Pada tahun 2007, Pemerintah Indonesia menjadi fasilitator diadakannya konferensi internasional pemimpin Islam untuk membicarakan masalah Irak. Konferensi yang diadakan di Istana Bogor 2-4 April 2007 tersebut, serta dihadiri oleh organisasi Islam besar di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain dari kalangan mazhab Sunni dan IJABI dari mazhab Syiah, telah menghasilkan sebuah deklarasi yang kemudian disebut Deklarasi Bogor.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Alhamdulilahirabbil‘alamin
Segala Puji dan Kejayaan bagi Yang Maha Kuasa dan Semoga Damai serta Rahmat-Nya tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Kami, para peserta Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak, telah bertemu di Istana Presiden, Bogor, Indonesia pada tanggal 3 – 4 April 2007, bertekad untuk mewujudkan rekonsiliasi secara penuh di antara bangsa Muslim Irak dengan mempromosikan Islam sebagai Rahmatan lil ‘Aalamin.
Mengingat nilai-nilai dan prinsip Islam yang mulia yang bersumber dari Al Quran yang suci dan sunnah Rasul mewariskan suatu tata perilaku yang jelas dalam seluruh aspek kehidupan;
Meyakini bahwa norma-norma dan ajaran Islam mewajibkan seluruh Umat untuk menjunjung perdamaian (silm atau salam), keadilan dan kesetaraan (‘adalah dan musawah), kebebasan (hurriyah), toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), dan konsultasi (shura) sebagai prinsip-prinsip fundamental Islam sebagai Rahmatan lil Alamin;
Mengakui bahwa keberagaman adalah suatu rahmat bagi Umat guna menyadari agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan satu sama lain demi manfaat bagi kesatuan Umat;
Mengakui pula adanya kebutuhan mendesak untuk memperkuat persatuan Umat (ukhuwah Islamiyah) guna meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap semua upaya untuk menimbulkan perpecahan diantara mereka, mengacaukan tatanan, atau menyulut agitasi, kerusuhan, dan kebencian yang merusak ikatan spiritual suci diantara mereka;
Mengingat kembali dengan prihatin memburuknya konflik di Irak menjadi tidak terkendali sehingga pertumpahan darah merebak, dan agresi atas harta benda merupakan kejadian sehari-hari;
Mengemukakan penyesalan bahwa kekerasan ini timbul dari provokasi terhadap hal-hal yang sensitif ataupun sektarian, etnis, kedaerahan atau perbedaan bahasa dengan demikian memenuhi kebutuhan yang mendesak bagi seluruh kaum Muslim untuk meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap semua upaya untuk menimbulkan perpecahan diantara mereka, merusak tatanan, atau menyulut agitasi, kerusuhan, serta kebencian sehingga merusak ikatan spiritual yang suci diantara mereka;
Yakin bahwa konflik Irak tidak dapat di selesaikan dengan cara-cara militer, dan dalam hal ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk menemukan suatu kerangka solusi politik termasuk di dalamnya rekonsiliasi nasional, penarikan pasukan pendudukan, dan rekonstruksi serta rehabilitasi;
Mengingat upaya-upaya untuk meningkatkan saling menghormati keyakinan dan kepercayaan satu sama lain, arti penting penyelesaian konflik secara damai, dialog intra dan antariman, peran pemimpin agama dalam membangun perdamaian, transformasi konflik dan pendidikan perdamaian melalui penyelenggaraan pertemuan-pertemuan berikut ini; International Conference of Islamic Scholars di Jakarta, 23-25 Februari 2004; International Dialogue on Interfaith Cooperation yang di selenggarakan di Yogyakarta, Indonesia, pada 6-7 Desember 2004; International Islamic Conference di Amman, Kerajaan Yordania pada 4 – 6 Juli 2005; East Asia Religious Leaders Forum (EARLF), Jakarta, 11-13 Februari 2006; World Peace Forum (WPF), Jakarta, 14-16 Agustus 2006; Makkah Al-Mukarramah Declaration yang di adopsi pada 19 Oktober 2006; dan Doha Conference for Dialogue of Islamic Schools of Thought Februari 2007;
Memuji Presiden, Pemerintah dan Rakyat Republik Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah karena telah menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak;
Dengan ini kami menyatakan hal-hal sebagai berikut:
Bogor, 4 April 2007
Beberapa Penandatangan:
KH. Hasyim Muzadi (Ketua PBNU)
Prof. Dr. KH Din Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah)
Prof. Dr. KH Jalaluddin Rakhmat (Ketua Dewan Syura IJABI)
Syekh Mohammad Mehdi Taskir (Iran)
Prof. Abdul Salam Al-Abadi (Yordania)
Syekh Abdullah An-Nidzam (Suriah)
Mufti Meneebu-ur Rahman (Pakistan)
Alhamdulilahirabbil‘alamin
Segala Puji dan Kejayaan bagi Yang Maha Kuasa dan Semoga Damai serta Rahmat-Nya tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Kami, para peserta Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak, telah bertemu di Istana Presiden, Bogor, Indonesia pada tanggal 3 – 4 April 2007, bertekad untuk mewujudkan rekonsiliasi secara penuh di antara bangsa Muslim Irak dengan mempromosikan Islam sebagai Rahmatan lil ‘Aalamin.
