AGH Sanusi Baco menyampaikan pesan
LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) perwakilan Indonesia Timur telah cukup lama membagikan selebaran yang berisi “Solusi Menghadapi Gerakan Syi’ah”. Dalam selebaran yang telah beredar cukup lama di Kota Makassar itu, LPPI mencantumkan nama 2 tokoh dan organisasi Islam di SulSel, yaitu AGH Sanusi Baco, Lc (Ketua MUI SulSel) dan H.M. Amin Syam (Ketua DMI SulSel) sebagai pihak yang menyetujui dan mendukung apa yang disebutnya sebagai “Gerakan Aksi Damai: Indonesia Mewaspadai Syi’ah, Menuju Indonesia Tanpa Pengaruh Syi’ah”. Namun ternyata, nama kedua tokoh Islam Sulsel tersebut ditulis tanpa izin. Reporter kami Baso Mappadeceng melaporkan dari Makassar klarifikasi masalah tersebut. [majulah-ijabi.org]
****
****
Pada tanggal 12 Nopember 2012 lalu, bertempat di lantai 9 Gedung Menara DPRD Sulawesi Selatan, diselenggarakan Dialog Ormas-ormas Islam se-Sulawesi Selatan yang dilaksanakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan bekerjasama dengan Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Sulawesi Selatan. Dialog yang mengangkat tema “Revitalisasi Peran Ormas Islam dalam Menegakkan Ukhuwah Islamiyah” tersebut difasilitasi oleh DPRD Sulawesi Selatan.
Dialog dipimpin langsung oleh Ketua MUI SulSel AGH Sanusi Baco, Ketua FUI SulSel Prof DR Ahmad M. Sewang, MA dan Ketua DPRD SulSel HM Roem. Puluhan ormas terlihat hadir. Antara lain Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, IMMIM, KPPSI, PITI, Hidayatullah, Wahdah Islamiyah, IJABI, LPPI, dan ormas lainnya.
Dialog dipimpin langsung oleh Ketua MUI SulSel AGH Sanusi Baco, Ketua FUI SulSel Prof DR Ahmad M. Sewang, MA dan Ketua DPRD SulSel HM Roem. Puluhan ormas terlihat hadir. Antara lain Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, IMMIM, KPPSI, PITI, Hidayatullah, Wahdah Islamiyah, IJABI, LPPI, dan ormas lainnya.
Prof DR H Ahmad M Sewang, MA (Ketua FUI SulSel) dalam sambutannya mewakili Prof DR H Mansyur Ramly (Ketua Umum FUI SulSel) yang berhalangan hadir, mengemukakan pentingnya dialog seperti itu dalam merevitalisasi ukhuwah Islamiyah. Saat ini ukhuwah masih sulit ditegakkan (pada tataran praktek), karena perbedaan yang ada masih sulit diakomodasi. Padahal perbedaan adalah fakta sosial yang tak terelakkan. “Tujuan dialog ini adalah untuk mencari titik persamaan untuk bisa bersatu; bukan mempertajam perbedaan yang bisa membuat kita berselisih dan terpecah,” katanya.
Forum Ukhuwah Islamiyyah (FUI) berusaha menjadi jembatan dan tempat bertemunya ormas-ormas Islam serta menjadi bursa ide-ide kreatif untuk persatuan Islam. Diharapkan dalam forum dialog ini lahir sikap tasamuh untuk memahami perbedaan antar umat Islam.
Beliau mengutip pandangan Prof Dr Yusuf Qardhawi yang mengatakan bahwa perbedaan dalam Islam sudah lahir sejak awal Islam. Sangat tidak menggembirakan jika para sahabat tidak berbeda-beda, karena dari perbedaan para sahabat kita menemukan ‘bursa Islam’ yang beragam. Lebih lanjut Prof Ahmad Sewang mengatakan, “Saya tidak pernah resah jika dalam Islam banyak muncul madzhab atau kelompok yang masing-masing berbeda, lalu mereka berkhidmat menegakkan kalimat Allah. Yang saya sesalkan adalah jika di antara madzhab atau kelompok itu ingin saling menafikan. Perbedaan dalam Islam tidaklah dilarang. Yang terlarang adalah berpecah belah. Perbedaan di kalangan umat Islam mestinya tidak berujung pengkafiran satu sama lain”, ujarnya.
