Setiap tiba masa perayaan Natal yang jatuh pada setiap tanggal 25 Desember, selalu pula menghangat kembali diskusi boleh tidaknya kaum muslimin mengucapkan "Selamat Hari Natal" kepada pengikut Kristiani. Aris Thofira melakukan analisa singkat terhadap masalah ini dengan mengkaji Alquran. [majulah-ijabi.org]
****
****
Dari air Maryam atau dari nafas Jibril,
Dalam bentuk seorang makhluk hidup yang tercipta dari tanah,
Ruh menjadi eksistensi dalam sebuah esensi
Dibersihkan dari noda alam yang disebut Sijjin
Karenanya, persinggahannya dipanjangkan,
Berlangsung lama, dengan wahyu, lebih dari seribu tahun
Sebuah ruh yang hanya datang dari Allah,
Sehingga dia dapat membangkitkan yang mati
dan melahirkan burung dari tanah
Dan menjadi layak untuk dikaitkan dengan Tuhannya,
Di mana dia menggunakan pengaruh besarnya, tinggi dan rendah,
Allah memurnikan dia pada tubuhnya dan membuatnya transenden dalam Ruh,
dengan membuatnya seperti Diri-Nya dalam mencipta.
(Ibn Arabi)
Dokter asal Prancis, Dr. Louie yg masih remaja pada akhir tahun 1978, berkisah tentang kejadian di desa tempat tinggalnya, Neauphle le Chateau Prancis, sebagai tempat pengasingan Ayatullah Khomeini. Ia berkisah : Di malam kelahiran Yesus, kami sedang duduk untuk merayakannya, ketika tiba-tiba bel rumah berbunyi. Ayah menuju pintu dan aku mengikutinya. Seseorang dengan buket kembang dan sekotak permen, berkata, “Ini hadiah dari Ayatullah Khomeini. Dia mengucapkan selamat kepada kalian di hari kelahiran Yesus (as) dan menyampaikan maaf dengan hormat kalau mengganggu perayaan Natal dan kehadirannya mengganggu desa.” Ayah menerima bunga dan kotak permen itu. “Sampaikan terima kasih kepadanya.” Ayah berdiri kagum terharu pada semua cinta dan kasih sayang yang diberikan. Dia masuk ke ruangannya tanpa berkata apa-apa lagi. Beberapa menit kemudian aku mendengarnya menangis. Ibu bertanya apa yang terjadi. Aku bergegas menujunya untuk menjelaskan. “Tahun ini Al-Masih memberi kita hadiah bunga dan permen.
Peristiwa ini tidak hanya menginspirasi Dr. Louie di desa tersebut, tapi juga banyak warga lainnya yang terharu dengan merasakan indahnya cinta kasih Islam yang di ekspresikan oleh salah satu tokoh spiritualnya.
Dalam kesempatan tersebut, Imam Khomeini menyampaikan pesan Natal kepada kaum Nasrani sebagai berikut, "Bismillahir Rahmanir Rahim. Saya mengucapkan selamat
hari lahir Isa Al Masih bagi semua bangsa yang tertindas di dunia, pengikut Masihi dan juga kaum Nasrani. Pada Isa al Masih semuanya adalah mukzijat. Satu mukjizat, beliau lahir dari ibu yang perawan. Satu mukjizat, beliau berbicara dalam buaian. Satu mukjizat, beliau membawa kedamaian, penyembuhan dan spiritualitas bagi manusia. Semuanya adalah mukjizat, dan semua anbiya adalah mukjizat, dan semuanya datang untuk membentuk manusia. Semua menginginkan manusia berjalan di jalan lurus Ilahi, semua menginginkan agar manusia hidup dalam lingkungan damai, sejahtera dan bersaudara."
