Bertempat di lantai 4 Gedung Graha Pena Makassar, MUI Sulsel bekerjasama dengan Fajar Group melaksanakan talk show Muharram. Acara yang dilaksanakan Jumat 8 Nopember 2013 ini dihadiri banyak peserta dari berbagai kalangan. Koresponden kami Baso Mappadeceng melaporkan pelaksanaan acara ini dari Makassar [majulah-IJABI]
Acara ini mengambil tema "Reaktualisasi Tahun Baru Islam dan Asal Usul Peringatan Hari Asyura". Hadir sebagai pembicara adalah beberapa ulama Sulawesi Selatan yaitu AGH Dr. (HC) M Sanusi Baco, Lc (Ketua Umum MUI SulSel), Prof. Dr. H. Abd Rahim Yunus, MA (Wakil Ketua Umum MUI SulSel), Prof. Dr. H Arifuddin Ahmad, M.Ag. (Guru Besar Hadits UIN Alauddin) dan Dr. H. Muammar Bakry, MA. Selain itu, diundang pula beberapa penanggap seperti Ust Said Abd Shamad (LPPI Indonesia Timur), Ikhwan Abdul Jalil (Wahdah Islamiyah), dan Syamsuddin Baharuddin (IJABI). Dua tokoh yang juga diberi kesempatan menanggapi adalah Ishak Ngeljaratan (Budayawan) dan Prof. Dr. Arfin Hamid, MA.
Pada kesempatan ini, Gurutta KH Sanusi Baco lebih banyak mengulas makna Hijrah Rasul. Menurut beliau, ada 4 nilai penting yang bisa dipelajari dari peristiwa Hijrah:
Prof. Rahim kemudian menjelaskan masalah Asyura. Menurut beliau, Asyura punya 2 aspek, yakni aspek historis kultural dan aspek ritual spiritual. Secara historis kultural, ada beberapa versi tentang peristiwa Asyura. Sebagian umat Islam memaknai Asyura sebagai peristiwa kemenangan Nabi Musa as atas Fir'aun sehingga harus dirayakan, salah satunya dengan berpuasa di tanggal 10 Muharram. Sebagian lagi memaknai Asyura sebagai peristiwa duka cita atas syahidnya Imam Husain di Karbala. Peristiwa ini juga disebutkan dalam Tarikh Thabari, yang menyebutkan 10 Muharram adalah hari terjadinya tragedi di Karbala. Karena itu, kelompok ini mengadakan majelis duka untuk mengenang peristiwa tersebut.
Prof. Rahim juga mengatakan bahwa di dalam Quran, ada 4 bulan yang di dalamnya diharamkan berperang. Salah satu dari empat bulan tersebut adalah bulan Muharram. Karena itu beliau menyebut Bulan Muharram sebagai Bulan Damai, maka janganlah berselisih di bulan itu.
Mengenai tragedi Asyura, Prof. Rahim mengatakan bahwa peristiwa tersebut disebutkan di dalam kitab-kitab hadits dan tarikh Ahlusunnah. Oleh karena itu, perbedaan memahami Asyura mestinya disikapi dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati.
Prof Arifuddin Ahmad sebagai ahli hadits hanya menjelaskan bahwa masing-masing pihak yang meyakini Asyura memiliki dasar hadits yang dipegangi. Artinya, masing-masing pihak mempunyai hujjah dan dalil. Sementara itu, Dr. Muammar Bakry menyebutkan bahwa secara kultural ada tradisi Asyura yang berbeda yang dipraktekkan umat Islam. Mereka yang memaknai Asyura sebagai sukacita misalnya mengekspresikan dengan tradisi belanja peralatan rumah tangga. Tradisi ini tidaklah bisa langsung dicap bid'ah, tapi silahkan tradisi itu dilanjutkan dan tugas ulama mendidik umat untuk memperbaiki dan meluruskan niat dalam melaksanakan tradisi itu agar tidak terjatuh dalam kemusyrikan.
Prof. Rahim: Syiah Tidak Seperti Tuduhan Ust Said Samad
Pada sesi tanggapan, Ust Said Abd Shamad kembali mempersoalkan Syiah dengan menyampaikan beberapa tuduhan lama. Saat itu beliau membawa sambil mengutip buku yang katanya diterbitkan oleh MUI Pusat, "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia" sebagai rujukan.
