ketika manusia memperebutkan sebuah jabatan, misalnya, masing-masing lalu menggunakan jurus "ana khairun minhu" itu. Berbagai teknik digunakan untuk mempengaruhi opini orang, bahwa dirinya yang lebih baik, karena itu lebih layak untuk dipilih.
Alhasil, semboyan iblis "ana khairun minhu" telah digunakan manusia secara lebih luas dan dengan berbagai macam cara. Baliho, spanduk, brosur, stiker, iklan dan berbagai macam teknik komunikasi massa digunakan untuk menyatakan "ana khairun minhu", saya lebih baik dari dia.
Sebenarnya untuk meraih prestasi, manusia boleh saja, bahkan dianjurkan untuk menjadi yang terbaik, menjadi the best. Manusia harus menunjukkan prestasi terbaik atau produk kerja terbaik. Tapi berusaha menjadi yang terbaik, tidak sama dengan merasa yang paling baik. Yang pertama adalah sebuah upaya positip, yang kedua adalah sebuah kesombongan.
Lebih berbahaya lagi ketika kesombongan "ana khairun minhu" itu digunakan oleh seorang penguasa. Ia tidak akan mau mengakui kekurangan dirinya sehingga tidak suka dikritik. Ia selalu ingin dipuja-puja. Ia memfasilitasi hidupnya dengan berbagai kemewahan. Ia tidak mau melihat ada orang lain yang lebih unggul yang bisa menggantikan kedudukannya. Ia lalu menggunakan berbagai cara dan muslihat mempertahankan kedudukannya.
Demikian sedikit gambaran betapa kesombongan iblis telah merasuki manusia sehingga menggerus nilai-nilai kemanusiaan. Dampak negatipnya bisa semakin meluas dan merusak jika manusia tidak mau menyadarinya. Manusia harus sadar menyelamatkan dirinya dari proses dehumanisasi akibat penyakit iblis tersebut.