Merayakan Natal adalah kewajiban bagi saudara kita umat Nasrani. Sebagai umat Islam yang mengimani kenabian Isa as. pun sepatutnya turut berbahagia atas peringatan yang dirayakan saudara serumpun agama Ibrahim itu. Namun sejak fatwa MUI pada zaman Buya Hamka yang mengharamkan mengucapkan selamat Natal, maka fatwa tersebut seolah-olah mengikat bagi umat Islam sampai sekarang. Umat Islam jadi phobia untuk mengucapkannya, bahkan bergaul dengan saudara Nasrani. Fatwa tersebut, layaknya sabda di zaman para wali, belum terlepas hingga kini.
Namun, mari kita mencoba untuk menjelajah, mengupas teks ayat suci kita umat Islam, Al-Qur'an, berdasar kata perkata, menghubungkan dengan teks lainnya (yufassirul Qur'an bil Qur'an), menghubungkannya dengan ayat lainnya. Membentuk silogisme berupa premis mayor dan minor, maka akan dihasilkan konklusi yang logis. Dan semua itu kita dapatkan dalam Al-Qur'an. Namun sebelumnya, marilah kita menyepakati arti kata Natal, seperti halnya Maulid dalam Islam, sebagai hari lahir. Istilah Natal sering kita temukan dalam sensus penduduk. Natalitas adalah angka kelahiran, sementara Mortalitas adalah angka kematian.
Peristiwa Natal terekam jelas dan diabadikan dalam Al-Qur'an Surah Maryam 16-33. Ibn Arabi dengan sangat filosofis, menjelaskan peristiwa penciptaan Isa as, dalam kitab Fushus Al-Hikam bab Hikmah Kenabian dalam Firman Tentang Isa, sebagai berikut:
"Ketika ruh terpercaya (ar-ruh al-amin), yang adalah Jibril, memperkenalkan dirinya kepada Maryam sebagai manusia yang dibentuk secara sempurna, Maryam membayangkan bahwa dia adalah seorang manusia biasa yang memiliki keinginan untuk tinggal dengannya. Maka, Maryam mencari perlindungan sepenuhnya kepada Allah daripadanya, sehingga Allah membersihkan dia dari perhatiannya, dengan menyadarkannya bahwa hal itu terlarang. Jadi, Maryam mencapai kehadiran sempurna dengan Allah, dimana pencapaian tersebut merupakan penembusan dari ruh yang tidak terlihat. Ketika Jibril telah meniupkan ruhnya ke dalam diri Maryam pada saat itu, 'Isa menjadi merengut, sebagai seorang yang akan dilahirkan karena kondisi ibunya. Ketika Jibril berkata kepada Maryam, "Aku hanyalah seorang utusan dari Tuhanmu, untuk memberimu anak laki-laki yang suci", kegelisahan Maryam menjadi hilang dan dia merasa santai. Pada saat itulah sang Malaikat meniupkan 'Isa kepadanya.
Pada kenyataannya, Jibril menyampaikan firman Allah kepada Maryam, sebagaimana seorang rasul menyampaikan firman-Nya kepada kaumnya. Allah berfirman," Sesungguhnya al-Masih, Isa, putra Maryam adalah utusan-Nya dan (yang terjadi dengan kalimat-kalimatNya) yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan dengan tiupan ruh dari-Nya.
