Mustamin al-Mandary
24 Agustus 2010, 15 Ramadhan 1431 setelah salat dzuhur. Pada waktu itu penulis mengikuti sebuah ceramah tentang “sirah Nabawiyah”. Penceramahnya menjelaskan betapa manusia biasa-nya Rasulullah Saw. Saking biasanya, demikian tambahnya, ketika Nabi pulang dari suatu peperangan yang cukup lama, Rasulullullah Saw (kami mohon maaf padamu wahai kekasih Allah) karena kebelet, menggilir semua istrinya hanya dengan satu kali mandi junub. Penulis terperangah. Malamnya penulis melakukan “penelitian” kecil-kecilan.
24 Agustus 2010, 15 Ramadhan 1431 setelah salat dzuhur. Pada waktu itu penulis mengikuti sebuah ceramah tentang “sirah Nabawiyah”. Penceramahnya menjelaskan betapa manusia biasa-nya Rasulullah Saw. Saking biasanya, demikian tambahnya, ketika Nabi pulang dari suatu peperangan yang cukup lama, Rasulullullah Saw (kami mohon maaf padamu wahai kekasih Allah) karena kebelet, menggilir semua istrinya hanya dengan satu kali mandi junub. Penulis terperangah. Malamnya penulis melakukan “penelitian” kecil-kecilan.
Ternyata, kejadian ini memang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari, kitab hadis paling “terpercaya” dari kutubus sittah. Dengan software kutubussittah Lidwa, hadis ini ada di Shahih Bukhari hadis no. 260 pada Kitab Mandi Bab tentang “Orang Yang Menggauli Istrinya Kemudian Mengulanginya dan Orang Yang Mendatangi Istri-Istrinya dengan Sekali Mandi”. Di kitab Fathul Bari, kitab penjelasan panjang Shahih Bukhari yang ditulis oleh Ibn Hajar al-Asqalani, cerita ini disebutkan di hadis no. 268. Selain itu, cerita ini sebenarnya juga bisa ditemukan di kitab Sahih Muslim bahkan kitab-kitab hadis lainnya. Artinya, kejadian ini memang sahih. Begini ceritanya.
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata, telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Hisyam berkata, telah menceritakan kepada saya bapakku dari Qatadah berkata, telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata: ‘Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi isterinya pada waktu yang sama di malam hari atau siang hari, saat itu jumlah isteri-isteri Beliau sebelas orang’. Aku bertanya kepada Anas bin Malik radliallahu ‘anhu ‘Apakah Beliau mampu?’. Jawabnya ‘Beliau diberikan kekuatan setara tiga puluh lelaki’. Berkata, Sa’id dari Qatadah bahwa Anas radliallahu ‘anhu menerangkan kepada mereka bahwa jumlah isteri-isteri Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu sembilan orang’.
Ketika penulis mempertanyakan hadis ini, seorang teman menekankan, mungkin tepatnya menasehati, bahwa kitab Shahih Bukhari adalah kitab hadis paling mutawatir setelah Alquran. Karenanya, mempertanyakannya hampir sama dengan mempertanyakan Alquran.
Hadis di atas menggabungkan dua jalur yang semuanya berujung di Anas bin Malik, satu yang melalui Mu’adz (yang mengatakan istri Nabi Saw 11 orang) dan satunya lagi dari Sa’id (yang menyebutkan istri Nabi Saw 9 orang). Sebenarnya, masalah ini sudah ditelusuri oleh Ibn Hajar al-Asqalani di kitab Fathul Bari dengan penjelasan panjang, kemudian menyatakan bahwa beliau lebih menguatkan riwayat Sa’id (bin Abu Arubah). Artinya, Ibn Hajar lebih percaya bahwa istri Nabi Saw yang digilir itu 9, bukan 11 orang.