Pakar sejarah Islam UIN Alauddin Makassar ini juga menegaskan, baik Sunni maupun Syi’ah adalah madzhab, bukan agama. Karena itu, seorang Muslim bisa saja berislam tanpa harus bermadzhab. Yang mesti didahulukan adalah Islam, bukanlah madzhab.
Pembantu Rektor I UIN Alauddin Makassar ini mengakhiri sambutannya dengan mengutip pesan budaya dari Tanah Mandar, tanah kelahirannya. “ia isanga to malabbi, ia maissang mappakalabbi tau laeng; ia isanga to matuna ia magassing mattuna-tunai ri sesena rupa tau; Orang terhormat adalah orang yang bisa menghormati orang lain. Sedangkan orang hina adalah orang yang suka menghina sesamanya.” Pesan ini sangat relevan dalam kehidupan beragama, bukan hanya antar umat beragama, tetapi juga intra umat beragama.
Sementara itu, pada kesempatan berikut, AGH Sanusi Baco, LC (Ketua MUI SulSel) dalam sambutan pengantarnya mengatakan ukhuwah Islamiyah adalah persaudaraan atas dasar kesamaan akidah dan diikat oleh keimanan yang sama. Karena ukhuwah Islamiyah terbangun dari silaturrahim, maka ukhuwah Islamiyah adalah inti ajaran Islam.
Gurutta juga mengemukakan bahwa ikhtilaf di antara sesama umat Islam tidaklah berarti menganggap yang ‘lain’ dengan kita sebagai kelompok sesat. Apa yang diamalkan Syi’ah, seperti shalat ‘3 waktu’ misalnya, bukanlah hal yang aneh karena juga disebutkan dalam kitab Sunni. “itu tidak salah, hanya ‘lain’, berbeda dengan kita. Dan ‘lain’ dengan kita tidak selalu berarti salah,” kata Gurutta.
Lebih lanjut Gurutta menjelaskan, ada 2 jenis ikhtilaf, yaitu ikhtilaf sesama manusia (secara umum) dan ikhtilaf mujtahid (dalam berijtihad). Ikhtilaf di kalangan umum dapat terjadi karena perbedaan disiplin keilmuan perbedaan keinginan atau perbedaan organisasi. Sedangkan ikhtilaf mujtahid terjadi karena perbedaan dalam penafsiran ayat suci dan hadits Nabi. “Kebenaran mutlak hanya satu dan kemampuan manusia mencapai kebenaran mutlak sangat terbatas. Karena itu dibutuhkan dialog yang dilakukan terus menerus”, tegasnya.
H.M. Roem (Ketua DPRD SulSel) dalam sambutannya mengajak para pimpinan ormas Islam se-Sulawesi Selatan untuk lebih memikirkan agenda keummatan yang bersifat lokal, meskipun problem umat Islam di belahan dunia lain juga penting. Menurut beliau, ada beberapa agenda umat Islam yang berskala lokal dan mesti mendapat perhatian ormas Islam, di antaranya bunyi kendaraan dan klakson kendaraan yang lalu lalang di depan masjid di waktu shalat, pengaturan iring-iringan pengantar jenazah. Beliau mengajak ormas-ormas Islam untuk melakukan pembenahan internal dan dimulai dengan agenda-agenda kecil dan sederhana di sekitar kita.
Sikap Keras LPPI Dalam Menyesatkan Syiah
Saat sesi dialog dimulai, perwakilan ormas Islam menyampaikan aspirasi mereka. Salah satu yang mengemuka adalah tentang keberadaan Syi’ah di Sulawesi Selatan. Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Perwakilan Indonesia Timur, yang diwakili M. Said Abd. Shamad menyampaikan ajakannya agar umat Islam mengikuti fatwa MUI Jatim yang menyatakan Syi’ah sebagai ajaran sesat. LPPI menganggap perbedaan Sunni dan Syi’ah bukanlah perbedaan pendapat tetapi penyimpangan. LPPI berpandangan Syiah telah menyimpang dari ajaran Islam Ahlusunnah dengan menyebutkan beberapa contoh, seperti Qur’an yang berbeda, merebaknya praktek nikah mut’ah, dan lain-lain. LPPI juga menyoroti pelaksanaan Seminar Internasional “Persatuan Dunia Islam” di UMI 5 November 2012 lalu yang dianggapnya telah disetting untuk mengikuti kehendak pihak Kedutaan Iran.