Hasrat seperti ini menyelimuti Maryam. Tubuh Isa tercipta dari air yang benar-benar milik Maryam dan benih air imajiner (mutawahhum) dari Jibril yang inheren pada embun yang bertiup, karena napas dari tubuh yang vital adalah basah yang memberikan unsur air di dalamnya. Dalam hal ini, tubuh Isa dijadikan wujud dari air imajiner dan air sebenarnya, yang tampak dalam bentuk makhluk hidup karena keadaan ibunya sebagai manusia dan penjelmaan Jibril dalam bentuk manusia, karena semua makhluk dalam spesies manusia ini lahir dengan cara biasa." (Fushus, Ibn Arabi, h: 245-246)
Dalam bentuk seorang makhluk hidup yang tercipta dari tanah,
Ruh menjadi eksistensi dalam sebuah esensi
Dibersihkan dari noda alam yang disebut Sijjin
Karenanya, persinggahannya dipanjangkan,
Berlangsung lama, dengan wahyu, lebih dari seribu tahun
Sebuah ruh yang hanya datang dari Allah,
Sehingga dia dapat membangkitkan yang mati
dan melahirkan burung dari tanah
Dan menjadi layak untuk dikaitkan dengan Tuhannya,
Di mana dia menggunakan pengaruh besarnya, tinggi dan rendah,
Allah memurnikan dia pada tubuhnya dan membuatnya transenden dalam Ruh,
dengan membuatnya seperti Diri-Nya dalam mencipta.
(Ibn Arabi)
Dokter asal Prancis, Dr. Louie yg masih remaja pada akhir tahun 1978, berkisah tentang kejadian di desa tempat tinggalnya, Neauphle le Chateau Prancis, sebagai tempat pengasingan Ayatullah Khomeini. Ia berkisah : Di malam kelahiran Yesus, kami sedang duduk untuk merayakannya, ketika tiba-tiba bel rumah berbunyi. Ayah menuju pintu dan aku mengikutinya. Seseorang dengan buket kembang dan sekotak permen, berkata, “Ini hadiah dari Ayatullah Khomeini. Dia mengucapkan selamat kepada kalian di hari kelahiran Yesus (as) dan menyampaikan maaf dengan hormat kalau mengganggu perayaan Natal dan kehadirannya mengganggu desa.” Ayah menerima bunga dan kotak permen itu. “Sampaikan terima kasih kepadanya.” Ayah berdiri kagum terharu pada semua cinta dan kasih sayang yang diberikan. Dia masuk ke ruangannya tanpa berkata apa-apa lagi. Beberapa menit kemudian aku mendengarnya menangis. Ibu bertanya apa yang terjadi. Aku bergegas menujunya untuk menjelaskan. “Tahun ini Al-Masih memberi kita hadiah bunga dan permen.
Peristiwa ini tidak hanya menginspirasi Dr. Louie di desa tersebut, tapi juga banyak warga lainnya yang terharu dengan merasakan indahnya cinta kasih Islam yang di ekspresikan oleh salah satu tokoh spiritualnya.
Dalam kesempatan tersebut, Imam Khomeini menyampaikan pesan Natal kepada kaum Nasrani sebagai berikut, "Bismillahir Rahmanir Rahim. Saya mengucapkan selamat
hari lahir Isa Al Masih bagi semua bangsa yang tertindas di dunia, pengikut Masihi dan juga kaum Nasrani. Pada Isa al Masih semuanya adalah mukzijat. Satu mukjizat, beliau lahir dari ibu yang perawan. Satu mukjizat, beliau berbicara dalam buaian. Satu mukjizat, beliau membawa kedamaian, penyembuhan dan spiritualitas bagi manusia. Semuanya adalah mukjizat, dan semua anbiya adalah mukjizat, dan semuanya datang untuk membentuk manusia. Semua menginginkan manusia berjalan di jalan lurus Ilahi, semua menginginkan agar manusia hidup dalam lingkungan damai, sejahtera dan bersaudara."
Merayakan Natal adalah kewajiban bagi saudara kita umat Nasrani. Sebagai umat Islam yang mengimani kenabian Isa as. pun sepatutnya turut berbahagia atas peringatan yang dirayakan saudara serumpun agama Ibrahim itu. Namun sejak fatwa MUI pada zaman Buya Hamka yang mengharamkan mengucapkan selamat Natal, maka fatwa tersebut seolah-olah mengikat bagi umat Islam sampai sekarang. Umat Islam jadi phobia untuk mengucapkannya, bahkan bergaul dengan saudara Nasrani. Fatwa tersebut, layaknya sabda di zaman para wali, belum terlepas hingga kini.