Penulis sejujurnya tidak mempercayai isi hadis tersebut di atas, dengan sejumlah alasan yang juga didasarkan pada hadis-hadis Nabi Saw yang mutawatir. Namun penulis tidak ingin terlibat secara detail dalam diskusi masalah tersebut, silahkan pembaca melakukan penelusuran lebih detail, minimal membaca beberapa syarah Shahih Bukhari lalu membandingkannya. Memahami posisi yang tidak memiliki latar belakang ilmu hadis, penulis kemudian menggunakan “kritik matematis” untuk mengkaji hadis tentang kejadian di atas.
Di hadis tersebut disebutkan bahwa istri Nabi Saw ada sembilan (9) atau sebelas (11) orang. Secara matematis, jika istri Nabi Saw 9 orang, maka tidak mungkin pada saat yang sama istri beliau 11 orang. Demikian juga sebaliknya. Secara matematis, ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan perbedaan jumlah tersebut:
Dengan kemungkinan-kemungkinan di atas, logika matematis bahwa “sesuatu tidak mungkin jumlahnya 9 dan pada saat yang sama jumlahnya 11” menemukan justifikasinya. Maksudnya, jumlahnya hanya “bisa 9” atau hanya “bisa 11”, tidak mungkin “9 dan 11 sekaligus”. Kesimpulan dari pembuktian matematis di hadis ini adalah:
Konsekuensi dari kesimpulan pertama di atas menyebabkan kalimat “saat itu jumlah isteri-isteri Beliau sebelas orang” di hadis tersebut menjadi salah, informasi dari jalur Mu’adz ditolak. Seperti inilah posisi Ibn Hajar al-Asqalani.
Konsekuensi dari kesimpulan kedua di atas menyebabkan kalimat “bahwa jumlah isteri-isteri Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu sembilan orang’ di hadis yang sama bisa ditolak. Dengan demikian, jalur Sa’id tidak bisa dijadikan rujukan.
Namun demikian, ada konsekuensi lain. Jika angka 9 di satu sisi bisa dipertanyakan kebenarannya, pun bilangan 11di sisi lain juga bisa diragukan, apakah tidak mungkin kedua angka tersebut bisa dipertanyakan juga? Artinya tidak 9 tidak juga 11? Jika di dalam hadis tersebut ada kalimat yang dipertanyakan kebenarannya, apakah tidak mungkin seluruh isinya juga bisa dipertanyakan? Silahkan pembaca menyimpulkan sendiri.
Wallahu ‘a’lam.
Rujukan Utama
Hadis di atas menggabungkan dua jalur yang semuanya berujung di Anas bin Malik, satu yang melalui Mu’adz (yang mengatakan istri Nabi Saw 11 orang) dan satunya lagi dari Sa’id (yang menyebutkan istri Nabi Saw 9 orang). Sebenarnya, masalah ini sudah ditelusuri oleh Ibn Hajar al-Asqalani di kitab Fathul Bari dengan penjelasan panjang, kemudian menyatakan bahwa beliau lebih menguatkan riwayat Sa’id (bin Abu Arubah). Artinya, Ibn Hajar lebih percaya bahwa istri Nabi Saw yang digilir itu 9, bukan 11 orang.
Penulis sejujurnya tidak mempercayai isi hadis tersebut di atas, dengan sejumlah alasan yang juga didasarkan pada hadis-hadis Nabi Saw yang mutawatir. Namun penulis tidak ingin terlibat secara detail dalam diskusi masalah tersebut, silahkan pembaca melakukan penelusuran lebih detail, minimal membaca beberapa syarah Shahih Bukhari lalu membandingkannya. Memahami posisi yang tidak memiliki latar belakang ilmu hadis, penulis kemudian menggunakan “kritik matematis” untuk mengkaji hadis tentang kejadian di atas.
Di hadis tersebut disebutkan bahwa istri Nabi Saw ada sembilan (9) atau sebelas (11) orang. Secara matematis, jika istri Nabi Saw 9 orang, maka tidak mungkin pada saat yang sama istri beliau 11 orang. Demikian juga sebaliknya. Secara matematis, ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan perbedaan jumlah tersebut:
- Mungkin jumlah istri Nabi Saw di masa tertentu pernah 9 orang, lalu di waktu yang lain 11 orang. Masalahnya, cerita di atas menunjukkan bahwa kejadiannya terjadi di satu waktu. Lalu bagaimana mungkin harus diterima bahwa kondisinya menceritakan dua waktu yang berbeda? Jikapun menceritakan dua waktu yang berbeda, lalu kapan? Itulah sebabnya Ibn Hajar menganggap Ibn Hibban keliru ketika menerima kemungkinan ini.
