Di lantai ruang tamunya, belasan sapu lidi ditumpuk ke salah satu dinding papan rumahnya. Sapu-sapu itu buatan tangannya, berbahan dari ruas dahan kelapa, yang dikumpulkan di wilayah tempat tinggalnya. Sapu lidi itu dijual seharga lima ribu rupiah/sapu, di kawasan pelabuhan penyeberangan antar pulau. Dia juga menjual pisang di bahu jalan, hanya untuk menghidupi keluarganya. Suaminya telah meninggal karena sakit beberapa tahun lalu.
Usai shalat Jumat (7/4/2023), rombongan perkhidmatan IJABI Sulawesi Tenggara (Sultra), memulai perjalanan ke arah perbukitan di timur kota Kendari, membawa satu mobil pic-kup berisi puluhan paket sembako.
Mobil menanjaki jalan aspal terjal dan perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menelusuri jalan setapak terhimpit rumah-rumah bangunan permanen. Di ujung lorong, kami mendapati satu rumah papan berdiri di atas lereng terjal. Seorang nenek tua yang berambut kusam, dengan tubuh bungkuk di atas langkah yang rapuh, keluar dari pintu menjawab ucapan salam kami.
"Dia hidup bersama 3 anak, tapi ketiga anaknya menderita ODGJ," kata seorang warga yang mengantar kami menyalurkan paket sembako.
Di lantai ruang tamunya, belasan sapu lidi ditumpuk ke salah satu dinding papan rumahnya. Sapu-sapu itu buatan tangannya, berbahan dari ruas dahan kelapa, yang dikumpulkan di wilayah tempat tinggalnya. Sapu lidi itu dijual seharga lima ribu rupiah/sapu, di kawasan pelabuhan penyeberangan antar pulau. Dia juga menjual pisang di bahu jalan, hanya untuk menghidupi keluarganya. Suaminya telah meninggal karena sakit beberapa tahun lalu.
Selain itu, di daerah Petoaha, pemukiman suku Bajo, di bagian tenggara Kota Kendari, kami menyalurkan paket sembako ke beberapa perempuan nelayan pesisir, yang diantaranya seorang lansia. Mereka setiap hari mendayung sampan tua, memulung sampah plastik yang mengotori teluk, dan memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menangkap ikan jauh dari pesisir, rentan terhempas ombak laut lepas. Dua aktivitas itu terpaksa dilakukan setelah pekarangan laut sebagai sumber ruang hidup mereka hilang, direklamasi program pembangunan kota Kendari beberapa tahun lalu.
Mereka semua adalah kaum dhuafa dan masakin yang dijumpai dan menjadi target dari program pembagian sembako IJABI SULTRA di bulan Ramadhan. Kata mendiang pendiri IJABI, Allahyarham KH. Jalaluddin Rakhmat, "Perkhidmatan Tidak Bisa Diajarkan Melalui Lisan, Tapi Harus Dengan Praktik".
Baca Juga : Ramadan Berbagi, IJABI Kaltim Membagikan 250 Takjil Dan 25 Paket Sembako
Rombongan IJABI juga membagikan paket sembako di salah satu panti asuhan di kawasan pasar Baruga, perbatasan selatan kota Kendari.
Keesokan harinya, saat waktu berbuka mulai datang, IJABI se-SULTRA bersama warga sekitar yang bermazhab Sunni berbagi makanan di jalanan yang tak jauh dari Masjid Az Zaini. Setelah berbagi, waktu berbuka pun tiba, kami pun bersegera menuju ke Masjid Az Zaini untuk melakukan shalat berjamaah, sambil diiringan saudara bermazhab Sunni membatalkan puasanya.
*Liputan Kegiatan : Khalaq Landeuw-IJABI Sultra
​Berikut Dokumentasi Kegiatan :
Mobil menanjaki jalan aspal terjal dan perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menelusuri jalan setapak terhimpit rumah-rumah bangunan permanen. Di ujung lorong, kami mendapati satu rumah papan berdiri di atas lereng terjal. Seorang nenek tua yang berambut kusam, dengan tubuh bungkuk di atas langkah yang rapuh, keluar dari pintu menjawab ucapan salam kami.
"Dia hidup bersama 3 anak, tapi ketiga anaknya menderita ODGJ," kata seorang warga yang mengantar kami menyalurkan paket sembako.
Di lantai ruang tamunya, belasan sapu lidi ditumpuk ke salah satu dinding papan rumahnya. Sapu-sapu itu buatan tangannya, berbahan dari ruas dahan kelapa, yang dikumpulkan di wilayah tempat tinggalnya. Sapu lidi itu dijual seharga lima ribu rupiah/sapu, di kawasan pelabuhan penyeberangan antar pulau. Dia juga menjual pisang di bahu jalan, hanya untuk menghidupi keluarganya. Suaminya telah meninggal karena sakit beberapa tahun lalu.
Selain itu, di daerah Petoaha, pemukiman suku Bajo, di bagian tenggara Kota Kendari, kami menyalurkan paket sembako ke beberapa perempuan nelayan pesisir, yang diantaranya seorang lansia. Mereka setiap hari mendayung sampan tua, memulung sampah plastik yang mengotori teluk, dan memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menangkap ikan jauh dari pesisir, rentan terhempas ombak laut lepas. Dua aktivitas itu terpaksa dilakukan setelah pekarangan laut sebagai sumber ruang hidup mereka hilang, direklamasi program pembangunan kota Kendari beberapa tahun lalu.
Mereka semua adalah kaum dhuafa dan masakin yang dijumpai dan menjadi target dari program pembagian sembako IJABI SULTRA di bulan Ramadhan. Kata mendiang pendiri IJABI, Allahyarham KH. Jalaluddin Rakhmat, "Perkhidmatan Tidak Bisa Diajarkan Melalui Lisan, Tapi Harus Dengan Praktik".
Baca Juga : Ramadan Berbagi, IJABI Kaltim Membagikan 250 Takjil Dan 25 Paket Sembako
Rombongan IJABI juga membagikan paket sembako di salah satu panti asuhan di kawasan pasar Baruga, perbatasan selatan kota Kendari.
Keesokan harinya, saat waktu berbuka mulai datang, IJABI se-SULTRA bersama warga sekitar yang bermazhab Sunni berbagi makanan di jalanan yang tak jauh dari Masjid Az Zaini. Setelah berbagi, waktu berbuka pun tiba, kami pun bersegera menuju ke Masjid Az Zaini untuk melakukan shalat berjamaah, sambil diiringan saudara bermazhab Sunni membatalkan puasanya.
*Liputan Kegiatan : Khalaq Landeuw-IJABI Sultra
​Berikut Dokumentasi Kegiatan :