Wa Husaina, Wa Ghariba, Wa Syahidah
Kulantunkan senandung pilu nan lara
Berharap rinduku tak pernah usai, hingga saat pertemuan itu tiba
Mohon perkenan Tuan, sambut kami di Gerbang Cinta
Tenggorokan perih merangas
Ditingkahi keringat menderas
Mengguyur paras-paras cemas
Meninggalkan jejak-jejak basah di teras
Pada jubah-jubah kelabu
Angin Sahara seolah menghalau risau
Saat senja bergegas memburu
Penantian 'tlah berujung rindu
Kemana rindu kan melabuh
Sedang senja mulai melepuh
Ronanya memudar tampak rapuh
Akankah kekasihnya 'tlah direngkuh
Kulihat, Burung Gagak kepakkan tarian duka
Padahal senja hamparkan panggungnya
Cerita rindu pagelaran mahakarya
Selamanya merindu tak ingin usainya
O, senja merintih di Nainawa
Langitnya, airnya, tanah, dan bebatuannya
Dan, jeritan pilu Putri-Putri Sahara tangisi kekasihnya
Derita berkepanjangan dipaksa menjadi saksi angkara murka
Drama Mahacinta 'tlah usai digelar
Titah Al-Husain menggetarkan pilar-pilar
Kepongahan hanyalah topeng runtuhnya tirani
Membungkus kezaliman yang meracuni nurani
Di hari-hari Muharram nan kelam, kembali Tuan datang menghampiri
Menyapa jiwa setiap pencinta sejati
O, betapa kumalu, harus bagaimana kusembunyikan wajahku
Pada dia yang kasihnya membelai sebelum hadirku
Wa Husaina, Wa Ghariba, Wa Syahidah
Kulantunkan senandung pilu nan lara
Berharap rinduku tak pernah usai, hingga saat pertemuan itu tiba
Mohon perkenan Tuan, sambut kami di Gerbang Cinta
Saat panggilan Imamku menggema, "Hal min nâsirin yansurnâ?"
Pada Asyura yang membara membakar jiwa
Maka, izinkan kami menjawab seruanmu, Wahai Imam (as)
"Labbaika, Ya Hussain! Labbaika, Ya Hussain! Labbaika, Ya Hussain!"
Muharram-2-2024
-Wiwik Said-
Ditingkahi keringat menderas
Mengguyur paras-paras cemas
Meninggalkan jejak-jejak basah di teras
Pada jubah-jubah kelabu
Angin Sahara seolah menghalau risau
Saat senja bergegas memburu
Penantian 'tlah berujung rindu
Kemana rindu kan melabuh
Sedang senja mulai melepuh
Ronanya memudar tampak rapuh
Akankah kekasihnya 'tlah direngkuh
Kulihat, Burung Gagak kepakkan tarian duka
Padahal senja hamparkan panggungnya
Cerita rindu pagelaran mahakarya
Selamanya merindu tak ingin usainya
O, senja merintih di Nainawa
Langitnya, airnya, tanah, dan bebatuannya
Dan, jeritan pilu Putri-Putri Sahara tangisi kekasihnya
Derita berkepanjangan dipaksa menjadi saksi angkara murka
Drama Mahacinta 'tlah usai digelar
Titah Al-Husain menggetarkan pilar-pilar
Kepongahan hanyalah topeng runtuhnya tirani
Membungkus kezaliman yang meracuni nurani
Di hari-hari Muharram nan kelam, kembali Tuan datang menghampiri
Menyapa jiwa setiap pencinta sejati
O, betapa kumalu, harus bagaimana kusembunyikan wajahku
Pada dia yang kasihnya membelai sebelum hadirku
Wa Husaina, Wa Ghariba, Wa Syahidah
Kulantunkan senandung pilu nan lara
Berharap rinduku tak pernah usai, hingga saat pertemuan itu tiba
Mohon perkenan Tuan, sambut kami di Gerbang Cinta
Saat panggilan Imamku menggema, "Hal min nâsirin yansurnâ?"
Pada Asyura yang membara membakar jiwa
Maka, izinkan kami menjawab seruanmu, Wahai Imam (as)
"Labbaika, Ya Hussain! Labbaika, Ya Hussain! Labbaika, Ya Hussain!"
Muharram-2-2024
-Wiwik Said-