Namun, mari kita mencoba untuk menjelajah, mengupas teks ayat suci kita umat Islam, Al-Qur'an, berdasar kata perkata, menghubungkan dengan teks lainnya (yufassirul Qur'an bil Qur'an), menghubungkannya dengan ayat lainnya. Membentuk silogisme berupa premis mayor dan minor, maka akan dihasilkan konklusi yang logis. Dan semua itu kita dapatkan dalam Al-Qur'an. Namun sebelumnya, marilah kita menyepakati arti kata Natal, seperti halnya Maulid dalam Islam, sebagai hari lahir. Istilah Natal sering kita temukan dalam sensus penduduk. Natalitas adalah angka kelahiran, sementara Mortalitas adalah angka kematian.
Peristiwa Natal terekam jelas dan diabadikan dalam Al-Qur'an Surah Maryam 16-33. Ibn Arabi dengan sangat filosofis, menjelaskan peristiwa penciptaan Isa as, dalam kitab Fushus Al-Hikam bab Hikmah Kenabian dalam Firman Tentang Isa, sebagai berikut:
"Ketika ruh terpercaya (ar-ruh al-amin), yang adalah Jibril, memperkenalkan dirinya kepada Maryam sebagai manusia yang dibentuk secara sempurna, Maryam membayangkan bahwa dia adalah seorang manusia biasa yang memiliki keinginan untuk tinggal dengannya. Maka, Maryam mencari perlindungan sepenuhnya kepada Allah daripadanya, sehingga Allah membersihkan dia dari perhatiannya, dengan menyadarkannya bahwa hal itu terlarang. Jadi, Maryam mencapai kehadiran sempurna dengan Allah, dimana pencapaian tersebut merupakan penembusan dari ruh yang tidak terlihat. Ketika Jibril telah meniupkan ruhnya ke dalam diri Maryam pada saat itu, 'Isa menjadi merengut, sebagai seorang yang akan dilahirkan karena kondisi ibunya. Ketika Jibril berkata kepada Maryam, "Aku hanyalah seorang utusan dari Tuhanmu, untuk memberimu anak laki-laki yang suci", kegelisahan Maryam menjadi hilang dan dia merasa santai. Pada saat itulah sang Malaikat meniupkan 'Isa kepadanya.
Pada kenyataannya, Jibril menyampaikan firman Allah kepada Maryam, sebagaimana seorang rasul menyampaikan firman-Nya kepada kaumnya. Allah berfirman," Sesungguhnya al-Masih, Isa, putra Maryam adalah utusan-Nya dan (yang terjadi dengan kalimat-kalimatNya) yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan dengan tiupan ruh dari-Nya.
Hasrat seperti ini menyelimuti Maryam. Tubuh Isa tercipta dari air yang benar-benar milik Maryam dan benih air imajiner (mutawahhum) dari Jibril yang inheren pada embun yang bertiup, karena napas dari tubuh yang vital adalah basah yang memberikan unsur air di dalamnya. Dalam hal ini, tubuh Isa dijadikan wujud dari air imajiner dan air sebenarnya, yang tampak dalam bentuk makhluk hidup karena keadaan ibunya sebagai manusia dan penjelmaan Jibril dalam bentuk manusia, karena semua makhluk dalam spesies manusia ini lahir dengan cara biasa." (Fushus, Ibn Arabi, h: 245-246)
Sejenak kita tinggalkan wacana Ibn Arabi tentang penciptaan Isa as. yang sangat ilahiah ini, kita kembali kepada ayat-ayat Al-Qur'an. Pada surat Maryam ayat 15 Allah secara langsung mengucapkan salam atas Nabi Yahya as. Sementara pada ayat 33 Isa mengucapkan selamat atas kelahiran, kematian, dan kebangkitan kembali dirinya (Tabataba'i, Al-Mizan, vol 14, hal 323). | Jika peristiwa kelahiran Isa as. menjadi peringatan bagi kita (Maryam: 16), juga peristiwa Rahmat Allah yang turun atas Zakariya (Maryam: 2) atas kelahiran seorang putra bernama Yahya (Maryam: 7), maka ketika Rasulullah adalah “rahmat semesta alam” (Anbiya': 107); akankah kita menafikan kehadiran Rasulullah di muka bumi, kehadiran yang bahkan lebih besar peristiwanya dibanding kelahiran Zakariya as., maupun Isa as.? |
Salam disini bermakna “damai”, “selamat”, “aman”, dan lain-lain (Al-Mizan, vol 14,hal 303). Jika kita menghubungkan dengan surat Al-Ahzab ayat 56 tentang perintah Allah untuk bersalawat dan salam atas Nabi, maka mengucapkan salam atas kelahiran Isa as. (Natal) pun dianjurkan dalam Al-Qur'an.
