Dalam kaitannya dengan amal terbaik yang disebutkan dalam berbagai riwayat, perlu dipahami bahwa istilah afḍal al-a‘māl (amal terbaik) tidak selalu berarti bahwa suatu amal lebih utama dari semua amal lainnya dalam segala kondisi. Dengan kata lain, keunggulan yang dimaksud bukanlah keutamaan mutlak atas semua amal lainnya, melainkan keutamaan relatif yang bergantung pada faktor-faktor tertentu.
( Dewan Syuro IJABI )
Ketidakseimbangan dalam Gaya Hidup Keagamaan
Sebagian orang dalam gaya hidup keagamaannya lebih menekankan atau memusatkan perhatian pada satu atau beberapa aspek perilaku tertentu. Ketika ditanya mengapa aspek tersebut lebih mereka tonjolkan dibandingkan amal lainnya, mereka merujuk pada salah satu riwayat yang menyebutkan amal tersebut sebagai yang terbaik. Akibatnya, keseimbangan dalam keseluruhan program keagamaan mereka terganggu dan menjadi tidak seimbang.
Dalam berbagai riwayat, banyak amal yang disebut sebagai afḍal al-a‘māl atau amal terbaik, misalnya:
- Menanti faraj (kemunculan Imam Mahdi)
- Bershalawat atas nabi Muhammad dan keluarganya
- Memberi minum kepada orang yang kehausan
- Mencintai Ali bin Abi Thalib
- Membahagiakan seorang mukmin
- Melanggengkan amal baik
- Menziarahi makam Imam Husain as
- Mengerjakan salat malam
- Salat di awal waktu
- Memberi makan kepada orang lain
- Melaksanakan amal yang paling berat
Baca Juga : Hati adalah Cermin
Lalu, bagaimana cara memberikan justifikasi logis dan rasional terhadap perbedaan-perbedaan ini?
Contoh riwayat tentang amal terbaik :
Seorang pria datang kepada Rasulullah (s.a.w.) dan bertanya, “Amal apakah yang paling utama?” Rasulullah menjawab: “Iman kepada Allah.” (Fiqh al-Riḍā, jilid 1, halaman 376)
2. Membahagiakan seorang Mukmin
Nabi bersabda: “Amal yang paling utama di sisi Allah adalah memasukkan kebahagiaan ke dalam hati seorang mukmin.” (Kāmil al-Ziyārāt, halaman 154)
3. Membaca Al-Qur’an
Nabi bersabda: “Amal terbaik umatku adalah membaca Al-Qur’an.” (Biḥār al-Anwār, jilid 76, halaman 320)
4. Menanti Faraj
Nabi bersabda: “Amal terbaik umatku adalah menanti datangnya faraj (kehadiran Imam Mahdi).” (Biḥār al-Anwār, jilid 75, halaman 208, bab 23)
- Khayr al-umūr (sebaik-baik perkara)
- Khayr al-nās (sebaik-baik manusia)
- Ashaddu al-nās ḥasrah (orang yang paling menyesal)
- Khayr al-kalām (sebaik-baik perkataan)
Justifikasi Logis dalam Menggabungkan Amal-amal Terbaik
Dalam kaitannya dengan amal terbaik yang disebutkan dalam berbagai riwayat, perlu dipahami bahwa istilah afḍal al-a‘māl (amal terbaik) tidak selalu berarti bahwa suatu amal lebih utama dari semua amal lainnya dalam segala kondisi. Dengan kata lain, keunggulan yang dimaksud bukanlah keutamaan mutlak atas semua amal lainnya, melainkan keutamaan relatif yang bergantung pada faktor-faktor tertentu.
Untuk memahami hal ini dengan lebih jelas, ada dua poin utama yang perlu diperhatikan:
- Misalnya, ketika sebuah riwayat menyatakan bahwa amal terbaik adalah salat malam, maka riwayat tersebut didasarkan pada satu kriteria tertentu.
- Namun, ketika riwayat lain menyebut bahwa jihad adalah amal terbaik, itu didasarkan pada kriteria lain.
- Jika situasi menuntut jihad di jalan Allah, maka jihad menjadi amal terbaik.
- Jika kondisi mendukung pelaksanaan salat malam, membaca Al-Qur’an, atau menanti faraj (kemunculan Imam Mahdi), maka amal tersebut yang menjadi yang terbaik dalam konteksnya masing-masing.
Terkadang, faktor eksternal yang berkaitan dengan individu yang menjalankan amal menentukan amal mana yang paling utama. Perbedaan ini tidak hanya terkait dengan standar amal itu sendiri (misalnya salat, jihad, atau menanti faraj), tetapi juga dengan kondisi eksternal seperti:
- Situasi khusus yang dialami individu
- Waktu dan keadaan tertentu
Menanti faraj (kemunculan Imam Mahdi) disebut sebagai amal terbaik dalam kondisi ketika umat Islam berada dalam tekanan berat, seperti pada masa awal Islam atau ketika kaum Syiah menghadapi kesulitan. Dalam kondisi seperti itu, menjaga harapan dan tetap menanti faraj adalah ibadah tertinggi, karena jika mereka berputus asa, seluruh perjuangan mereka bisa runtuh. Dengan menanti faraj, semangat harapan dan ketahanan tetap hidup, membuka jalan bagi kemenangan dan keberhasilan dalam menghadapi tantangan.
Salat malam, di sisi lain, tidak bisa disebut sebagai amal terbaik bagi seorang mualaf yang baru masuk Islam dan bahkan belum menguasai salat wajib.
Kesimpulan
Setiap amal yang disebut sebagai yang terbaik dalam riwayat memiliki konteksnya sendiri. Keutamaan suatu amal tidak bersifat mutlak, tetapi bergantung pada situasi dan kondisi yang menyertainya.