Mengingat nilai-nilai dan prinsip Islam yang mulia yang bersumber dari Al Quran yang suci dan sunnah Rasul mewariskan suatu tata perilaku yang jelas dalam seluruh aspek kehidupan;
Meyakini bahwa norma-norma dan ajaran Islam mewajibkan seluruh Umat untuk menjunjung perdamaian (silm atau salam), keadilan dan kesetaraan (‘adalah dan musawah), kebebasan (hurriyah), toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), dan konsultasi (shura) sebagai prinsip-prinsip fundamental Islam sebagai Rahmatan lil Alamin;
Mengakui bahwa keberagaman adalah suatu rahmat bagi Umat guna menyadari agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan satu sama lain demi manfaat bagi kesatuan Umat;
Mengakui pula adanya kebutuhan mendesak untuk memperkuat persatuan Umat (ukhuwah Islamiyah) guna meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap semua upaya untuk menimbulkan perpecahan diantara mereka, mengacaukan tatanan, atau menyulut agitasi, kerusuhan, dan kebencian yang merusak ikatan spiritual suci diantara mereka;
Mengingat kembali dengan prihatin memburuknya konflik di Irak menjadi tidak terkendali sehingga pertumpahan darah merebak, dan agresi atas harta benda merupakan kejadian sehari-hari;
Mengemukakan penyesalan bahwa kekerasan ini timbul dari provokasi terhadap hal-hal yang sensitif ataupun sektarian, etnis, kedaerahan atau perbedaan bahasa dengan demikian memenuhi kebutuhan yang mendesak bagi seluruh kaum Muslim untuk meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap semua upaya untuk menimbulkan perpecahan diantara mereka, merusak tatanan, atau menyulut agitasi, kerusuhan, serta kebencian sehingga merusak ikatan spiritual yang suci diantara mereka;
Yakin bahwa konflik Irak tidak dapat di selesaikan dengan cara-cara militer, dan dalam hal ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk menemukan suatu kerangka solusi politik termasuk di dalamnya rekonsiliasi nasional, penarikan pasukan pendudukan, dan rekonstruksi serta rehabilitasi;
Mengingat upaya-upaya untuk meningkatkan saling menghormati keyakinan dan kepercayaan satu sama lain, arti penting penyelesaian konflik secara damai, dialog intra dan antariman, peran pemimpin agama dalam membangun perdamaian, transformasi konflik dan pendidikan perdamaian melalui penyelenggaraan pertemuan-pertemuan berikut ini; International Conference of Islamic Scholars di Jakarta, 23-25 Februari 2004; International Dialogue on Interfaith Cooperation yang di selenggarakan di Yogyakarta, Indonesia, pada 6-7 Desember 2004; International Islamic Conference di Amman, Kerajaan Yordania pada 4 – 6 Juli 2005; East Asia Religious Leaders Forum (EARLF), Jakarta, 11-13 Februari 2006; World Peace Forum (WPF), Jakarta, 14-16 Agustus 2006; Makkah Al-Mukarramah Declaration yang di adopsi pada 19 Oktober 2006; dan Doha Conference for Dialogue of Islamic Schools of Thought Februari 2007;
Memuji Presiden, Pemerintah dan Rakyat Republik Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah karena telah menjadi tuan rumah Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak;
Dengan ini kami menyatakan hal-hal sebagai berikut:
- Mendesak seluruh kaum Muslim, yang mengakui keyakinan mereka dengan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, untuk menjunjung prinsip-prinsip fundamental tersebut, yang berlaku sama bagi kaum Syiah maupun Sunni sebagai suatu landasan kesamaan bahwa setiap perbedaan keyakinan adalah semata-mata perbedaan pendapat dan penafsiran serta bukan merupakan perbedaan keyakinan yang mendasar atau menyangkut substansi Rukun Islam;
- Menegaskan kemerdekaan, kesatuan, dan keutuhan teritorial Irak dan dalam mewujudkan serta menjunjung kehendak bebas rakyat Irak dalam memberikan kontribusi terhadap kemampuan militer, ekonomi, dan politik merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat;
- Menyerukan kepada para pemimpin agama dan semua pihak di Irak untuk secara mendesak mengadakan suatu pertemuan secara segera di Irak guna meletakkan rencana dan menyusun program tentang suatu rekonsiliasi yang menyeluruh di Irak, serta bersepakat atas aksi-aksi kongkrit demi keberhasilan implementasi rekonsiliasi.
