Anggota Dewan Syura IJABI
“Bunuhlah kami. Bunuhlah anak-anak kami. Kalian lakukan itu karena ketidakmampuan kalian menghadapi kami. Ketidakmampuan kalian untuk berdialog dengan kami. Untuk berdiskusi dengan kami. Untuk berlogika dengan kami. Kalau kalian mampu, sudah lama itu kalian lakukan. Bunuhlah kami. Karena aksi kalian justru memperkuat revolusi kami. Bunuhlah kami. Kematian tidak kami takuti. Dan kematian kami juga tidak mendatangkan kebaikan bagi kalian.”
Bismillahirrahmanirrahim
Bismillahi rabbin nabiyyin wal mursalin
Bismillahi rabbis syuhada’i was shiddiqin
Bismillahi Qashim al-Jabbarin
Bismillahi rabbil mustadh’afin
Bismillahi rabbil ‘alamin
Awal tahun dibuka dengan tragedi. Musibah banjir ibukota, masalah perairan Natuna, hingga trending perang dunia ketiga.
Doa kita bagi mereka yang diuji dengan bencana. Mari ulurkan tangan membantu mereka.
Ada pun isu perang dunia ketiga, dipicu oleh satu peristiwa. Adalah Jenderal Sulaimani, komandan satuan al-Quds dari Garda Revolusi Iran, dan sahabatnya Abu Mahdi al-Muhandis, seorang pimpinan organisasi al-Hasyad al-Sya’abi Irak, yang menjadi awal berita. Jumat dini hari, 3 Januari 2020, keduanya gugur dalam sebuah serangan udara Amerika, di dekat bandara Baghdad, Irak. Kabarnya, Abu Mahdi sedang menjemput kawannya itu yang baru datang dari Libanon. Wallahu a’lam.
Serangan udara itu juga menewaskan delapan orang lainnya. Empat pengawal Jenderal Sulaimani dan empat pengawal Abu Mahdi. Foto-foto kejadian, beserta jasad yang pecah terbakar terurai segera beredar di sosial media. Iran berang. Bagi mereka Amerika telah melanggar berbagai hukum internasional. Sebuah serangan atas pimpinan militer negeri berdaulat, di wilayah udara negara berdaulat lainnya, dilakukan dengan pengetahuan penuh—sebagaimana dilansir oleh Pentagon—Presiden Amerika. Dan dunia diam. PBB tak berkomentar. Sebuah serangan lintas negara seperti itu semestinya disidangkan terlebih dulu di Dewan Keamanan PBB. Namun tidak kali ini.
Menurut Amerika, Jenderal Sulaimani adalah pimpinan organisasi teroris. Mike Pence, wakil presiden Amerika dalam rentetan tweetnya menulis ‘dosa’ sang jenderal. Antara lain, terlibat bom WTC, membunuh 603 tentara Amerika, mengorkestrai beberapa rencana teror di Amerika, dan banyak hal lainnya. Menurut mereka, Jenderal Sulaimani jugalah dalang di balik penggerudukan Kedubes Amerika di Baghdad oleh rakyat Irak. Komplek kedubes ini adalah yang terbesar di dunia, hampir sebesar negara kecil Vatikan, dengan 15.000 personil. Bayangkan besarnya. Sosial media di Irak juga menyebarkan potongan klip ketika Dubes Amerika dilarikan oleh pasukan keamanan untuk keluar dari Kedubes menggunakan helikopter. Kejadian penggerudukan ini tentu mencoreng Amerika dan perangkat keamanan mereka.
Amerika juga memasukkan Garda Revolusi Iran sebagai organisasi teroris, lagi-lagi klaim sepihak dan tanpa persetujuan DK PBB. Faktanya, Garda Revolusi Iran adalah organisasi resmi dalam struktur militer di Iran. Mungkin mirip seperti ragam pasukan khas di Indonesia.
Klaim Pence juga bermasalah. Pelaku bom WTC adalah orang Saudi. Afiliasi mazhab mereka juga berbeda. Bahkan dalam laporan komisi bentukan Kongres Amerika, Iran sama sekali tidak mengetahui perihal rencana teror WTC. Bahkan, menurut Amerika, ketika Taliban berbalik arah dan memusuhi Amerika, Jenderal Sulaimani sempat menyediakan data intelijen untuk memerangi Taliban.
