“Pak Pimpinan (Haidar Nasir-Red) PP Muhammadiyah juga merestui kami untuk bergerak aktif di lintas agama mengembangkan toleransi sebagai bagian dari rekomendasi muktamar. Terkait urusan Sunni-Syiah Muhammadiyah mengambil jalan dialog dan silaturahmi, saling memahami perbedaan” (KH Saeful Abdullah)
Islam mengajarkan kasih sayang. Tetapi oleh orang-orang tertentu ajaran tersebut bisa digunakan sebagai ajaran penyebar kebencian. Melihat dua pilihan tersebut, KH. Saeful Abdulah, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat, memilih jalan pertama dengan menjadikan Islam sebagai agama yang penuh kasih, moderat dan menjunjung tinggi persaudaraan.
Ditemui Katakini.com pada saat pertemuan tokoh-tokoh dan aktivis lintas agama di Restoran D’Palm Jalan Lombok Kota Bandung, Senin 7 Desember 2015, pria yang gemar memakai busana adat ini merasakan makna hidup yang mendalam dengan jalinan persaudaraan lintas agama dan lintas golongan.
“Saya berterimakasih kepada Allah Swt di mana pada usia lanjut ini saya menemukan inti daripada ajaran Islam, yaitu keselamatan, kedamaian melalui sikap tasamuh (toleran-red). Kita ini umat yang satu, ummatan wahidan. Karena itulah saya merasa menjadi umatnya Tuhan bersama mereka sekalipun berbeda golongan,” terangnya.
Saeful menyadari bahwa dalam setiap agama, setiap golongan, bahkan pada setiap keluarga selalu ada perbedaan. Ia tidak merasa kaget kalau di Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama sekalipun secara prinsipil kedua organisasi mengambil gerakan Islam berhaluan toleran, tetapi ada orang yang memilih jalan radikal.
“Ini problem bersama. Saya sendiri sering mendapat kritik dari sesama teman di Muhammadiyah. Tetapi saya menjelaskan dengan argumen yang menurut saya tepat,” ucapnya.
Dalam menanggapi kritik, pria asal Garut itu tidak bereaksi keras. Ia selalu mencoba proporsional mengedepankan argumentasi.
“Saya punya kesadaran untuk kembali kepada jati-diri manusia yang diciptakan oleh Allah bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal (ta'aruf),” ujarnya.
Menanggapi gerakan kebencian kelompk Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS), Saeful menilai hal itu karena kelompk ANNAS menggunakan agama sebagai alat pembenaran.
“Menurut logika saya ya, masa sih Allah menganjurkan kebencian dan kekerasan?. Akal saya enggak nyampai karena yang saya tahu ajaran Islam itu arrahman arrahim, kasih sayang, saling menghormati, saling menghargai dan menekankan silaturahmi untuk dialog,” jelasnya.
Alasan Saeful bergiat mengampanyekan Islam yang toleran tersebut karena selain memiliki landasan dari Islam, organisasinya juga mengemban amanat gerakan Islam toleran. Ia bahkan berkoordinasi dengan Ketua Pengurus Pusat Muhamamadiyah saat ini, Haidar Nasir yang mendukung aktivitasnya.
“Pak Pimpinan (Haidar Nasir-Red) PP Muhammadiyah juga merestui kami untuk bergerak aktif di lintas agama mengembangkan toleransi sebagai bagian dari rekomendasi muktamar. Terkait urusan Sunni-Syiah Muhammadiyah mengambil jalan dialog dan silaturahmi, saling memahami perbedaan,” terangnya.
Saeful sadar gerakan Islam toleran ini harus diperjuangkan bersama-sama. Karena itu ia pun intensif menjalin erat dengan Nahdlatul Ulama yang dianggapnya lebih dahulu berani mendakwahkan gerakan Islam toleran.
