Ustadz Jalal: “Anak yang tumbuh tanpa seorang ayah atau diperlakukan dengan tidak baik akan menjadi seorang atheis”
[Majulah-Ijabi]—Kenakalan remaja dan perilaku-perilaku buruk tidak muncul karena takdir. Kalau dilacak secara psikologi, bisa ditemukan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh faktor yang bersifat kejiwaan dan lingkungan keluarga. Anak yang hanya dibesarkan dengan makan dan minum atau hanya dipenuhi kebutuhan fisik tanpa belaian kasih sayang dari orangtua dan orang-orang terdekat maka akan tumbuh dalam kondisi yang tidak normal. Demikian disampaikan Ustadz Jalaluddin Rakhmat dalam Pengajian Ahad pagi (7 Oktober 2012) di Masjid Al-Munawwarah, Jalan Kampus IV, Kiaracondong, Bandung. Sutisna al-Banduni membuat catatan ringkas untuk pengajian ini.
****
[Majulah-Ijabi]—Kenakalan remaja dan perilaku-perilaku buruk tidak muncul karena takdir. Kalau dilacak secara psikologi, bisa ditemukan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh faktor yang bersifat kejiwaan dan lingkungan keluarga. Anak yang hanya dibesarkan dengan makan dan minum atau hanya dipenuhi kebutuhan fisik tanpa belaian kasih sayang dari orangtua dan orang-orang terdekat maka akan tumbuh dalam kondisi yang tidak normal. Demikian disampaikan Ustadz Jalaluddin Rakhmat dalam Pengajian Ahad pagi (7 Oktober 2012) di Masjid Al-Munawwarah, Jalan Kampus IV, Kiaracondong, Bandung. Sutisna al-Banduni membuat catatan ringkas untuk pengajian ini.
****
Ustdaz Jalal—begitu biasa disapa jamaah—memberikan penjelasan manfaat kasih sayang bagi kesehatan jiwa berdasarkan penelitian para ahli psikologi yang ditayangkan melalui film-film pendek. Ustadz memperlihatkan film seekor anak kera yang berada dalam kandang di sebuah laboratorium. Anak kera yang berumur bulanan diberi dua bentuk boneka induk kera. Yang pertama dibuat terbuat dari kain dengan warna yang disesuaikan sehingga mirip induk kera. Sedangkan boneka yang kedua terbuat dari kawat dan tidak berbentuk kera. Anak kera diberi makan dan minum. Dari kedua boneka induk kera, anak kera lebih tertarik pada boneka induk yang terbuat dari kain. Anak kera itu memeluknya seolah-olah boneka kera tersebut induknya.
Kemudian kandang itu dimasukan benda bergerak yang mirip dengan kera terbuat dari seng dengan suara yang bising. Ketika melihat benda itu anak kera berteriak-teriak ketakutan. Segera memeluk induk boneka kera. Cukup lama sambil melihat benda yang bergerak-gerak. Dilihat kemudian memberanikan diri memegang benda tersebut. Anak kera jadi lebih berani setelah memeluk induk boneka.
Dari perilaku anak kera itu peneliti menyimpulkan bahwa anak kera tumbuh sehat dan selama dalam kandang tidak mengalami sakit. Anak kera sering bergerak dan bermain-main sendiri serta terlihat senang berada dalam kandangnya.
Ustadz Jalal memutarkan film kera lainnya. Anak kera yang berada dalam kandang dengan induk kera yang terbuat dari kawat. Tidak ada penghangat dari kain dan terdiam saat disentuh anak kera. Anak kera yang berada dalam kandang ini meski diberi makan dan minum tidak terlihat seceria dan sesenang anak kera dalam kandang dengan induk boneka kain yang mirip dengan aslinya. Anak kera dalam kandang induk kera kawat mengalami sakit, murung, lemah, dan kadang berperilaku garang saat ada yang memasukan makanan dan minuman. Anak kera itu senantiasa berupaya menyerang yang dimasukan ke dalam kandangnya.
Kemudian diperlihatkan juga kandang yang berisi anak kera dengan induk kera asli. Anak kera yang diasuh langsung induk kera dengan sentuhan yang hidup dan bermain-main bersama induknya tampak lebih ceria dari anak kera dengan asuhan induk boneka kera. Anak kera tersebut sehat dan tumbuh kembang tanpa sakit dan terlihat bahagia dari gerakannya.