Sebelum acara dialog berlangsung, LPPI juga menyebarkan selebaran yang berisi “Solusi Menghadapi Gerakan Syi’ah”. Dalam selebaran yang telah beredar cukup lama di Kota Makassar itu, LPPI mencantumkan nama 2 tokoh dan organisasi Islam di SulSel, yaitu AGH Sanusi Baco, LC (Ketua MUI SulSel) dan H.M. Amin Syam (Ketua DMI SulSel) sebagai pihak yang menyetujui dan mendukung apa yang disebutnya sebagai “Gerakan Aksi Damai: Indonesia Mewaspadai Syi’ah, Menuju Indonesia Tanpa Pengaruh Syi’ah”.
Pencatutan Nama AGH Sanusi Baco dan H.M. Amin Syam Dalam Selebaran Anti Syiah
Saat diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan tanggapan, Syamsuddin Baharuddin yang juga Ketua Umum PW IJABI SulSel mempertanyakan secara langsung kebenaran dukungan kedua tokoh dan organisasi tersebut. Pertanyaan ‘tabayyun’ tersebut disampaikan karena IJABI SulSel ‘meragukan’ kebenaran dukungan dan persetujuan kedua tokoh tersebut pada isi selebaran LPPI. Apalagi selama ini, IJABI SulSel (bersama para ulama Syiah) sering bersilaturrahim ke MUI SulSel dan disambut serta diterima dengan baik. Bahkan beberapa di antara para ulama Syiah tersebut diberi kehormatan untuk menyampaikan ceramahnya di Masjid Raya Makassar oleh MUI SulSel.
Saat diberi kesempatan menanggapi, AGH Sanusi Baco membantah dengan sangat tegas pernah bertanda tangan (apalagi menyetujui) isi selebaran dan gerakan yang tertera dalam selebaran tersebut. Bantahan Gurutta Sanusi Baco disampaikan secara terbuka di hadapan seluruh peserta dialog. Beliau bahkan menduga tanda tangannya yang tertera dalam lembaran yang diperlihatkan LPPI adalah hasil scan (bukan tanda tangan asli).
Pada kesempatan terpisah, setelah dialog berakhir, Ketua Umum PW IJABI SulSel juga menyampaikan kepada beberapa peserta dialog yang lain hasil tabayyun yang dilakukannya secara langsung pada Ketua DMI SulSel. Disebutkan, dalam sebuah acara ta’ziyah beberapa waktu lalu, Ketua Umum PW IJABI SulSel bertemu dengan Ketua DMI SulSel (H.M. Amin Syam) dan mengonfirmasi pencantuman nama Ketua DMI SulSel sebagai pihak yang menyetujui dan mendukung isi selebaran tersebut. Beliau membantah secara tegas sembari menjelaskan bahwa beliau hanya menyetujui diadakannya pertemuan dialogis antara ormas-ormas Islam oleh MUI SulSel untuk membahas keberadaan Syi’ah.
Bantahan Gurutta Sanusi Baco dan H.M. Amin Syam membuktikan bahwa LPPI Perwakilan Indonesia Timur telah melakukan manipulasi dengan mencatut nama 2 tokoh dan organisasi tersebut demi memperoleh dukungan atas gerakan anti-Syi’ah yang mereka sosialisasikan selama ini.
Pada bagian lain tanggapannya, Prof DR Ahmad M Sewang, MA juga menyampaikan beberapa catatan atas tanggapan Ustadz Said Abd Shamad selaku Ketua LPPI Indonesia Timur. Prof Ahmad Sewang mengatakan bahwa Sunni dan Syi’ah meski berbeda, tapi mempunyai kesamaan pada hal yang bersifat prinsip. Sunni-Syi’ah menyembah Tuhan yang sama, mengikuti Nabi yang sama, dan merujuk pada kitab suci Al-Qur’an yang sama. Beliau mengisahkan perjalanannya ke Iran untuk mengikuti sebuah event konferensi Islam internasional. Saat itu, beliau menyempatkan diri untuk membeli Al-Qur’an cetakan Iran di Qum, dan sepulang ke tanah air menghadiahkan Al-Qur’an tersebut kepada AGH Muhammad Ahmad (Ketua MUI Makassar dan Ketua DPP IMMIM). Kesimpulan Gurutta Muhammad Ahmad, tidak ada perbedaan antara Al-Qur’an cetakan Iran tersebut dengan Al-Qur’an yang beliau baca setiap hari.