- Menyerukan kepada semua negara-negara Arab dan Muslim, khususnya negara-negara tetangga Irak untuk memberikan dukungan yang diperlukan demi keberhasilan rekonsiliasi.
- Sepakat untuk mendesakkan upaya-upaya untuk mempercepat penarikan pasukan pendudukan asing (Amerika Serikat dan Tentara Sekutunya) dari Irak untuk secara bertahap digantikan dengan pasukan Arab dan Muslim dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi Konferensi Islam setelah suatu rencana komprehensif dirumuskan.
- Meminta Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam untuk segera mengimplementasikan usulan-usulan tersebut dengan pihak-pihak yang terkait dalam masyarakat internasional;
- Mengutuk semua pembunuhan, kekerasan dan teror yang berasal dari pihak manapun di Irak dan menegaskan bahwa tindakan-tindakan tersebut merupakan suatu pelanggaran nyata atas prinsip-prinsip Islam dan mewajibkan sanksi tegas kepada para pelakunya.
- Menyerukan kepada Pemerintah Irak untuk memainkan peran yang efektif guna memastikan terwujudkan keamanan dan perdamaian bagi seluruh rakyat Irak dan semua pihak yang mencintai perdamaian untuk memberikan semua dukungan kepada Pemerintah Irak;
- Menegaskan komitmen seluruh ulama dan pemimpin Islam kepada upaya untuk mengimplementasikan suatu rekonsiliasi nasional di Irak secara tulus dan menyeluruh sebagai cerminan dari prinsip mulia Islam sebagai Rahmatan lil ‘Aalamiin.
- Mendesak semua faksi di Irak untuk segera menghentikan kekerasan yang telah memperpanjang pertumpahan darah diantara rakyat Irak.
- Menyerukan kepada semua media untuk tidak menyebarluaskan setiap bentuk disinformasi yang akan menghasilkan instabilitas, persaingan etnis dan konflik perbatasan di Irak;
- Mendorong dialog konstruktif untuk meningkatkan pemahaman dan saling menghormati antaragama;
- Mendorong dialog dan pemahaman antara madzhab pemikiran Islam untuk melindungi dan memelihara kesatuan Islam;
- Mendesak masyarakat internasional untuk memainkan suatu peran aktif dalam rekonstruksi dan rehabilitasi Irak setelah kehancuran yang luas;
- Menyerukan kepada OKI untuk mengawali upaya-upayanya, termasuk upaya-upaya untuk menyediakan bantuan kemanusiaan dan pembangunan di Irak;
- Menyarankan Liga Arab untuk melanjutkan upayanya untuk mewujudkan perdamaian menjadi kenyataan di Irak;
- Menyerukan, khususnya kepada PBB, OKI, dan Liga Arab untuk mengimplementasikan upaya-upaya peningkatan kemampuan dalam pembangunan ekonomi dan sosial, serta lembaga demokrasi dan yudisial di Irak;
- Meminta Pemerintah Indonesia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah menyebarluaskan Deklarasi Bogor dari Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak ke negara-negara yang relevan, mitra wicara, organisasi internasional dan regional, seperti Persatuan Bangsa Bangsa, OKI dan Liga Arab;
- Sepakat untuk secara aktif menyebarluaskan hasil Konferensi Internasional Pemimpin Islam untuk Rekonsiliasi Irak kepada seluruh anggota masyarakat Arab dan masyarakat lain yang selayaknya, dengan mengirimkan suatu misi pencari fakta yang terdiri dari para pemimpin Islam dari dan negara-negara lain.
Bogor, 4 April 2007
Beberapa Penandatangan:
KH. Hasyim Muzadi (Ketua PBNU)
Prof. Dr. KH Din Syamsuddin (Ketua PP Muhammadiyah)
Prof. Dr. KH Jalaluddin Rakhmat (Ketua Dewan Syura IJABI)
Syekh Mohammad Mehdi Taskir (Iran)
Prof. Abdul Salam Al-Abadi (Yordania)
Syekh Abdullah An-Nidzam (Suriah)
Mufti Meneebu-ur Rahman (Pakistan)