Menurut Ustadz Jalal, tiga anak kera tersebut menggambarkan perilaku jiwa manusia yang berbeda-beda. Perilaku anak kera dengan induk kera kawat menjadi mudah menyerang karena tidak ada belaian kasih sayang dari induknya. Seorang anak kalau dibesarkan tanpa kasih sayang maka akan tumbuh tidak normal dan kemungkinan berjiwa beringas dan tumbuh dengan perilaku yang kurang baik.
“Anak yang kesepian atau tidak mendapat kasih sayang dari ibunya akan berperilaku tidak normal, jahat, beringas, dan tidak punya perasaan bersalah kalau melakukan kesalahan. Anak tersebut otaknya sudah rusak sehingga tidak memiliki empati karena tidak pernah memikirkan baik buruk dari perbuatannya. Banyak anak yang berperilaku jahat dan ketika ketahuan tidak merasa bersalah atau menyesal. Kalau sudah demikian maka ia sudah termasuk anak psikopat,” papar Ustadz Jalal.
Sementara anak kera bersama boneka yang mirip induknya dapat disamakan dengan anak yang tumbuh dengan perhatian yang tidak penuh dari orangtuanya. Sedangkan anak kera dengan induk asli menggambarkan anak manusia yang tumbuh sehat dan ceria karena belaian kasih sayang yang penuh dari orangtuanya.
“Anak menjadi tidak normal karena dibesarkan tanpa kasih sayang ibunya. Anak yang tumbuh tanpa seorang ayah atau diperlakukan dengan tidak baik akan menjadi seorang atheis, penyerang, dan pendendam,” kata Ustadz Jalal sembari menyentil tentang perilaku orang-orang beragama yang melalukan tindakan anarkis terhadap umat lainnya.
Di hadapan jamaahnya, Ustadz Jalal menjelaskan bahwa Islam mementingkan perilaku kasih sayang dan menyambungkannya dengan sesama manusia. Mengutip surah Annisa ayat 1, Ustadz Jalal menyimpulkan umat Islam dituntut untuk bertakwa kepada Allah dan menyambung kasih sayang di antara sesama umat Islam.
Selain membahas kajian ilmiah psikologi berdasarkan penelitian tentang anak kera, Ustadz Jalal menyampaikan pengalamannya saat mengunjungi sebuah panti asuhan di Bandung. Dalam kunjungannya bersama teman, Ustadz Jalal di tempat itu melihat perawat dan pengasuh yang memperlakukan anak-anak asuh yatim dan piatu tanpa sentuhan kasih sayang.
Dengan wajah kurang bersahabat, anak-anak yang sedang bermain dengan ceria segera diteriaki untuk duduk rapi. Seluruh anak pun terdiam dan duduk rapi. Tidak ada yang bicara atau bisik-bisik. Suasananya tegang mirip upacara bendera.
Kemudian sang pengasuh itu menyuruh anak-anaknya untuk mendengarkan yang akan disampaikan perawatnya. Selesai menginformasikan tentang kehadiran Ustadz Jalal kemudian disuruh untuk membaca surah Al-Fathihah. Mereka membacanya dengan nada yang masih tegang dan tidak terlihat wajah keceriaan anak.
“Tidak ada wajah ceria pada mata mereka. Saya lihat kesedihan dan harapan untuk dapat kebahagiaan. Berharap mereka diambil untuk dijadikan sebagai anak asuh. Saya merasa kasihan pada anak-anak tersebut.Mereka dirawat tanpa kasih sayang. Hanya sekadar diberi makan dan minum. Jiwa anak dan dunia cerianya hilang dari mereka,” ujar Ustadz Jalal berkisah.
Pengalaman yang hampir sama pernah diceritakan Ustadz Miftah F. Rakhmat, putra Ustadz Jalal. Ust Miftah berkisah bahwa Ustadz Jalal suatu hari pernah menemani Pak Sudarmono, mantan wakil presiden masa orde baru, berkunjung ke Ma’had Al-Zaitun di Indramayu, Jawa Barat.
Setiba di pesantren, terlihat santri-santri berseliweran. Berbagai aktivitas dijalani civitas akademika Ma’had Al-Zaitun. Sampai depan aula besar dikumpulkan seluruh santri. Mereka berkumpul. Terdiam. Tidak ada suara sedikit pun. Tidak ada suara bisik-bisik dari para santri. Mereka semua mengikuti perintah dari pengurus pesantren untuk mendengarkan petuah dari pimpinan sekaligus sambutan dari Pak Sudarmono.
