Amalan utama itu menyambungkan silaturahmi. Sampaikan pada dunia yang selama ini memutus kasih sayang dari Palestina. Mulailah dengan ungkap salam dan perdamaian. Amalan utama itu memberi makan dari ibadah pengorbanan kita. Hantarkan bahan makanan pada saudara yang kelaparan. Sertakan mereka dalam doa setiap suapan: wa ath’imal baaisal faqir. Amalan utama itu adalah memperhatikan anak yatim dan orang miskin, amalan utama itu membebaskan budak belian, hamba sahaya dan tawanan. Dan Palestina adalah perwujudan itu semua. Palestina adalah sebaik amalan di hari raya Kurban.
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Ali Sayyidina Muhammad
Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar
Allahu akbar Allahu akbar wa lillahil hamd
Kullul mudun lil ‘Eidi tazayyanat, wa Filisthin bis syuhada’i tajammalat.
Setiap kota berhias untuk hari raya, Palestina mempercantik diri dengan para syuhada.
Hari raya kurban ini tentang Palestina. Syukur kita kepada Dia yang telah memberikan seluruh nikmat, teriring salam shalawat pada sebaik pembimbing umat, Baginda Nabi besar Muhammad Rasulullah Saw dan para teladan suci sepanjang zaman.
Hari raya ini tentang Palestina. Tentang jalan menuju surga yang terbentang di depan mata. Yang kita saksikan setiap saat dari layar perangkat kita. Kapan lagi nilai-nilai Islam menemukan perwujudannya di zaman modern ini, kalau tidak dari saudara-saudara kita di sana. Palestina mengajarkan harapan, meneladankan kesabaran, perjuangan tak kenal lelah, pengorbanan sepenuh pasrah. Tangga langit itu di sana, berat hati melihat umat menderita ada di sana. Palestina maafkan kami. Ya Allah, ampunilah kami.
Dua kali Allah Swt menyebut kata qurban dalam al-Qur’an.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari seorang di antara mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain. Ia berkata: aku pasti akan membunuhmu.
Berkatalah (Habil): Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.
Shadaqallahul Maulana -‘aliyyul ‘azhim. Mahabenar Allah yang Maha Agung.
Mengapa Al-Qur’an memerintahkan untuk mengisahkan putra manusia yang pertama itu? Karena hidup sejatinya adalah pengorbanan. Hidup adalah memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Dan ketika kurban itu diterima, panah-panah permusuhan akan dilayangkan. Iri hati, kedengkian dan amarah mengambil peran. Hingga satu titik: la aqtulannak, aku akan membunuhmu. Dan Allah hanya menerima pengorbanan orang yang bertakwa.
Hadirin dan hadirat, yang berhari raya hari ini.
Kalimat la aqtulannak: aku akan membunuhmu, setiap hari diteriakkan pada saudara-saudara kita di Palestina. Dan kita berdiam diri. Sementara mereka memberikan segala pengorbanan yang dapat mereka beri. Sebut saja: diri, keluarga, tanah, rumah dan harta benda…semua mereka beri. Semua mereka korbankan. Berbahagialah Saudaraku, hari raya kurban ini kalianlah pemiliknya.
Kedua, Allah Swt menyebut kata qurban dalam surat al-Ahqaf [46]: 28.
Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri kepada Allah (qurbanan) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka. Itulah akibat kebohongan mereka dan apa yang dahulu mereka ada-adakan.
Shadaqallahul Maulana al-‘aliyyul ‘azhim. Maha benar Allah yang Maha Agung.
Dalam ayat ini, Allah Swt mengingatkan bentuk korban yang kedua. Ketika manusia salah menjadikan wasilah. Mereka mengira semua laku mereka mendekatkan pada Tuhan, sedang itu semua adalah kebohongan dan reka perdaya yang mereka lakukan. Manusia tahu, nun jauh di dasar hati, ada kewajiban yang mesti didahulukan. Tapi mereka mencari penghiburan, melakukan pembenaran dari setiap amal yang mereka lakukan.
Manusia tahu: berdirilah bersama saudara Palestina. Pembenaran datang: kita selesaikan masalah kita sendiri. Manusia tahu: berteriaklah untuk Palestina. Mereka menghibur diri: keterbatasan meliputi kami. Dan mereka mengira semua itu adalah qurbanan, wasilah untuk mendekatkan diri pada Tuhan.
Lalu bagaimana cara mendekatkan diri yang sebenarnya?
