Sutisna al-Banduni
Jumat 4 Januari 2013 kemarin saya mendapatkan
pencerahan dari Ustadz Jalal. Dalam pertemuan bersama guru di SMP Bahtera, Ustadz Jalal sempat menyampaikan dua kisah masa kecilnya, masa yang indah dan memberikan banyak inspirasi. Begini kisahnya.
Jumat 4 Januari 2013 kemarin saya mendapatkan
pencerahan dari Ustadz Jalal. Dalam pertemuan bersama guru di SMP Bahtera, Ustadz Jalal sempat menyampaikan dua kisah masa kecilnya, masa yang indah dan memberikan banyak inspirasi. Begini kisahnya.
Kisah pertama saat SD (Sekolah Dasar). Ustadz Jalal mengaku termasuk orang yang pendiam. Meski pendiam, tetapi penyuka buku dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan membaca buku. Saat pelajaran olah raga hanya diam dan tidak ikut dalam permainan. Hanya menjadi penonton. Suatu hari dalam pelajaran olah raga, ada main sepak bola. Salah seorang pemain cidera.
“Guru olah raga menyuruh saya untuk main bola,” kisah Ustadz Jalal. “Saya pun masuk. Itu main bola yang pertama kali. Saat di lapang tiba-tiba bola menghampiri saya. Kemudian saya tendang. Terdengar suara guru yang bilang: tendangan yang hebat. Dikatakan demikian saya
menjadi bangga dan menjadi suka main bola.”
Kisah yang kedua masih dari Ustadz Jalal. Kisah ini saat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Guru bahasa Inggris memerintahkannya untuk menulis surat pembaca dengan bahasa Inggris di majalah berbahasa Inggris yang terbit di Yogyakarta. Surat pembaca pun ditulis dengan sebisanya. Sekira satu bulan kemudian, guru bahasa Inggris dalam kelas membawa
majalah.
“Ia membacakan surat pembaca yang saya tulis. Guru saya itu memuji saya dan memberikan ucapan selamat atas surat pembacanya yang telah dimuat dalam majalah bahasa Inggris. Sejak itu saya banyak berlatih bahasa Inggris dan sampai sekarang mahir,” kisahnya.
Dari dua kisah tersebut, Ustadz Jalal menyimpulkan bahwa dalam proses mendidik murid yang paling penting memberikan motivasi berupa ucapan, pujian, dan penghargaan berupa hadiah. Meski diketahui tidak memuaskan hasilnya atau sangat kurang, tetapi apresiasi dari guru bisa melejitkan semangat seorang murid dalam belajar.
Menurut Ustadz Jalal, belajar yang menyenangkan dapat membuat seorang murid tidak jenuh dalam belajar. Apalagi diiringi dengan permainan dan humor akan semakin betah dalam belajar dan mudah dalam menangkap pelajaran.
“Buatlah menyenangkan,” kata Ustadz Jalal berpesan, “yang paling penting dalam belajar itu adalah motivasi, motivasi, dan motivasi.”
“Guru olah raga menyuruh saya untuk main bola,” kisah Ustadz Jalal. “Saya pun masuk. Itu main bola yang pertama kali. Saat di lapang tiba-tiba bola menghampiri saya. Kemudian saya tendang. Terdengar suara guru yang bilang: tendangan yang hebat. Dikatakan demikian saya
menjadi bangga dan menjadi suka main bola.”
Kisah yang kedua masih dari Ustadz Jalal. Kisah ini saat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Guru bahasa Inggris memerintahkannya untuk menulis surat pembaca dengan bahasa Inggris di majalah berbahasa Inggris yang terbit di Yogyakarta. Surat pembaca pun ditulis dengan sebisanya. Sekira satu bulan kemudian, guru bahasa Inggris dalam kelas membawa
majalah.
“Ia membacakan surat pembaca yang saya tulis. Guru saya itu memuji saya dan memberikan ucapan selamat atas surat pembacanya yang telah dimuat dalam majalah bahasa Inggris. Sejak itu saya banyak berlatih bahasa Inggris dan sampai sekarang mahir,” kisahnya.
Dari dua kisah tersebut, Ustadz Jalal menyimpulkan bahwa dalam proses mendidik murid yang paling penting memberikan motivasi berupa ucapan, pujian, dan penghargaan berupa hadiah. Meski diketahui tidak memuaskan hasilnya atau sangat kurang, tetapi apresiasi dari guru bisa melejitkan semangat seorang murid dalam belajar.
Menurut Ustadz Jalal, belajar yang menyenangkan dapat membuat seorang murid tidak jenuh dalam belajar. Apalagi diiringi dengan permainan dan humor akan semakin betah dalam belajar dan mudah dalam menangkap pelajaran.
“Buatlah menyenangkan,” kata Ustadz Jalal berpesan, “yang paling penting dalam belajar itu adalah motivasi, motivasi, dan motivasi.”