Bagaimana dengan memperingati kelahiran Baginda Rasulullah? Seringkali kita mendapati di antara umat Islam, bahwa mengucapkan salam, memperingati hari kelahiran Rasulullah sebagai bid'ah, karena tidak terdapat satu ayatpun dalam Al-Qur'an berkenaan dengan kelahiran Rasulullah. Bahkan, ketika ada hadist yang berkenaan dengan “memuliakan Maulid Nabi”, maka segera hadist itu dianggap dha'if. Memang Al-Qur'an tidak menuliskan secara langsung tentang kelahiran, wiladah, Maulid Rasulullah SAW, namun bila kita melakukan studi teks antara ayat satu dengan ayat lainnya, mengkorelasikannya, membentuk silogisme, maka akan kita hasilkan konklusi berupa relevansi teks-teks tentang kelahiran Rasulullah, meski tidak secara langsung tertulis dalam Al-Qur'an.
Kita mulai dengan ayat yang berkenaan dengan peristiwa kelahiran Nabi Isa, pada Surah Maryam ayat 16, Allah menekankan dengan kata wadzkur (dan ingatlah), sementara dalam Surat Maryam ayat 2, Allah menekankan dengan kata dzikru (peringatan) dan rahmat. Kata dzikru, udzkur, berasal dari kata dza-ka-ra, yang artinya mengingat, mengenang, memperingati. Dzakara dalam bahasa Arab memiliki dua makna, yaitu tahni'ah (bergembira) dan ta'ziyah (bersedih). Tahni'ah biasanya mempunyai konteks dengan hari kelahiran, sementara ta'ziyah mempunyai konteks dengan hari kematian, syahadah. Tahni'ah bisa diimplementasikan dalam bentuk ta'mirah (merayakan).
Relevansi ayat-ayat di atas berkenaan dengan kelahiran Yahya as. dan Isa as., dengan Maulid Rasulullah sangat jelas. Jika peristiwa kelahiran Isa as. menjadi peringatan bagi kita (Maryam: 16), juga peristiwa Rahmat Allah yang turun atas Zakariya (Maryam: 2) berupa kabar gembira atas kelahiran seorang putra bernama Yahya/John (Maryam: 7), maka harus kita ketahui bahwa Rasulullah adalah “rahmat semesta alam” (Anbiya': 107). Maka, akankah kita menafikan rahmat bagi semesta alam, berupa kehadiran Rasulullah di muka bumi, kehadiran yang bahkan lebih besar peristiwanya dibanding kelahiran Zakariya as., maupun Isa as.?
Sangat jelas bagi kita umat Islam, yang menggunakan akal, berfikir, bahwa Al-Qur'an telah menuliskan peristiwa kelahiran Nabi-nabinya, dan Allah maupun Rasulnya mengucapkan salam pada peristiwa-peristiwa itu. Maka, terlepas dari kapan, tanggal berapa Natal maupun Maulid itu dilaksanakan, maka penulis, berdasarkan kisah-kisah dalam Al-Qur'an, mengucapkan selamat atas Isa as. pada hari dia dilahirkan, dimatikan, dan pada hari dia dibangkitkan kembali. Wallahu a'lam bi al-shawab.