Menanggapi Said Abd Shamad, Gurutta Sanusi Baco tetap fokus membahas tema dan tidak menanggapi soal Syiah. Bahkan dengan senyum khasnya beliau berujar, salah satu akhlak dalam berbicara adalah berbicara sesuai tema. Seolah menyampaikan 'teguran halus' pada Ust Said Shamad, Gurutta Sanusi Baco berkata, "hari ini tema kita adalah Hijrah Rasul dan Asyura".
Prof. Rahim nampak lebih lugas dan tegas menanggapi Ust Said Shamad. Ketika mengomentari buku tentang penyimpangan Syiah yang disebut-sebut oleh Ust Said Shamad sebagai terbitan MUI Pusat, dengan tegas Prof Rahim Yunus (sebagai Wakil Ketua Umum MUI SulSel) membantah klaim itu dan menyebut buku itu TIDAK RESMI diterbitkan MUI Pusat. Menurut beliau, buku itu pernah diedarkan di Rakernas MUI Pusat, namun langsung ditarik kembali karena tidak disetujui untuk diedarkan. Selanjutnya Prof. Rahim juga berkata, bahwa dalam beberapa kali kunjungan beliau ke Iran, beliau tidak menemukan fakta seperti yang dituduhkan Said Shamad. Beliau tidak menemukan praktek mut'ah, bahwa Quran orang Syiah di Iran dengan Quran orang Sunnah. Bahkan banyak Quran cetakan Arab Saudi yang juga beredar di Iran.
Seusai diskusi, Ust Said Shamad kembali mendekati Prof Rahim dan membicarakan mengenai buku yang dibicarakan tadi. Prof. Rahim kemudian bertanya, apakah ada tanda tangan dan kata pengantar di atas kertas kop MUI Pusat dari Ketua Umum MUI Pusat dalam buku itu?. Dengan singkat, Ust Said Samad menjawab "Tidak ada". Dalam pandangan Prof. Rahim, setiap buku resmi MUI Pusat, pasti ada kata pengantar dari Ketua Umum.
IJABI dan Wahdah Islamiyyah Serukan Persatuan Islam
Dalam sesi tanggapan, Ikhwan Abd Djalil dari Wahdah Islamiyah juga diberi kesempatan untuk memberikan masukan. Beliau mengingatkan pentingnya ukhuwah islamiyah dibangun di atas kejujuran di antara Sunnah dan Syiah. Namun demikian, Ikhwan mensinyalir masih adanya praktek pengkafiran sahabat Nabi di kalangan Syiah. Tentu saja ini tidak bisa digeneralisir. Faktanya, kita bisa melihat fatwa ulama muktabar Syiah yang mengharamkan penghinaan apalagi pengkafiran sahabat dan istri Nabi Saw serta tokoh-tokoh dan simbol-simbol mazhab ahlussunnah.
Syamsuddin Baharuddin sebagai ketua PP IJABI juga diberi waktu untuk memberi tanggapan, khususnya komentar dan tuduhan terhadap Syiah. Beliau setuju dengan Gurutta Sanusi Baco dan Prof. Rahim Yunus yang menyerukan persaudaraan dan menjadikan Muharram sebagai Bulan Damai. Bagi ketua PP IJABI yang terpilih di Muktamar tahun 2012 ini, bukan saatnya mempertajam perbedaan Sunnah Syiah mengingat banyaknya persamaan di antara keduanya.
Meskipun ada yang mengkafirkan Syiah, beliau mengajak hadirin untuk lebih mengikuti seruan ulama yang menyerukan persatuan Islam seperti yang disebutkan dalam Risalah Amman, Deklarasi Mekkah, Deklarasi Bogor dan yang terbaru Deklarasi Makassar di UMI. Syamsuddin Baharuddin menghimbau, untuk mendapatkan informasi yang benar tentang suatu kelompok atau mazhab, kita harus merujuk pada pandangan dan pernyataan para ulama atau tokoh yang diakui dalam mazhab atau kelompok tersebut. Jangan menjadikan perilaku dan perkataan orang awamnya sebagai dasar untuk menilai kelompok atau mazhab tertentu.