Pada kesempatan dialog tersebut, IJABI SulSel juga membagikan buku Risalah Ulama Pecinta Persatuan dan Al-Quran dengan cetakan seperti yang beredar di Iran. Risalah tersebut berisi hasil-hasil konferensi para ulama besar sedunia tentang pendekatan antar madzhab dan persatuan Islam, yang disertai pernyataan singkat para ulama tentang pentingnya menjaga persatuan Islam khususnya antara penganut Sunni dan Syiah. Ketua Umum PW IJABI SulSel juga menyerukan agar ormas-ormas Islam hendaknya merujuk pada fatwa para ulama besar sedunia yang telah diakui kredibilitas dan komitmennya pada persatuan Islam, seperti disebutkan dalam buku tersebut.
Adapun pembagian Al-Qur’an tersebut dimaksudkan sebagai bukti nyata bahwa Al-Qur’an yang dibaca para pengikut Syi’ah tidaklah berbeda dengan Al-Qur’an yang jadi rujukan para pengikut Ahlusunnah. [bm]
Forum Ukhuwah Islamiyyah (FUI) berusaha menjadi jembatan dan tempat bertemunya ormas-ormas Islam serta menjadi bursa ide-ide kreatif untuk persatuan Islam. Diharapkan dalam forum dialog ini lahir sikap tasamuh untuk memahami perbedaan antar umat Islam.
Beliau mengutip pandangan Prof Dr Yusuf Qardhawi yang mengatakan bahwa perbedaan dalam Islam sudah lahir sejak awal Islam. Sangat tidak menggembirakan jika para sahabat tidak berbeda-beda, karena dari perbedaan para sahabat kita menemukan ‘bursa Islam’ yang beragam. Lebih lanjut Prof Ahmad Sewang mengatakan, “Saya tidak pernah resah jika dalam Islam banyak muncul madzhab atau kelompok yang masing-masing berbeda, lalu mereka berkhidmat menegakkan kalimat Allah. Yang saya sesalkan adalah jika di antara madzhab atau kelompok itu ingin saling menafikan. Perbedaan dalam Islam tidaklah dilarang. Yang terlarang adalah berpecah belah. Perbedaan di kalangan umat Islam mestinya tidak berujung pengkafiran satu sama lain”, ujarnya.
Pakar sejarah Islam UIN Alauddin Makassar ini juga menegaskan, baik Sunni maupun Syi’ah adalah madzhab, bukan agama. Karena itu, seorang Muslim bisa saja berislam tanpa harus bermadzhab. Yang mesti didahulukan adalah Islam, bukanlah madzhab.
Pembantu Rektor I UIN Alauddin Makassar ini mengakhiri sambutannya dengan mengutip pesan budaya dari Tanah Mandar, tanah kelahirannya. “ia isanga to malabbi, ia maissang mappakalabbi tau laeng; ia isanga to matuna ia magassing mattuna-tunai ri sesena rupa tau; Orang terhormat adalah orang yang bisa menghormati orang lain. Sedangkan orang hina adalah orang yang suka menghina sesamanya.” Pesan ini sangat relevan dalam kehidupan beragama, bukan hanya antar umat beragama, tetapi juga intra umat beragama.
Sementara itu, pada kesempatan berikut, AGH Sanusi Baco, LC (Ketua MUI SulSel) dalam sambutan pengantarnya mengatakan ukhuwah Islamiyah adalah persaudaraan atas dasar kesamaan akidah dan diikat oleh keimanan yang sama. Karena ukhuwah Islamiyah terbangun dari silaturrahim, maka ukhuwah Islamiyah adalah inti ajaran Islam.