“Saya mengikuti kemajuan gerakan teman-teman NU. Mereka telah mengawali dengan keberanian untuk gerakan Islam toleran sehingga kami merasa mendapat teman, mendapat mitra dan mendapatkan guru. Untuk kepentingan bangsa, harapan saya NU lebih berani lagi untuk melakukan gerakan-gerakan yang lebih maju,” pesannya. -Fz/Nirwan
Sumber: Kata Kini Online (diakses tanggal 15 Desember 2015)
Ditemui Katakini.com pada saat pertemuan tokoh-tokoh dan aktivis lintas agama di Restoran D’Palm Jalan Lombok Kota Bandung, Senin 7 Desember 2015, pria yang gemar memakai busana adat ini merasakan makna hidup yang mendalam dengan jalinan persaudaraan lintas agama dan lintas golongan.
“Saya berterimakasih kepada Allah Swt di mana pada usia lanjut ini saya menemukan inti daripada ajaran Islam, yaitu keselamatan, kedamaian melalui sikap tasamuh (toleran-red). Kita ini umat yang satu, ummatan wahidan. Karena itulah saya merasa menjadi umatnya Tuhan bersama mereka sekalipun berbeda golongan,” terangnya.
Saeful menyadari bahwa dalam setiap agama, setiap golongan, bahkan pada setiap keluarga selalu ada perbedaan. Ia tidak merasa kaget kalau di Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama sekalipun secara prinsipil kedua organisasi mengambil gerakan Islam berhaluan toleran, tetapi ada orang yang memilih jalan radikal.
“Ini problem bersama. Saya sendiri sering mendapat kritik dari sesama teman di Muhammadiyah. Tetapi saya menjelaskan dengan argumen yang menurut saya tepat,” ucapnya.
Dalam menanggapi kritik, pria asal Garut itu tidak bereaksi keras. Ia selalu mencoba proporsional mengedepankan argumentasi.
“Saya punya kesadaran untuk kembali kepada jati-diri manusia yang diciptakan oleh Allah bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal (ta'aruf),” ujarnya.
Menanggapi gerakan kebencian kelompk Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS), Saeful menilai hal itu karena kelompk ANNAS menggunakan agama sebagai alat pembenaran.
“Menurut logika saya ya, masa sih Allah menganjurkan kebencian dan kekerasan?. Akal saya enggak nyampai karena yang saya tahu ajaran Islam itu arrahman arrahim, kasih sayang, saling menghormati, saling menghargai dan menekankan silaturahmi untuk dialog,” jelasnya.
Alasan Saeful bergiat mengampanyekan Islam yang toleran tersebut karena selain memiliki landasan dari Islam, organisasinya juga mengemban amanat gerakan Islam toleran. Ia bahkan berkoordinasi dengan Ketua Pengurus Pusat Muhamamadiyah saat ini, Haidar Nasir yang mendukung aktivitasnya.
“Pak Pimpinan (Haidar Nasir-Red) PP Muhammadiyah juga merestui kami untuk bergerak aktif di lintas agama mengembangkan toleransi sebagai bagian dari rekomendasi muktamar. Terkait urusan Sunni-Syiah Muhammadiyah mengambil jalan dialog dan silaturahmi, saling memahami perbedaan,” terangnya.
Saeful sadar gerakan Islam toleran ini harus diperjuangkan bersama-sama. Karena itu ia pun intensif menjalin erat dengan Nahdlatul Ulama yang dianggapnya lebih dahulu berani mendakwahkan gerakan Islam toleran.
“Saya mengikuti kemajuan gerakan teman-teman NU. Mereka telah mengawali dengan keberanian untuk gerakan Islam toleran sehingga kami merasa mendapat teman, mendapat mitra dan mendapatkan guru. Untuk kepentingan bangsa, harapan saya NU lebih berani lagi untuk melakukan gerakan-gerakan yang lebih maju,” pesannya. -Fz/Nirwan
Sumber: Kata Kini Online (diakses tanggal 15 Desember 2015)