Terakhir, ada pernyataan bagus dari Prof Arifuddin Ahmad sebagai penutup. Beliau berkata, "bagi saya, apapun yang bertentangan dengan misi Rahmatan lil 'Alamin yang dibawa oleh Rasulullah Saw, adalah bertentangan dengan ajaran Islam; siapapun yang melakukannya, baik itu Sunni maupun Syi'i."
Pada kesempatan ini, Gurutta KH Sanusi Baco lebih banyak mengulas makna Hijrah Rasul. Menurut beliau, ada 4 nilai penting yang bisa dipelajari dari peristiwa Hijrah:
- Keberanian, dalm hal ini, beliau mencontohkan keberanian Imam 'Ali menggantikan posisi Nabi saww di malam Hijrah yang bisa mencelakakan dirinya.
- Pengorbanan
- Persaudaraan dan ukhuwah
- Itsar (mendahulukan kepentingan orang lain)
Prof. Rahim kemudian menjelaskan masalah Asyura. Menurut beliau, Asyura punya 2 aspek, yakni aspek historis kultural dan aspek ritual spiritual. Secara historis kultural, ada beberapa versi tentang peristiwa Asyura. Sebagian umat Islam memaknai Asyura sebagai peristiwa kemenangan Nabi Musa as atas Fir'aun sehingga harus dirayakan, salah satunya dengan berpuasa di tanggal 10 Muharram. Sebagian lagi memaknai Asyura sebagai peristiwa duka cita atas syahidnya Imam Husain di Karbala. Peristiwa ini juga disebutkan dalam Tarikh Thabari, yang menyebutkan 10 Muharram adalah hari terjadinya tragedi di Karbala. Karena itu, kelompok ini mengadakan majelis duka untuk mengenang peristiwa tersebut.
Prof. Rahim juga mengatakan bahwa di dalam Quran, ada 4 bulan yang di dalamnya diharamkan berperang. Salah satu dari empat bulan tersebut adalah bulan Muharram. Karena itu beliau menyebut Bulan Muharram sebagai Bulan Damai, maka janganlah berselisih di bulan itu.
Mengenai tragedi Asyura, Prof. Rahim mengatakan bahwa peristiwa tersebut disebutkan di dalam kitab-kitab hadits dan tarikh Ahlusunnah. Oleh karena itu, perbedaan memahami Asyura mestinya disikapi dengan sikap saling menghargai dan saling menghormati.
Prof Arifuddin Ahmad sebagai ahli hadits hanya menjelaskan bahwa masing-masing pihak yang meyakini Asyura memiliki dasar hadits yang dipegangi. Artinya, masing-masing pihak mempunyai hujjah dan dalil. Sementara itu, Dr. Muammar Bakry menyebutkan bahwa secara kultural ada tradisi Asyura yang berbeda yang dipraktekkan umat Islam. Mereka yang memaknai Asyura sebagai sukacita misalnya mengekspresikan dengan tradisi belanja peralatan rumah tangga. Tradisi ini tidaklah bisa langsung dicap bid'ah, tapi silahkan tradisi itu dilanjutkan dan tugas ulama mendidik umat untuk memperbaiki dan meluruskan niat dalam melaksanakan tradisi itu agar tidak terjatuh dalam kemusyrikan.
Prof. Rahim: Syiah Tidak Seperti Tuduhan Ust Said Samad
Pada sesi tanggapan, Ust Said Abd Shamad kembali mempersoalkan Syiah dengan menyampaikan beberapa tuduhan lama. Saat itu beliau membawa sambil mengutip buku yang katanya diterbitkan oleh MUI Pusat, "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia" sebagai rujukan.
Menanggapi Said Abd Shamad, Gurutta Sanusi Baco tetap fokus membahas tema dan tidak menanggapi soal Syiah. Bahkan dengan senyum khasnya beliau berujar, salah satu akhlak dalam berbicara adalah berbicara sesuai tema. Seolah menyampaikan 'teguran halus' pada Ust Said Shamad, Gurutta Sanusi Baco berkata, "hari ini tema kita adalah Hijrah Rasul dan Asyura".