Gurutta juga mengemukakan bahwa ikhtilaf di antara sesama umat Islam tidaklah berarti menganggap yang ‘lain’ dengan kita sebagai kelompok sesat. Apa yang diamalkan Syi’ah, seperti shalat ‘3 waktu’ misalnya, bukanlah hal yang aneh karena juga disebutkan dalam kitab Sunni. “itu tidak salah, hanya ‘lain’, berbeda dengan kita. Dan ‘lain’ dengan kita tidak selalu berarti salah,” kata Gurutta.
Lebih lanjut Gurutta menjelaskan, ada 2 jenis ikhtilaf, yaitu ikhtilaf sesama manusia (secara umum) dan ikhtilaf mujtahid (dalam berijtihad). Ikhtilaf di kalangan umum dapat terjadi karena perbedaan disiplin keilmuan perbedaan keinginan atau perbedaan organisasi. Sedangkan ikhtilaf mujtahid terjadi karena perbedaan dalam penafsiran ayat suci dan hadits Nabi. “Kebenaran mutlak hanya satu dan kemampuan manusia mencapai kebenaran mutlak sangat terbatas. Karena itu dibutuhkan dialog yang dilakukan terus menerus”, tegasnya.
H.M. Roem (Ketua DPRD SulSel) dalam sambutannya mengajak para pimpinan ormas Islam se-Sulawesi Selatan untuk lebih memikirkan agenda keummatan yang bersifat lokal, meskipun problem umat Islam di belahan dunia lain juga penting. Menurut beliau, ada beberapa agenda umat Islam yang berskala lokal dan mesti mendapat perhatian ormas Islam, di antaranya bunyi kendaraan dan klakson kendaraan yang lalu lalang di depan masjid di waktu shalat, pengaturan iring-iringan pengantar jenazah. Beliau mengajak ormas-ormas Islam untuk melakukan pembenahan internal dan dimulai dengan agenda-agenda kecil dan sederhana di sekitar kita.
Sikap Keras LPPI Dalam Menyesatkan Syiah
Saat sesi dialog dimulai, perwakilan ormas Islam menyampaikan aspirasi mereka. Salah satu yang mengemuka adalah tentang keberadaan Syi’ah di Sulawesi Selatan. Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) Perwakilan Indonesia Timur, yang diwakili M. Said Abd. Shamad menyampaikan ajakannya agar umat Islam mengikuti fatwa MUI Jatim yang menyatakan Syi’ah sebagai ajaran sesat. LPPI menganggap perbedaan Sunni dan Syi’ah bukanlah perbedaan pendapat tetapi penyimpangan. LPPI berpandangan Syiah telah menyimpang dari ajaran Islam Ahlusunnah dengan menyebutkan beberapa contoh, seperti Qur’an yang berbeda, merebaknya praktek nikah mut’ah, dan lain-lain. LPPI juga menyoroti pelaksanaan Seminar Internasional “Persatuan Dunia Islam” di UMI 5 November 2012 lalu yang dianggapnya telah disetting untuk mengikuti kehendak pihak Kedutaan Iran.
Sebelum acara dialog berlangsung, LPPI juga menyebarkan selebaran yang berisi “Solusi Menghadapi Gerakan Syi’ah”. Dalam selebaran yang telah beredar cukup lama di Kota Makassar itu, LPPI mencantumkan nama 2 tokoh dan organisasi Islam di SulSel, yaitu AGH Sanusi Baco, LC (Ketua MUI SulSel) dan H.M. Amin Syam (Ketua DMI SulSel) sebagai pihak yang menyetujui dan mendukung apa yang disebutnya sebagai “Gerakan Aksi Damai: Indonesia Mewaspadai Syi’ah, Menuju Indonesia Tanpa Pengaruh Syi’ah”.
Pencatutan Nama AGH Sanusi Baco dan H.M. Amin Syam Dalam Selebaran Anti Syiah
Saat diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan tanggapan, Syamsuddin Baharuddin yang juga Ketua Umum PW IJABI SulSel mempertanyakan secara langsung kebenaran dukungan kedua tokoh dan organisasi tersebut. Pertanyaan ‘tabayyun’ tersebut disampaikan karena IJABI SulSel ‘meragukan’ kebenaran dukungan dan persetujuan kedua tokoh tersebut pada isi selebaran LPPI. Apalagi selama ini, IJABI SulSel (bersama para ulama Syiah) sering bersilaturrahim ke MUI SulSel dan disambut serta diterima dengan baik. Bahkan beberapa di antara para ulama Syiah tersebut diberi kehormatan untuk menyampaikan ceramahnya di Masjid Raya Makassar oleh MUI SulSel.