Mojokuto, Rabu, 26 Desember 2012
Aris Thofira
*) Santri R4 (Riwa Riwi Rono Rene) Jombang, Pengurus IJABI di Kediri
Bagaimana dengan memperingati kelahiran Baginda Rasulullah? Seringkali kita mendapati di antara umat Islam, bahwa mengucapkan salam, memperingati hari kelahiran Rasulullah sebagai bid'ah, karena tidak terdapat satu ayatpun dalam Al-Qur'an berkenaan dengan kelahiran Rasulullah. Bahkan, ketika ada hadist yang berkenaan dengan “memuliakan Maulid Nabi”, maka segera hadist itu dianggap dha'if. Memang Al-Qur'an tidak menuliskan secara langsung tentang kelahiran, wiladah, Maulid Rasulullah SAW, namun bila kita melakukan studi teks antara ayat satu dengan ayat lainnya, mengkorelasikannya, membentuk silogisme, maka akan kita hasilkan konklusi berupa relevansi teks-teks tentang kelahiran Rasulullah, meski tidak secara langsung tertulis dalam Al-Qur'an.
Kita mulai dengan ayat yang berkenaan dengan peristiwa kelahiran Nabi Isa, pada Surah Maryam ayat 16, Allah menekankan dengan kata wadzkur (dan ingatlah), sementara dalam Surat Maryam ayat 2, Allah menekankan dengan kata dzikru (peringatan) dan rahmat. Kata dzikru, udzkur, berasal dari kata dza-ka-ra, yang artinya mengingat, mengenang, memperingati. Dzakara dalam bahasa Arab memiliki dua makna, yaitu tahni'ah (bergembira) dan ta'ziyah (bersedih). Tahni'ah biasanya mempunyai konteks dengan hari kelahiran, sementara ta'ziyah mempunyai konteks dengan hari kematian, syahadah. Tahni'ah bisa diimplementasikan dalam bentuk ta'mirah (merayakan).
Relevansi ayat-ayat di atas berkenaan dengan kelahiran Yahya as. dan Isa as., dengan Maulid Rasulullah sangat jelas. Jika peristiwa kelahiran Isa as. menjadi peringatan bagi kita (Maryam: 16), juga peristiwa Rahmat Allah yang turun atas Zakariya (Maryam: 2) berupa kabar gembira atas kelahiran seorang putra bernama Yahya/John (Maryam: 7), maka harus kita ketahui bahwa Rasulullah adalah “rahmat semesta alam” (Anbiya': 107). Maka, akankah kita menafikan rahmat bagi semesta alam, berupa kehadiran Rasulullah di muka bumi, kehadiran yang bahkan lebih besar peristiwanya dibanding kelahiran Zakariya as., maupun Isa as.?
Sangat jelas bagi kita umat Islam, yang menggunakan akal, berfikir, bahwa Al-Qur'an telah menuliskan peristiwa kelahiran Nabi-nabinya, dan Allah maupun Rasulnya mengucapkan salam pada peristiwa-peristiwa itu. Maka, terlepas dari kapan, tanggal berapa Natal maupun Maulid itu dilaksanakan, maka penulis, berdasarkan kisah-kisah dalam Al-Qur'an, mengucapkan selamat atas Isa as. pada hari dia dilahirkan, dimatikan, dan pada hari dia dibangkitkan kembali. Wallahu a'lam bi al-shawab.
Mojokuto, Rabu, 26 Desember 2012
Aris Thofira
*) Santri R4 (Riwa Riwi Rono Rene) Jombang, Pengurus IJABI di Kediri