Selesai acara dan dalam perjalanan pulang, Pak Sudarmono bertanya kepada Ustadz Jalal, “Bagaimana menurut Pak Jalal tentang santri Al-Zaitun?”
“Bagus,” jawab Ustadz Jalal. Pak Sudarmono kembali bertanya, “Kalau Pak Jalal punya cucu, mau tidak disekolahkan di Al-Zaitun?”
Ustadz Jalal menjawab, “Tidak.”
Ustadz Jalal sambil menutup pembicaraan mengutip salah satu ayat di dalam Alquran bahwa orang yang berpaling dari agama Allah adalah mereka yang memutuskan kasih sayang.
“Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun pada suatu kelompok kalau mereka memutuskan kasih sayang,” pungkas Ustadz Jalal yang kemudian diiringi doa dan shalawat.
Sebelum Ustadz Jalal bersalaman dengan jamaah, salah seorang pengurus IJABI Jawa Barat menyampaikan bahwa IJABI akan menggelar Idul Ghadir pada Sabtu, 3 November 2012 di Jakarta dengan menghadirkan ulama-ulama dari Timur Tengah dan penampilan seni budaya Islam.
“Kami mengajak Ijabiyyun untuk menghadirinya. Silakan mengajak keluarganya untuk merayakan kebahagiaan secara bersama-sama,” pesannya.
Kemudian kandang itu dimasukan benda bergerak yang mirip dengan kera terbuat dari seng dengan suara yang bising. Ketika melihat benda itu anak kera berteriak-teriak ketakutan. Segera memeluk induk boneka kera. Cukup lama sambil melihat benda yang bergerak-gerak. Dilihat kemudian memberanikan diri memegang benda tersebut. Anak kera jadi lebih berani setelah memeluk induk boneka.
Dari perilaku anak kera itu peneliti menyimpulkan bahwa anak kera tumbuh sehat dan selama dalam kandang tidak mengalami sakit. Anak kera sering bergerak dan bermain-main sendiri serta terlihat senang berada dalam kandangnya.
Ustadz Jalal memutarkan film kera lainnya. Anak kera yang berada dalam kandang dengan induk kera yang terbuat dari kawat. Tidak ada penghangat dari kain dan terdiam saat disentuh anak kera. Anak kera yang berada dalam kandang ini meski diberi makan dan minum tidak terlihat seceria dan sesenang anak kera dalam kandang dengan induk boneka kain yang mirip dengan aslinya. Anak kera dalam kandang induk kera kawat mengalami sakit, murung, lemah, dan kadang berperilaku garang saat ada yang memasukan makanan dan minuman. Anak kera itu senantiasa berupaya menyerang yang dimasukan ke dalam kandangnya.
Kemudian diperlihatkan juga kandang yang berisi anak kera dengan induk kera asli. Anak kera yang diasuh langsung induk kera dengan sentuhan yang hidup dan bermain-main bersama induknya tampak lebih ceria dari anak kera dengan asuhan induk boneka kera. Anak kera tersebut sehat dan tumbuh kembang tanpa sakit dan terlihat bahagia dari gerakannya.
Menurut Ustadz Jalal, tiga anak kera tersebut menggambarkan perilaku jiwa manusia yang berbeda-beda. Perilaku anak kera dengan induk kera kawat menjadi mudah menyerang karena tidak ada belaian kasih sayang dari induknya. Seorang anak kalau dibesarkan tanpa kasih sayang maka akan tumbuh tidak normal dan kemungkinan berjiwa beringas dan tumbuh dengan perilaku yang kurang baik.
“Anak yang kesepian atau tidak mendapat kasih sayang dari ibunya akan berperilaku tidak normal, jahat, beringas, dan tidak punya perasaan bersalah kalau melakukan kesalahan. Anak tersebut otaknya sudah rusak sehingga tidak memiliki empati karena tidak pernah memikirkan baik buruk dari perbuatannya. Banyak anak yang berperilaku jahat dan ketika ketahuan tidak merasa bersalah atau menyesal. Kalau sudah demikian maka ia sudah termasuk anak psikopat,” papar Ustadz Jalal.
Sementara anak kera bersama boneka yang mirip induknya dapat disamakan dengan anak yang tumbuh dengan perhatian yang tidak penuh dari orangtuanya. Sedangkan anak kera dengan induk asli menggambarkan anak manusia yang tumbuh sehat dan ceria karena belaian kasih sayang yang penuh dari orangtuanya.