Saat diberi kesempatan menanggapi, AGH Sanusi Baco membantah dengan sangat tegas pernah bertanda tangan (apalagi menyetujui) isi selebaran dan gerakan yang tertera dalam selebaran tersebut. Bantahan Gurutta Sanusi Baco disampaikan secara terbuka di hadapan seluruh peserta dialog. Beliau bahkan menduga tanda tangannya yang tertera dalam lembaran yang diperlihatkan LPPI adalah hasil scan (bukan tanda tangan asli).
Pada kesempatan terpisah, setelah dialog berakhir, Ketua Umum PW IJABI SulSel juga menyampaikan kepada beberapa peserta dialog yang lain hasil tabayyun yang dilakukannya secara langsung pada Ketua DMI SulSel. Disebutkan, dalam sebuah acara ta’ziyah beberapa waktu lalu, Ketua Umum PW IJABI SulSel bertemu dengan Ketua DMI SulSel (H.M. Amin Syam) dan mengonfirmasi pencantuman nama Ketua DMI SulSel sebagai pihak yang menyetujui dan mendukung isi selebaran tersebut. Beliau membantah secara tegas sembari menjelaskan bahwa beliau hanya menyetujui diadakannya pertemuan dialogis antara ormas-ormas Islam oleh MUI SulSel untuk membahas keberadaan Syi’ah.
Bantahan Gurutta Sanusi Baco dan H.M. Amin Syam membuktikan bahwa LPPI Perwakilan Indonesia Timur telah melakukan manipulasi dengan mencatut nama 2 tokoh dan organisasi tersebut demi memperoleh dukungan atas gerakan anti-Syi’ah yang mereka sosialisasikan selama ini.
Pada bagian lain tanggapannya, Prof DR Ahmad M Sewang, MA juga menyampaikan beberapa catatan atas tanggapan Ustadz Said Abd Shamad selaku Ketua LPPI Indonesia Timur. Prof Ahmad Sewang mengatakan bahwa Sunni dan Syi’ah meski berbeda, tapi mempunyai kesamaan pada hal yang bersifat prinsip. Sunni-Syi’ah menyembah Tuhan yang sama, mengikuti Nabi yang sama, dan merujuk pada kitab suci Al-Qur’an yang sama. Beliau mengisahkan perjalanannya ke Iran untuk mengikuti sebuah event konferensi Islam internasional. Saat itu, beliau menyempatkan diri untuk membeli Al-Qur’an cetakan Iran di Qum, dan sepulang ke tanah air menghadiahkan Al-Qur’an tersebut kepada AGH Muhammad Ahmad (Ketua MUI Makassar dan Ketua DPP IMMIM). Kesimpulan Gurutta Muhammad Ahmad, tidak ada perbedaan antara Al-Qur’an cetakan Iran tersebut dengan Al-Qur’an yang beliau baca setiap hari.
Pada kesempatan dialog tersebut, IJABI SulSel juga membagikan buku Risalah Ulama Pecinta Persatuan dan Al-Quran dengan cetakan seperti yang beredar di Iran. Risalah tersebut berisi hasil-hasil konferensi para ulama besar sedunia tentang pendekatan antar madzhab dan persatuan Islam, yang disertai pernyataan singkat para ulama tentang pentingnya menjaga persatuan Islam khususnya antara penganut Sunni dan Syiah. Ketua Umum PW IJABI SulSel juga menyerukan agar ormas-ormas Islam hendaknya merujuk pada fatwa para ulama besar sedunia yang telah diakui kredibilitas dan komitmennya pada persatuan Islam, seperti disebutkan dalam buku tersebut.
Adapun pembagian Al-Qur’an tersebut dimaksudkan sebagai bukti nyata bahwa Al-Qur’an yang dibaca para pengikut Syi’ah tidaklah berbeda dengan Al-Qur’an yang jadi rujukan para pengikut Ahlusunnah. [bm]