Diriwayatkan dari Imam Muhammad al-Jawad as,
Tidak ada amalan yang lebih utama pada hari raya kurban dari darah yang ditumpahkan, dan kaki yang berjalan dalam khidmat pada kedua orangtua, dan menyambungkan silaturahmi dengan yang memutuskannya, memulai keutamaan dengan salam kepadanya, atau seseorang yang memberi makan orang lain dari kesalehan pengorbanannya, dan berdoa untuk tetangganya dari anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan hamba-hamba sahaya dan membebaskan mereka yang tertawan teraniaya.
Imam Muhammad al-Jawad as menyampaikan pada kita amalan kurban yang paling utama, dan siapa kini di antara kita yang melakukannya? Amalan utama itu darah yang ditumpahkan, damin masfukin. Kita menumpahkan darah hewan kurban. Saudara-saudara kita di Palestina menumpahkan darah mereka. Amalan utama itu masyiyyin fi birril walidayn, berjalan kaki dalam khidmat pada orangtua. Berbahagialah mereka yang orangtuanya masih ada, temui mereka, berjalan kaki untuk berkhidmat pada mereka. Lalu bagaimana bila orangtua kini menggenang dalam keharuan kelopak mata? Dalam satu tafsiran, Baginda Nabi Saw adalah orangtua kaum Mukminin. juga. Maka berjalan kakilah dalam khidmat untuk Baginda Nabi Saw. Berkhidmatlah untuk orang-orang yang dicintai Baginda Nabi Saw. Baginda yang berat hatinya melihat umat menderita. Berjalan kakilah untuk saudara-saudara kita di Palestina.
Bersama jerit Palestina ada saudara kita di Afghanistan. Bersama Palestina ada tangis saudara kita di Yaman. Bersama Palestina ada teriak saudara kita di berbagai tempat yang teraniaya. Di sudut-sudut sempit pengungsian, di berbagai penjuru keterasingan, di pojok-pojok penjara yang gelap, di isak tangis yang terpendam, yang tertahan, yang tak bersuara.
Bersama jerit Palestina ada yang tergusur, ada yang terpinggirkan, ada yang terlupakan. Saudara-saudara di kiri dan kanan kita.
Maka menelentanglah sebagai Ismail. Sampaikan bisik hati pada pelanjut Sang Nabi: If’al maa tu’mar, satajiduni insya Allah minas shabirin. Lakukan apa yang engkau diperintahkan, insya Allah engkau dapati aku termasuk di antara orang-orang yang sabar. Bersabarlah, bahkan saat leher hawa nafsu sendiri yang tersembelih.
Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah mengisahkan kesabaran Nabi Musa as. Setelah sebulan penuh di bulan Dzulqa’idah bermunajat, Allah Swt sempurnakan dengan sepuluh lagi,
wa atmamna bi ‘asyarin, hingga lengkaplah empat puluh malam bermunajat pada Allah Swt. Di penghujung malam keempat puluh, pada 10 Dzulhijjah Nabi Musa kembali untuk menemukan pengkhianatan umatnya.
Umat yang menyakitinya "Ya ayyuhalladzina amanu laa takuunu kalladzina aadzuu Musaa …Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian seperti orang yang menyakiti Musa…” (QS. al-Ahzab [33]: 69).
Sepuluh hari kedua bulan Dzulhijjah mengisahkan kesabaran Baginda Nabi Saw dan nikmat wilayah. Maa nuudiya ahadun bisyai’in mitsla maa nuudiya bi wilayah, tidaklah seseorang diseru seperti seruan pada wilayah dan kepemimpinan. Dan sepuluh hari ketiga adalah seruan pada kesempurnaan pengorbanan dalam kebersamaan. Pada teladan kasih sayang satu selimut al-kisa, pada teladan kepasrahan mubahalah untuk menjaga kehormatan Nabi Isa as. Keluarga Nabi bersiap diri, membawa serta semua yang dicintai, demi untuk Allah Swt, Tuhan yang sejati.
Setelah itu, tibalah sepuluh hari berikutnya di bulan Muharram, ketika seluruh perjalanan pengorbanan dan kesabaran para nabi menemukan puncaknya. Wa fadaynaahu bi dzibhin ‘azhiim, dan kami tebus sembelihannya dengan pengorbanan yang teramat agung.
Khutbah ‘Idul Adha 1445 H
K.H. Miftah Fauzi Rakhmat, Ketua Dewan Syura IJABI
(Disampaikan di Aula Dr. K.H. Jalaluddin Rakhmat, Bandung; 10 Dzulhijjah 1445 H / 17 Juni 2024 M)