“Anak menjadi tidak normal karena dibesarkan tanpa kasih sayang ibunya. Anak yang tumbuh tanpa seorang ayah atau diperlakukan dengan tidak baik akan menjadi seorang atheis, penyerang, dan pendendam,” kata Ustadz Jalal sembari menyentil tentang perilaku orang-orang beragama yang melalukan tindakan anarkis terhadap umat lainnya.
Di hadapan jamaahnya, Ustadz Jalal menjelaskan bahwa Islam mementingkan perilaku kasih sayang dan menyambungkannya dengan sesama manusia. Mengutip surah Annisa ayat 1, Ustadz Jalal menyimpulkan umat Islam dituntut untuk bertakwa kepada Allah dan menyambung kasih sayang di antara sesama umat Islam.
Selain membahas kajian ilmiah psikologi berdasarkan penelitian tentang anak kera, Ustadz Jalal menyampaikan pengalamannya saat mengunjungi sebuah panti asuhan di Bandung. Dalam kunjungannya bersama teman, Ustadz Jalal di tempat itu melihat perawat dan pengasuh yang memperlakukan anak-anak asuh yatim dan piatu tanpa sentuhan kasih sayang.
Dengan wajah kurang bersahabat, anak-anak yang sedang bermain dengan ceria segera diteriaki untuk duduk rapi. Seluruh anak pun terdiam dan duduk rapi. Tidak ada yang bicara atau bisik-bisik. Suasananya tegang mirip upacara bendera.
Kemudian sang pengasuh itu menyuruh anak-anaknya untuk mendengarkan yang akan disampaikan perawatnya. Selesai menginformasikan tentang kehadiran Ustadz Jalal kemudian disuruh untuk membaca surah Al-Fathihah. Mereka membacanya dengan nada yang masih tegang dan tidak terlihat wajah keceriaan anak.
“Tidak ada wajah ceria pada mata mereka. Saya lihat kesedihan dan harapan untuk dapat kebahagiaan. Berharap mereka diambil untuk dijadikan sebagai anak asuh. Saya merasa kasihan pada anak-anak tersebut.Mereka dirawat tanpa kasih sayang. Hanya sekadar diberi makan dan minum. Jiwa anak dan dunia cerianya hilang dari mereka,” ujar Ustadz Jalal berkisah.
Pengalaman yang hampir sama pernah diceritakan Ustadz Miftah F. Rakhmat, putra Ustadz Jalal. Ust Miftah berkisah bahwa Ustadz Jalal suatu hari pernah menemani Pak Sudarmono, mantan wakil presiden masa orde baru, berkunjung ke Ma’had Al-Zaitun di Indramayu, Jawa Barat.
Setiba di pesantren, terlihat santri-santri berseliweran. Berbagai aktivitas dijalani civitas akademika Ma’had Al-Zaitun. Sampai depan aula besar dikumpulkan seluruh santri. Mereka berkumpul. Terdiam. Tidak ada suara sedikit pun. Tidak ada suara bisik-bisik dari para santri. Mereka semua mengikuti perintah dari pengurus pesantren untuk mendengarkan petuah dari pimpinan sekaligus sambutan dari Pak Sudarmono.
Selesai acara dan dalam perjalanan pulang, Pak Sudarmono bertanya kepada Ustadz Jalal, “Bagaimana menurut Pak Jalal tentang santri Al-Zaitun?”
“Bagus,” jawab Ustadz Jalal. Pak Sudarmono kembali bertanya, “Kalau Pak Jalal punya cucu, mau tidak disekolahkan di Al-Zaitun?”
Ustadz Jalal menjawab, “Tidak.”
Ustadz Jalal sambil menutup pembicaraan mengutip salah satu ayat di dalam Alquran bahwa orang yang berpaling dari agama Allah adalah mereka yang memutuskan kasih sayang.
“Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun pada suatu kelompok kalau mereka memutuskan kasih sayang,” pungkas Ustadz Jalal yang kemudian diiringi doa dan shalawat.
Sebelum Ustadz Jalal bersalaman dengan jamaah, salah seorang pengurus IJABI Jawa Barat menyampaikan bahwa IJABI akan menggelar Idul Ghadir pada Sabtu, 3 November 2012 di Jakarta dengan menghadirkan ulama-ulama dari Timur Tengah dan penampilan seni budaya Islam.
“Kami mengajak Ijabiyyun untuk menghadirinya. Silakan mengajak keluarganya untuk merayakan kebahagiaan secara bersama-sama,” pesannya.