Yang menarik, sebagian besar warga dunia barat justru baru mengetahui nama Qasim Sulaimani setelah peristiwa serangan udara itu. Bila benar ia tokoh teroris nomor satu, namanya hampir jarang disebut oleh pimpinan negeri-negeri barat. Tidak seperti al-Baghdadi atau Bin Laden. Tokoh-tokoh yang kemudian mendukung langkah Trump atas serangan itu juga tidak pernah bercerita tentang Sulaimani.
Dalam sebuah analisis terhadap data twitter, akun @TomCokeIsABlunt mengajak kita menelusuri penyebutan nama Sulaimani dalam twitter sejak twitter berdiri hingga peristiwa penyerangan. Hasilnya, nihil. Tak seorang pun dari tokoh dunia, kecuali Trump, yang menyebut Sulaimani. Trump juga menyebut Sulaimani hanya sekali dalam sebuah twit yang tidak terlalu berhubungan. Apakah selama ini nama Sulaimani dirahasiakan? Ataukah memang serangan itu tidak beralasan?
Iran menganggap kejadian ini sebagai an act of war. Inilah mengapa trending dunia dengan cepat memunculkan perang dunia ketiga. Aksi militer apa pun dengan Iran akan sangat mempengaruhi kestabilan kawasan dan dunia. Harga minyak dunia pasti terkena imbasnya. Rusia dan China pasti ambil peran juga. Perang dagang akan memasuki perang senjata pula.
Saya yakin Iran tidak akan gegabah. Ia akan memperhitungkan kedamaian dunia dan maslahatnya bagi umat manusia. Meski demikian, aksi ini tidak akan berlalu tanpa balasan. Pemimpin tertinggi Iran dalam pernyataannya menyebutkan pembalasan yang dahsyat. Dan, pada saat-saat seperti ini, di Iran bermunculan kembali pesan Ayatullah Sayyid Khumaini, pendiri republik yang sudah wafat tiga puluh tahun lalu.
“Bunuhlah kami. Bunuhlah anak-anak kami. Kalian lakukan itu karena ketidakmampuan kalian menghadapi kami. Ketidakmampuan kalian untuk berdialog dengan kami. Untuk berdiskusi dengan kami. Untuk berlogika dengan kami. Kalau kalian mampu, sudah lama itu kalian lakukan. Bunuhlah kami. Karena aksi kalian justru memperkuat revolusi kami. Bunuhlah kami. Kematian tidak kami takuti. Dan kematian kami juga tidak mendatangkan kebaikan bagi kalian.” Demikian pesan Ayatullah Sayyid Khumaini.
Ya, bangsa Iran justru bergejolak. Di tengah sanksi ekonomi yang mencekik, yang dipaksakan Amerika pada mereka, langkah teror kemarin justru memperkuat semangat perlawanan mereka. Bagi mereka, Sulaimani adalah ikon, seorang pahlawan nasional. Adalah jenderal Sulaimani dan pasukannya yang berjasa mengusir ISIS dari peta Timur Tengah. Iran, termasuk negeri yang aman dari serangan ISIS. Presiden Obama, Menlu Hillary Clinton, dan banyak tokoh Amerika lainnya di depan Kongres dengan terang menyebutkan bahwa Amerikalah yang membentuk ISIS. Jenderal Sulaimani dengan Garda Revolusinya dan Abu Mahdi al-Muhandis dengan al-Hasyad al-Sya’abinya adalah tokoh-tokoh revolusioner yang melawan ISIS dan mengusirnya dari Irak dan Suriah.
Gugurnya Sulaimani menyalakan api perlawanan baru di Timur Tengah dalam upaya mereka untuk melepaskan diri dari jerat pengaruh Amerika. Dan itu memang tujuan Sulaimani. Akhir hidupnya justru menjadi puncak perjuangannya. Sentimen anti Amerika akan menguat. Bentuk intervensi Amerika di Timur Tengah mesti diakhiri.