Prof. Rahim nampak lebih lugas dan tegas menanggapi Ust Said Shamad. Ketika mengomentari buku tentang penyimpangan Syiah yang disebut-sebut oleh Ust Said Shamad sebagai terbitan MUI Pusat, dengan tegas Prof Rahim Yunus (sebagai Wakil Ketua Umum MUI SulSel) membantah klaim itu dan menyebut buku itu TIDAK RESMI diterbitkan MUI Pusat. Menurut beliau, buku itu pernah diedarkan di Rakernas MUI Pusat, namun langsung ditarik kembali karena tidak disetujui untuk diedarkan. Selanjutnya Prof. Rahim juga berkata, bahwa dalam beberapa kali kunjungan beliau ke Iran, beliau tidak menemukan fakta seperti yang dituduhkan Said Shamad. Beliau tidak menemukan praktek mut'ah, bahwa Quran orang Syiah di Iran dengan Quran orang Sunnah. Bahkan banyak Quran cetakan Arab Saudi yang juga beredar di Iran.
Seusai diskusi, Ust Said Shamad kembali mendekati Prof Rahim dan membicarakan mengenai buku yang dibicarakan tadi. Prof. Rahim kemudian bertanya, apakah ada tanda tangan dan kata pengantar di atas kertas kop MUI Pusat dari Ketua Umum MUI Pusat dalam buku itu?. Dengan singkat, Ust Said Samad menjawab "Tidak ada". Dalam pandangan Prof. Rahim, setiap buku resmi MUI Pusat, pasti ada kata pengantar dari Ketua Umum.
IJABI dan Wahdah Islamiyyah Serukan Persatuan Islam
Dalam sesi tanggapan, Ikhwan Abd Djalil dari Wahdah Islamiyah juga diberi kesempatan untuk memberikan masukan. Beliau mengingatkan pentingnya ukhuwah islamiyah dibangun di atas kejujuran di antara Sunnah dan Syiah. Namun demikian, Ikhwan mensinyalir masih adanya praktek pengkafiran sahabat Nabi di kalangan Syiah. Tentu saja ini tidak bisa digeneralisir. Faktanya, kita bisa melihat fatwa ulama muktabar Syiah yang mengharamkan penghinaan apalagi pengkafiran sahabat dan istri Nabi Saw serta tokoh-tokoh dan simbol-simbol mazhab ahlussunnah.
Syamsuddin Baharuddin sebagai ketua PP IJABI juga diberi waktu untuk memberi tanggapan, khususnya komentar dan tuduhan terhadap Syiah. Beliau setuju dengan Gurutta Sanusi Baco dan Prof. Rahim Yunus yang menyerukan persaudaraan dan menjadikan Muharram sebagai Bulan Damai. Bagi ketua PP IJABI yang terpilih di Muktamar tahun 2012 ini, bukan saatnya mempertajam perbedaan Sunnah Syiah mengingat banyaknya persamaan di antara keduanya.
Meskipun ada yang mengkafirkan Syiah, beliau mengajak hadirin untuk lebih mengikuti seruan ulama yang menyerukan persatuan Islam seperti yang disebutkan dalam Risalah Amman, Deklarasi Mekkah, Deklarasi Bogor dan yang terbaru Deklarasi Makassar di UMI. Syamsuddin Baharuddin menghimbau, untuk mendapatkan informasi yang benar tentang suatu kelompok atau mazhab, kita harus merujuk pada pandangan dan pernyataan para ulama atau tokoh yang diakui dalam mazhab atau kelompok tersebut. Jangan menjadikan perilaku dan perkataan orang awamnya sebagai dasar untuk menilai kelompok atau mazhab tertentu.
Terakhir, ada pernyataan bagus dari Prof Arifuddin Ahmad sebagai penutup. Beliau berkata, "bagi saya, apapun yang bertentangan dengan misi Rahmatan lil 'Alamin yang dibawa oleh Rasulullah Saw, adalah bertentangan dengan ajaran Islam; siapapun yang melakukannya, baik itu Sunni maupun Syi'i."