- Nabi Saw mempunyai istri 9 orang dan budak perempuan 2 orang jadi totalnya 11 orang. Sayangnya, di hadis jelas dikatakan “istri-istri”, bukan “istri dan budak”. Lagi pula, riwayat lain yang juga masyhur adalah Nabi Saw menikahi semua budak perempuannya. Kemungkinan ini membenarkan bahwa istri Nabi hanya 9 orang, bukan 11. Dengan demikian yang menyebut 11 orang adalah keterangan yang salah.
- Jumlahnya istri Nabi Saw sebenarnya adalah 9 orang, namun ada dua orang yang memiliki dua nama atau gelaran sehingga ketika menyebut nama mereka, jadinya 11 orang. Jika ini kemungkinannya, maka sebenarnya istri Nabi Saw adalah 9 orang, bukan 11. Dengan demikian yang menyebut 11 orang adalah informasi yang salah.
- Jumlah istri Nabi Saw yang digilir di siang hari adalah 9 orang dan malamnya adalah 11 orang. Atau kemungkinan sebaliknya, 11 orang di siang hari dan 9 orang di malam hari. Dengan demikian, istri Nabi Saw sebenarnya 11. Penulis berkesimpulan, kemungkinan ini terlalu jauh karena hadis tersebut sudah menyatakan jumlah istri Nabi Saw. Adapun waktu siang atau malam hanyalah keterangan waktu untuk menekankan bahwa kejadiannya berlangsung (kontinyu) dalam kurun siang dan atau malam yang sama.
Dengan kemungkinan-kemungkinan di atas, logika matematis bahwa “sesuatu tidak mungkin jumlahnya 9 dan pada saat yang sama jumlahnya 11” menemukan justifikasinya. Maksudnya, jumlahnya hanya “bisa 9” atau hanya “bisa 11”, tidak mungkin “9 dan 11 sekaligus”. Kesimpulan dari pembuktian matematis di hadis ini adalah:
- Jumlah istri Nabi Saw 9 orang, informasi yang mengatakan 11 orang adalah salah
- Jumlah istri Nabi Saw 11 orang, informasi yang mengatakan 9 orang adalah salah
- Jumlah istri Nabi Saw bukan 9 dan bukan pula 11, kedua informasi ini salah.
Konsekuensi dari kesimpulan pertama di atas menyebabkan kalimat “saat itu jumlah isteri-isteri Beliau sebelas orang” di hadis tersebut menjadi salah, informasi dari jalur Mu’adz ditolak. Seperti inilah posisi Ibn Hajar al-Asqalani.
Konsekuensi dari kesimpulan kedua di atas menyebabkan kalimat “bahwa jumlah isteri-isteri Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam saat itu sembilan orang’ di hadis yang sama bisa ditolak. Dengan demikian, jalur Sa’id tidak bisa dijadikan rujukan.
Namun demikian, ada konsekuensi lain. Jika angka 9 di satu sisi bisa dipertanyakan kebenarannya, pun bilangan 11di sisi lain juga bisa diragukan, apakah tidak mungkin kedua angka tersebut bisa dipertanyakan juga? Artinya tidak 9 tidak juga 11? Jika di dalam hadis tersebut ada kalimat yang dipertanyakan kebenarannya, apakah tidak mungkin seluruh isinya juga bisa dipertanyakan? Silahkan pembaca menyimpulkan sendiri.
Wallahu ‘a’lam.
Rujukan Utama
- Ibn Hajar al-Asqalani, Fathul Baari, Jilid 2 hal. 432-437, Pustaka Azzam, 2007
- Lidwa Pustaka, software Ensiklopedi Kitab 9 Imam, Kitab Shahih Bukhari