Siapakah Sulaimani? Ia seorang veteran perang berpengalaman. Pada usia 22 tahun, ia ikut perang Kurdistan. Perang Kurdistan usai, tak lama kemudian meletus konflik Irak-Iran. Delapan tahun lamanya Irak—dengan dukungan semua negeri Arab dan Barat, berusaha untuk menginvasi Iran. Mereka gagal. Sulaimani berpartisipasi dalam delapan tahun pertahanan itu. Setelah itu, ketika kawan-kawannya terjun ke politik, atau menjadi pengusaha, Sulaimani aktif menjaga perbatasan dari penyelundupan obat-obat terlarang. Ia juga membantu kawasan dari gangguan ekstrimisme Taliban. Tak berhenti di situ, di saat ia mungkin bisa pensiun, menikmati waktu dengan cucu dan keluarga, Sulaimani terjun di konflik kawasan dengan ISIS, hingga kematian menjemputnya, dini hari Jumat yang lalu.
Ia memang mendambakan gugur di medan juang. Dalam sebuah pesan suara, istri almarhum, menyampaikan salam terakhirnya. Katanya, “Kau cari kesyahidan di padang pasir dan gurun, di gua dan belantara. Kini engkau telah temukan. Pulanglah kini ke pangkuan ibumu, ke pangkuan tanah airmu.” Ya, Sulaimani sangat mendambakan kesyahidan. Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menggelarinya sebagai syahidul hayy, sang syahid yang hidup. Katanya, “Setiap kali Sulaimani berangkat ke medan juang, ia sudah syahid.” Meski demikian, ia selalu meminta agar didoakan gugur di medan juang.
Siapakah Sulaimani? Matanya selalu berkaca-kaca bila bertemu dengan anak-anak para syuhada. Ada kelembutan dan harapan di setiap kalimatnya. Katanya, “Aku sudah tertinggal kafilah para syuhada, doakan agar ia menjemputku di akhir hidupku.” Seorang di antara mereka, melihat cincin yang dikenakan Sulaimani dan memintanya. Kata Sulaimani, “Akan aku berikan cincin ini, tapi syaratnya satu: berziarahlah ke Imam Ridha as (pusara seorang cucu nabi di Iran) dan mohonkan doa pada Tuhan agar kesyahidan menjemputku.” Ketika kepadanya diperlihatkan foto Sayyid Jawad Mughniyyah dan Sayyid Imad Mughniyyah (keduanya prajurit Libanon yang gugur melawan Israel), Sulaimani berkata, “Ah, aku bersama mereka dua menit sebelum mereka gugur. Kendaraan mereka dihantam rudal jarak jauh. Tahukah anakku, mengapa mereka lakukan itu? Karena mereka tidak punya keberanian untuk berhadapan. Doakan agar aku juga beroleh kemuliaan seperti mereka. Ini hari Arafah. Doakan aku agar Tuhan tuliskan di antara kafilah para syuhada.”
Dan, Jumat dini hari, kendaraan yang ia tumpangi meledak dihantam rudal jarak jauh. Sama seperti keinginannya. Sama seperti doa yang disampaikannya. Musuh tidak menghadapinya dengan elegan. Sebagian menyebutnya tindakan kepengecutan. Inilah blunder Amerika. Peristiwa seperti ini justru membangkitkan semangat perlawanan. Ribuan orang akan mengarak Sulaimani ke tempat pembaringan. Dan namanya dikekalkan. Konon, ketika gugur, seorang syahid justru baru hidup.
Timur Tengah selalu bergejolak. Doa kita semoga kedamaian segera Allah Ta’ala hadirkan. Semoga harapan akan juru terang pembawa kedamaian senantiasa Allah Ta’ala kuatkan. Doa kita juga untuk bangsa dan negara. Untuk kedaulatan air kita. Untuk para korban bencana. Untuk setiap jiwa yang lepas ke haribaanNya. Allahumma Ya Ghiyatsal Mustaghitsin, Ya Rabbal Mustadh’afin, shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa Alihit thaahirin.